Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Satuan Tugas Impor: Bisakah Mencegah Barang Impor Ilegal

Pemerintah bakal membentuk satuan tugas baru untuk mengawasi impor. Satuan tugas lama berakhir masa tugasnya pada bulan ini.

6 Desember 2024 | 12.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas Bea Cukai mengawal barang impor hasil sitaan Satgas importasi ilegal di Tempat Penimbunan Pabean (TPP) Bea dan Cukai, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 6 Agustus 2024. TEMPO/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah menggodok satuan tugas baru yang khusus mengawasi impor.

  • Masa kerja satuan tugas impor lama bakal berakhir pada 31 Desember 2024.

  • Pengusaha berharap satuan tugas beroperasi secara permanen.

DALAM rapat tingkat menteri yang ia pimpin pada Selasa, 3 Desember 2024, Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar memutuskan membentuk tim yang khusus mengawasi barang impor. Namanya Satuan Tugas Impor Barang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Muhaimin, tanggung jawab satuan tugas ini antara lain mengawasi peredaran barang impor serta mengusulkan ketentuan-ketentuan impor baru yang lebih menguntungkan bagi pelaku usaha dalam negeri. "Agar banjirnya impor yang merusak produksi dalam negeri, terutama UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah), bisa diatasi," ujar Muhaimin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono yang hadir dalam rapat tersebut menjelaskan bahwa fokus terhadap UMKM dipicu banyaknya pelaku usaha di industri tersebut yang terkena dampak dari banjirnya impor. Dia mencontohkan industri tekstil dan susu. Namun bukan hanya mereka yang bakal diawasi. Menurut Ferry pemerintah masih membahas produk yang bakal jadi fokus satuan tugas nantinya.

Yang pasti, pemerintah tak hanya berfokus untuk mengawasi produk-produk impor legal. "(Sasarannya) ada yang legal, ada yang ilegal," katanya kepada Tempo, 5 Desember 2024.

Sepanjang tahun ini, pemerintah kelimpungan mengatasi banjirnya barang impor, baik legal maupun ilegal. Sejumlah industri, dari tekstil dan produk tekstil, alas kaki, hingga keramik, kesulitan bersaing dengan produk dari luar negeri yang harganya murah.

Dalam beberapa kasus, produk impor bisa jauh lebih rendah harganya ketimbang ongkos produksi di dalam negeri. Itu sebabnya banyak usaha gulung tikar. Hingga Oktober 2024, misalnya, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia mencatat ada 30 pabrik di sektor tekstil dan produk tekstil yang tutup.

Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar memberikan keterangan dengan didampingi (dari kiri belakang) Menteri UMKM Maman Abdurrahman, Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir Karding, Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono, Wakil Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Riza Patria, serta Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi seusai rapat tingkat menteri yang membahas di antaranya rencana pembentukan Satuan Tugas Impor Barang, di kantor Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta, 3 Desember 2024. ANTARA/Fauzan


Pemicu banjirnya barang impor dipicu kebijakan pemerintah sendiri. Selama periode Desember 2023 hingga Mei 2024, pemerintah tiga kali merevisi ketentuan impor. Di balik tujuannya untuk memperbaiki iklim usaha, sejumlah ketentuan justru mempermudah barang impor masuk. Kondisi itu diperparah dengan derasnya pengiriman barang impor ilegal ke dalam negeri.

Kementerian Perdagangan merespons masalah banjir impor dengan membentuk Satuan Tugas Pengawasan Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor. Beroperasi mulai 23 Juli 2024, tim ini bekerja hingga 31 Desember 2024 untuk mengawasi sejumlah produk. Tekstil dan produk tekstil, elektronik, alas kaki, serta keramik merupakan contoh produk yang diawasi pemerintah.

Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Moga Simatupang, tim tersebut masih berjalan hingga saat ini. Teranyar, Satuan Tugas mencegah masuknya keramik lantai serta alat makan dan minum yang diimpor secara ilegal dengan nilai Rp 9,8 miliar. Keramik lantai itu masuk radar karena diduga tidak memiliki dokumen perizinan impor yang sesuai. Sedangkan alat makan dan minum diduga tidak memiliki perizinan impor, seperti laporan surveyor dan nomor pendaftaran barang. 

Menurut Moga, selama bertugas, tim ini menggagalkan barang impor masuk dengan total nilai Rp 202,45 miliar. Produknya beragam, seperti pakaian dan aksesori pakaian jadi, tas, mainan anak, elektronika, telepon seluler dan tablet, pakaian bekas, karpet, handuk, perlak, tekstil, kosmetik, alas kaki, handphone, laptop, kain gulungan, keramik, serta alat makan dan minum.

Kementerian Perdagangan belum membahas kelanjutan nasib satuan tugas ini. Namun Moga menyatakan pihaknya mendukung rencana Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat. "Terkait rencana Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat membentuk Satgas Impor Barang, kami menyambut baik dalam upaya memperkuat pengawasan dan mengamankan industri dalam negeri dan produk UMKM pada khususnya, mengingat satgas yang ada sekarang ini masa tugasnya akan berakhir pada 31 Desember 2024," katanya.

Dia memastikan pihaknya bakal berkoordinasi untuk mengamankan pasar dalam negeri dan menghindari terjadinya tumpang tindih tugas jika memang nantinya masa kerja Satuan Tugas Pengawasan Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor berlanjut. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia Firman Bakri berharap pemerintah membuat satuan tugas untuk mengawasi impor ini secara permanen. Aturan untuk mencegah dampak impor legal dan ilegal sudah tersedia dan butuh peningkatan pengawasan untuk membuat beleid-beleid itu optimal. "Sebab, apa gunanya ada aturan yang banyak kalau kemudian tidak ditegakkan hukumnya," tutur Firman.

Saat ditanya soal efektivitas satuan tugas, Firman kesulitan mengukurnya. Pasalnya, pada saat yang sama terjadi pelemahan daya beli yang juga mempengaruhi permintaan produk. Dia mencontohkan, selama periode Idul Fitri 2024, tercatat penurunan penjualan sekitar 20 persen.

Yang pasti, Firman mengatakan, anggotanya masih kesulitan bertahan. "Saat ini masih berat karena ada masalah daya beli, impor ilegal, dan kemudian kita akan menghadapi kenaikan PPN serta UMK," ujar Firman. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Han Revanda Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Vindry Florentin

Vindry Florentin

Lulus dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran tahun 2015 dan bergabung dengan Tempo di tahun yang sama. Kini meliput isu seputar ekonomi dan bisnis. Salah satu host siniar Jelasin Dong! di YouTube Tempodotco

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus