Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Sejarah Sritex, Produsen Seragam NATO yang Disebut-sebut Kini Terancam Bangkrut

Di tahun 1994, Sritex pernah menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan Tentara Jerman

25 Juni 2024 | 15.49 WIB

Pekerja menjahit pakaian untuk seragam militer tentara Portugal, di pabrik PT Sri Rejeki Isman (Sritex), Sukoharjo, Jawa Tengah, 12/3). ANTARA/R. Rekotomo
Perbesar
Pekerja menjahit pakaian untuk seragam militer tentara Portugal, di pabrik PT Sri Rejeki Isman (Sritex), Sukoharjo, Jawa Tengah, 12/3). ANTARA/R. Rekotomo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Keuangan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, Welly Salam, menanggapi kabar yang menyebut perusahaan ini terancam gulung tikar alias bangkrut. Ia membantah kabar tersebut, tapi ia mengaku bahwa pendapatan Sritex menurun drastis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Penjelasan dari PT Sritex ini juga sebagai respon terhadap surat dari Bursa Efek Indonesia yang dikirimkan pada 21 Juni 2024 terkait kondisi perusahaan yang dikabarkan bangkrut. “Tidak benar, karena perseroan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan,” kata Welly dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tempo pada Senin, 24 Juni 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Welly mengaku pandemi Covid-19 dan persaingan di industri tekstil global menjadi faktor utama penurunan pendapatan Sritex. Selain itu, konflik Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina juga menyebabkan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat kawasan Eropa maupun Amerika Serikat

Welly juga menjelaskan, pendapatan perusahaan menurun akibat over supply tekstil di China. Banyaknya produk China yang masuk ke Indonesia saat ini membuat penjualan produk dari PT Sritex belum pulih. “Yang longgar aturan impornya, tidak menerapkan bea masuk anti-dumping, tidak ada tarif barrier maupun non-tarif barrier, dan salah satunya adalah Indonesia,” kata dia.

Sritex selama ini dikenal sebagai salah satu raksasa industri tekstil di Indonesia. Perusahaan ini pernah mencapai masa kejayaan dan kerap menjadi langganan dunia internasional. Lantas, seperti apa profil Sritex yang kini dikabarkan berada diambang kebangkrutan?

Profil PT Sritex

Sritex adalah perusahaan tekstil yang didirikan pada tahun 1966 oleh HM Lukminto, pria yang lahir pada  Juni 1946 di Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur. Ia merintis Sritex berawal sebagai pedagang tekstil eceran hingga kemudian berkembang menjadi perusahaan tekstil dan garmen terbesar di Indonesia. 

Sritex bermula dari sebuah usaha dagang (UD) bernama “Sri Redjeki” di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah. Pada 1968, usaha kecil ini mengalami pertumbuhan pesat dan mulai memproduksi kain kelantang dan celup di pabrik pertamanya di Solo. 

Kemudian di tahun 1978 Sritex terdaftar dalam Kementerian Perdagangan sebagai perseroan terbatas. Pada 1982, Sritex mendirikan pabrik pemintalan pertama mereka, yang menjadi batu loncatan penting dalam ekspansi perusahaan.

Pabrik tekstil yang berlokasi di Sukoharjo, Jawa Tengah ini beroperasi di lahan seluas 150 hektar dengan karyawan mencapai total 25 ribu orang. Sekitar 70 persen produksinya diekspor dan 30 persen lainnya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Selanjutnya: Produsen Seragam Militer NATO dan Jerman....

Produsen Seragam Militer NATO dan Jerman

Di tahun 1994, Sritex pernah menjadi produsen seragam militer untuk Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan Tentara Jerman. PT Sritex sendiri memiliki lebih dari 300 ribu desain kain, termasuk enam desain pakaian militer yang telah dipatenkan di Dirjen HAKI. 

Melansir Antara, sebagian besar ekspor Sritex dilakukan ke Amerika Serikat dengan nilai total mencapai US$ 300 juta per tahun, diikuti oleh kawasan Eropa dengan nilai mencapai US$ 200 juta per tahun.

Kapasitas produksi Sritex tidak hanya terbatas pada seragam militer, tetapi juga mencakup perlengkapan militer untuk berbagai negara di seluruh dunia. Jangkauan pasar Sritex bahkan telah mencapai lebih dari 100 negara di dunia. 

Negara-negara yang dipasok oleh PT Sritex untuk kebutuhan tekstil, termasuk benang, kain, dan pakaian militer, antara lain Jerman, Inggris, Malaysia, Australia, Timor Leste, Uni Emirat Arab, Kuwait, Brunei Darussalam, Singapura, Amerika Serikat, Papua Nugini, Selandia Baru, Tunisia, Turki, dan anggota NATO.

Selamat dari Krisis Moneter

Sritex selamat dari krisis moneter di tahun 1998 dan pada 2001 berhasil melipatgandakan pertumbuhannya sampai 8 kali lipat dibanding waktu pertama kali terintegrasi pada 1992. Kemudian pada 2013, PT Sritex secara resmi terdaftar sahamnya (dengan kode ticker dan SRIL) di Bursa Efek Indonesia.  

Di tahun 2014, Iwan S. Lukminto yang merupakan Direktur Utama Sritex sekaligus anak sulung mendiang HM Lukminto menerima penghargaan sebagai Businessman of the Year dari Majalah Forbes Indonesia dan sebagai EY Entreprenuer of the Year 2014 dari Ernst & Young.

Tiga tahun setelahnya atau tepatnya 2017, perusahaan ini berhasil menerbitkan obligasi global senilai US$ 150 juta yang akan jatuh tempo pada 2024.

Rekor MURI

Prestasi Sritex tidak  hanya meliputi aspek bisnis semata. Sritex tercatat beberapa kalo memperoleh penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI). Salah satunya pada 2015, Sritex menerima penghargaan dari Museum Rekor Indonesia sebagai Pelopor dan Penyelenggara Penciptaan Investor Saham Terbesar Dalam Perusahaan.

Kemudian pada 2016, Sritex kembali mencatatkan rekor Muri untuk jumlah peserta terbanyak dalam penyuluhan narkoba yang diadakan oleh satu perusahaan. Sebanyak 30 ribu karyawan Sritex mengikuti penyuluhan tersebut. Acara ini diselenggarakan sehari setelah peringatan ulang tahun ke-50 PT Sritex dan ulang tahun ke-71 Republik Indonesia di kompleks perusahaan.

Selanjutnya pada 2019, sebanyak 38 ribu karyawan Sritex Grup melakukan kerja bakti massal untuk membersihkan lingkungan. Kegiatan ini mencetak rekor Muri baru untuk Kerja Bakti di Lingkungan Perusahaan oleh Karyawan Terbanyak. Kerja bakti tersebut dilakukan dalam rangka menyambut HUT Kemerdekaan RI ke-74 dan HUT Sritex ke-53.

ANDIKA DWI | RIZKI DEWI AYU

 

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus