Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Selain Maybank, Ini 4 Kasus Besar Pembobolan Bank yang Jadi Perhatian Publik

Sedikitnya ada empat kasus besar pembobolan bank yang menyita perhatian masyarakat sebelum ramai kasus Maybank belakangan ini muncul.

12 November 2020 | 15.43 WIB

Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo memberikan keterangan saat konferensi pers kasus pembobolan Bank BNI oleh Maria Pauline Lumowa di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat, 10 Juli 2020.TEMPO/Muhammad Hidayat
Perbesar
Kabareskrim Polri Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo memberikan keterangan saat konferensi pers kasus pembobolan Bank BNI oleh Maria Pauline Lumowa di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat, 10 Juli 2020.TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pembobolan dana nasabah PT Bank Maybank Indonesia Tbk. Winda Erlinda atau Winda Earl dan ibunya, Floletta Lizzy Wiguna, senilai lebih dari Rp 20 miliar hingga kini masih ditangani kepolisian. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Kasus ini muncul ke publik saat Winda yang merupakan atlet esport ini mendatangi Bareskrim Polri pada Kamis, 5 November 2020 untuk menanyakan perkembangan penyidikan. Winda sebelumnya melaporkan kasus ini sejak 8 Mei 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hingga kini Bareskrim Polri sudah menetapkan Kepala Cabang Maybank Cipulir Jakarta Selatan berinisial A sebagai tersangka. Adapun kuasa hukum Maybank, Hotman Paris Hutapea, menyatakan ada sejumlah kejanggalan dalam kasus ini dan dinilai perlu menjadi penyidikan lebih lanjut.

Bukan kali ini kasus pembobolan dana bank terjadi dan menyita perhatian publik. Sebelumnya tercatat sedikitnya empat kasus besar pembobolan bank yang juga menjadi perhatian masyarakat beberapa tahun lalu. Berikut rangkuman sejumlah kasus tersebut:

1. Pembobolan Citibank oleh Malinda Dee 

Nama Malinda Dee mendadak jadi buah bibir pada sembilan tahun lalu karena kasus penggelapan dana nasabah Citibank N.A senilai Rp 17 miliar. Wanita yang memiliki nama asli Inong Malinda ini merupakan Relationship Manager Citibank dan disebutkan menggelapkan dana nasabah sejak 2009.

Pada Maret 2012, Malinda Dee divonis delapan tahun penjara dan denda Rp 10 miliar. Selain dikurung dan didenda, mobil-mobil mewah Melinda Dee juga diminta dikembalikan ke Citibank. Deretan mobil mewah tersebut antara lain Ferrari Scuderia, Ferrari California, Mercedes e350, dan Hummer.

Kepolisian menjerat Melinda dengan pasal 49 ayat 1 dan 2 UU no 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU No.10/1998 tentang perbankan dan atau pasal 6 UU No.15/2002 sebagaimana diubah dengan UU No.25/2003 sebagaimana diubah dengan UU No.8/2010 tentang tindak pidana pencucian uang.

Tak hanya itu, Malinda Dee melakukan kejahatannya dengan mengaburkan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap beberapa slip transfer penarikan dana pada rekening nasabah Citibank.

2. Penggelapan Dana Elnusa di Bank Mega

Kasus penggelapan dana juga pernah terjadi di Bank Mega pada 2009-2010. Dana milik PT Elnusa Tbk. senilai Rp 111 miliar yang disimpan di Bank Mega cabang Jababeka dibobol oleh Mantan Direktur Keuangan Elnusa Santun Nainggolan dan Kepala Cabang Bank Mega Jababeka Itman Harry Basuki.

Itman dijatuhi hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta oleh majelis hakim Tindak Pidana Korupsi, Bandung pada 2012. Ketua Majelis Hakim menyampaikan dalam vonisnya, Itman terbukti melakukan dugaan korupsi bersama lima orang terdakwa lainnya yaitu Santun Nainggolan, Ivan CH Litha, Andhy Gunawan, Richard Latief, dan Teuku Zulham Sjuib.

Vonis Itman melengkapi vonis lima tersangka lainnya. Santun Nainggolan divonis 8 tahun penjara, Richard Latif 6 tahun penjara, Ivan CH Litha 9 tahun penjara, Andi Gunawan 4 tahun dan Sjuib mendapat vonis 4 tahun.

Elnusa juga memenangkan gugatan perdata tingkat banding terhadap Bank Mega terkait dengan kasus hilangnya deposito tersebut dan meminta bank mencairkan dana senilai Rp111 miliar beserta bunga 6 persen per tahun.

3. Pembobolan Rp 250 Miliar BTN

Pembobolan bank juga pernah terjadi di bank pelat merah. Pada 2016, dana sebesar Rp 250 miliar di BTN dibobol oleh oknum bank dan bermodus pemalsuan deposito.

Kasus ini berawal saat salah satu perusahaan yang menjadi nasabah perusahaan akan mencairkan dana. Namun, BTN mengkonfirmasi penempatan deposito dana tidak terdaftar. BTN memberitahukan dana tersebut terdaftar sebagai nasabah rekening giro dan sudah dilakukan penarikan dana.

Pelaku diduga menjalankan modus mengajukan penawaran menempatkan dana pada BTN dengan bunga sesuai pasaran kepada korban.

Beberapa perusahaan yang menempatkan uang pada BTN yakni Surya Artha Nusantara Finance (SAN Finance), PT Asuransi Jiwa Mega Indonesia (AJMI) dan PT Asuransi Umum Mega (AUM), serta PT Global Index Investindo.

Peristiwa ini telah diputus oleh pengadilan dalam perkara pidana dan telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht van gewijsde. Pengadilan telah menjatuhkan vonis hukuman kepada pelaku, yaitu komplotan di luar Bank BTN dan oknum pegawai yang terlibat.

Terdapat dua putusan atas kasus BTN tersebut oleh PN Jakarta Selatan dan PN Jakarta Utara. Pelaku berinisial BS diputuskan pidana penjara selama 7 tahun, sedangkan kasus pidana di PN Jakarta Utara saat ini pelaku inisial DB juga sudah diputus pidana selama 8 tahun.

4. Pembobolan BNI oleh Maria Pauline Lumowa

Pada tahun ini kasus pembobolan dana bank kembali terkuak. BNI dibobol senilai Rp 1,7 triliun pada 2003 lewat letter of credit (L/C) fiktif. Dalam kasus ini, buronan pembobol Maria Pauline Lumowa melarikan diri selama 17 tahun dan ditangkap di Serbia.

Pada Juli 2020, pemerintah telah mengekstradisi Maria dan dipastikan menjalani proses hukum di Indonesia. Proses ekstradisi Maria hingga akhirnya bisa kembali ke tanah air menempuh proses cukup panjang. Pasalnya setelah melakukan aksi pembobolan tersebut Maria pergi ke Singapura.

Maria juga tercatat bolak-balik Belanda - Singapura. Dalam menjalankan aksinya Maria membobol kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.

Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai US$ 136 juta dan 56 juta euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' lantaran bank plat merah itu tetap meneken jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.

Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group dan mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor.

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.

BISNIS

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus