Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pemberian izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah tak hanya diberikan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami akan kasih ke Ormas (organisasi kemasyarakatan berbasis agama) yang lain," kata Bahlil, saat ditemui seusai mengikuti pelantikan anggota Pengurus Pusat Asosiasi Pengusaha Jasaboga Indonesia (APJI) di kantor Kementerian Investasi, Jakarta Pusat, Kamis, 27 Juni 2024. Bahlil tak menjelaskan spesifik ormas lain yang dia sebutkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ditanya bahwa IUP tambang soal nama Muhammadiyah, yang kabarnya masih menunggu pemerintah, Bahlil tak berkomentar banyak. "Nanti kami lihat, ya. Aku lagi ada acara," kata dia, sembari berjalan meninggalkan arena pelantikan pengurus APJI tersebut.
Sebelumnya, Bahlil mengatakan pemerintah akan mempercepat proses pemberian izin badan usaha yang dibentuk NU, meski saat ini masih tahap proses. “Insya Allah (minggu depan). Doain, ya. Pemberian kepada PBNU adalah eks KPC, tanya mereka kalau sudah kami kasih,” kata dia, 7 Juni 2024.
Bahlil mengatakan, PBNU tengah memproses badan usaha yang dipergunakan untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Adapun lahannya adalah eks lahan PT Kaltim Prima Coal (KPC) anak perusahaan PT Bumi Resources Tbk.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat atau PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, mengatakan belum ada pembicaraan soal penawaran pemerintah dalam pengelolaan tambang yang berkaitan izin tambang ormas. Hal ini setelah Presiden Joko Widodo memberi lampu hijau bagi ormas keagamaan untuk mengelola tambang.
Bagi-bagi IUP tambang ini muncul setelah ditekennya Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. “Kalau ada penawaran resmi Pemerintah kepada Muhammadiyah akan dibahas dengan saksama,” kata Mu’ti, dalam keterangan tertulisnya, Senin, 3 Juni 2024.
Pilihan Editor: Rugi Rp 1,8 Triliun, Bos Kimia Farma Beberkan Penyebabnya