Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Sensur gaya medan

Acara 'berbalas pantun' di tvri medan kini disensor. kritik dan sindiran kini tak di perbolehkan. mereka konon tak boleh lagi melancarkan kritik. (md)

18 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

STUDIO film di Sunggai, Metan, yang telantar dan tak berfungsi, jadl sasaran kritik lagi. Kritik tersebut muncul dari suatu acara TVRI Stasiun Medan. Malam itu kelompok panrun Nyanyi Sunyi bertarung dengan kelompok Buah Rindu. Keduanya beranggotakan mahasiswa Fakultas Sastra dan Sejarah USU. Nyanyi Sunyi mendapat kesempatan pertama menjuat pantunnya, begini: Mario Pinem si anak tunggal harapan ibu kepada dirinya, Studio film yang di Sunggal bangunan itu apa fungsinya. Tepuk tangan penonton yang memenuhi studio rekaman TVRI lokal riuh terdengar. Studio film di Sunggal itu di bangun dengan biaya Rp 400 juta di zaman Gubernur Marah Halim. Nasibnya memang sudah lama dipertanyakan. Dari studio itulah Marah Halim pernah berambisi melahirkan film-film berbobot, yang kalau bisa menandingi produksi Jakarta. Tapi karena tak jelas pengelolanya, studio tadi nyaris remuk. Semua kenyataan suram itu kemudian digambarkan kelompok pantun Buah Rindu dalam jawaban berikut: Buab duku belumlah busuk ambil kulitnya tarub di bangku, Rumab bantu dan sarang nyamuk itu fungsinya yang kami tahu. Terdengar lagi tepuk tangan riuh. Lewat acara Berbalas Pantun itulah orang Medan, juga umumnya penduduk Sumatera Utara dan Riau, seolah mendapat kembali sesuatu yang hilang. Program tadi mengudara sejak 2 April -- dan disiarkan sekali sebulan. Dan di luar dugaan TVRI Medan, peminat pantun -- terutama dari kalangan usia muda -- ternyata cukup banyak. Paham Kaidah Siapa saja dan dari golongan mana pun -- menurut J. Terkelin Tarigan, Kepala Seksi Siaran Budaya Drama dan Niaga TVRI Medan --boleh mendaftarkan sebagai pemantun. Mereka, tentu, harus sudah memahami kaidah pantun Melayu yang terdiri dari empat baris. Setiap baris terdiri dari empat sampai 12 suku kata. Keempat baris pantun itu, harus saling berkait dan selalu berakhiran menuruti a-b-a-b. Baris pertama kedua merupakan sampiran, sedang baris ketiga dan keempat merupakan isi. Jika syarat itu sudah dikuasai, pantun yang mereka bawakan "tidak boleh bersifat menghina, menghasut apalagi sampai menimbulkan keresahan," lanjut Terkelin. Kepada setiap kelompok, yang terdiri dari lima orang termasuk juru bicaranya pihak TVRI sebelumnya memberikan penataran. Di situ, misalnya, bila suatu kelompok penjual mengajukan scbuah pantun, 20 detik kemudian pembeli dilatih sudah harus memberikan jawaban. Mereka pun dilatih mengajukan pantun agar tidak lari dari suatu tema yang telah ditetapkan. Jika dalam undian kedua pihak harus membawakan pantun pembangunan, misalnya, maka tema itulah yang harus tetap dipegang. "Siapa yang lari dari tema yang ditentukan, nilainya akan berkurang," kata Drs Sabaruddin Achmad, seorang dari tiga juri pantun. Selain pantun pembangunan, ada pula pantun jenaka. pantun sindiran dan pantun kasih (muda-mudi). Sesudah menguasai soal elementer itu, rekaman pun kemudian diselenggarakan. Di sinilah sesungguhnya ketangkasan berpikir seorang pemantun diuji. Tanpa teks, kedua pihak tersebut harus secara cepat dan spontan menjual dan membeli pantun. Di situ diperlukan "otak yang cerdas supaya bisa menjual dan membeli," kata Drs Tengku Sita Syaritsa, Koordinator Siaran - Berbalas Pantun. Adakalanya dua kelompok pemantun sudah rontok di studio rekaman. Karena tidak mampu berpantun secara cepat dan spontan. Namun peminat tetap tak surut. "Sekarang saja ada lima kelompok yang antre menunggu penampilan," ujar Tengku Syaritsa. Baguskah kualitas pantun yang diudarakan? Menurut Sabaruddin, para peserta "masih belum mampu mengungkapkan keindahan sastra (pantun) Indonesia. Pantun yang pernah dibawakan "nilai sastranya sangat kurang," katanya. "Mereka masih terpaku pada usaha menjaga secara hati-hati kaidah a-b-a-b saja." Ia juga menilai sampiran sejumiah pantun yang telah disiarkan TVRI Medan itu belum membayangkan isi sesungguhnya. Sesungguhnya "setiap baris pantun harus punya hubungan batin, irama dan falsafah," tambahnya. Toh semua kekurangan itu, untuk suatu usaha permulaan, dianggap masih wajar. "Yang pertama memancing minat dulu. Soal kualitas, hal kedua," kata Sabaruddin . Tapi selagi acara itu merangkak naik, TVRI Medan mendadak mengubah sikapnya. Menurut Heri Pribadi Ms., pimpinan kelompok pantun Kuala Deli, setiap kelompok kini harus mengajukan terlebih dulu materi pantun yang akan dipertandingkan. Teks itu, sebelum diudarakan, harus dikoreksi pihak TVRI Medan. "Kami sekarang terpaksa menghafal teks, tidak bisa spontan dan tidak bisa berimprovisasi lagi," kata Heri. Mereka konon tak boleh lagi melancarkan kritik. Kenapa sensur itu dilakukan? Ini gara-gara kelompok Senandung Rindu mengkritik secara tajam soal kekotoran kota Medan karena sampah, dan kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap jalan-jalan yang rusak. Pihak yang terkena tak menyukainya. Maka penyelenggara diminta melakukan sensur preventif. "Padahal kalau diperkenankan mengkritik," kata Heri "kami akan lebih keras lagi menyindir dalam membawakan pantun pembangunan."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus