Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Panitia Seleksi Dewan Komisioner OJK menetapkan peserta yang lulus seleksi administratif.
Wakil menteri hingga mantan direktur BUMN masuk daftar kandidat pemimpin OJK.
Para kandidat ini diharapkan membawa OJK lebih adaptif pada perkembangan industri keuangan.
JAKARTA — Panitia Seleksi Calon Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) periode 2022-2027 mengumumkan 155 calon yang lulus seleksi tahap 1 atau seleksi administratif. Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku Ketua Panitia Seleksi mengatakan, hingga penutupan pendaftaran pada 25 Januari lalu, ada 526 orang yang mendaftar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari jumlah itu, 263 calon menyelesaikan seluruh proses pendaftaran. “Dari seluruh kandidat itu, Panitia Seleksi menetapkan 155 calon yang lulus seleksi tahap 1. “Seleksi bersifat final, mengikat, dan tidak dapat diganggu gugat,” kata dia, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Calon anggota Dewan Komisioner OJK yang lulus seleksi administratif berasal dari berbagai kalangan, dari lingkup internal OJK, Bank Indonesia, Lembaga Penjamin Simpanan, Kementerian Keuangan, kementerian/lembaga lainnya, pelaku industri jasa keuangan perbankan, pasar modal, hingga akademikus.
Menteri Keuangan selaku Ketua Panitia Seleksi Pemilihan Calon Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sri Mulyani Indrawati (kiri), didampingi anggota Panitia Seleksi Pemilihan Calon Anggota Dewan Komisioner OJK, Perry Warjiyo, memaparkan pengumuman pendaftaran calon anggota Dewan Komisioner OJK periode 2022-2027, di Jakarta, 31 Desember 2021. ANTARA/Rivan Awal Lingga
Beberapa nama yang telah luas dikenal publik antara lain Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir; Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar; Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan 2020-2021, Dian Ediana Rae; eks Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara; Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan, Hoesen; Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Inarno Djajadi; serta eks Direktur Utama MIND ID, Orias Petrus Moedak.
Selanjutnya, 155 calon yang lulus tersebut akan memasuki seleksi tahap 2. Panitia Seleksi mengajak masyarakat memberikan masukan dan informasi mengenai integritas, rekam jejak, dan perilaku calon anggota Dewan Komisioner OJK. Masyarakat dapat mengirim masukan melalui surat elektronik (e-mail) di [email protected] atau surat yang dikirim kepada Panitia Seleksi dengan alamat Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Gedung Djuanda 1 Lantai G, Jalan Dr. Wahidin Raya No. 1, Jakarta Pusat.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, mengungkapkan, nama-nama calon yang lulus seleksi amat beragam dan menggambarkan komposisi keterwakilan yang dibutuhkan, baik dari regulator, pemerintah, kalangan industri, maupun akademikus. “Sejauh ini mereka yang lulus dikenal publik memiliki kapasitas mumpuni, pengalaman, dan jejak integritas yang baik,” kata dia.
Proses seleksi juga dilakukan dengan transparan, dengan publik bisa menyampaikan masukan apabila memiliki informasi terkait dengan integritas calon yang diragukan. “Ada begitu banyak kandidat yang potensial. Tantangannya adalah bagaimana memilih yang terbaik. Sosok yang dibutuhkan adalah yang benar-benar paham permasalahan dan mampu membawa solusi bagi sektor keuangan,” ujar Piter.
Calon Pemimpin OJK
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara menambahkan, nama-nama baru, khususnya dari pelaku industri jasa keuangan, patut dipertimbangkan. Menurut dia, komposisi anggota Dewan Komisioner OJK perlu menggabungkan antara jam terbang yang memadai dari sisi regulasi dengan kemampuan adaptasi teknologi keuangan terbaru. “Artinya, dari nama-nama tersebut, sebaiknya ada ruang untuk pendatang baru, seperti di Amerika Serikat, rekrutmen terhadap eks direksi lembaga keuangan bukanlah hal yang baru,” ucapnya.
Meski demikian, kata Bhima, eks direksi perusahaan swasta tersebut harus dipastikan benar-benar terbebas dari konflik kepentingan dan tidak secara langsung mengawasi perusahaan tempat dia bekerja sebelumnya. Jika hal ini diadopsi, Bhima mengatakan, OJK akan memiliki visi yang lebih progresif dan adaptif dengan perkembangan di praktik industri jasa keuangan yang dinamis. “Kalau semuanya orang-orang yang berasal dari regulator atau pemerintah, maka ada kecenderungan OJK akan kaku dan kurang mengikuti perubahan di ekosistem keuangan,” kata dia. “Misalnya sekarang ada NFT, aset kripto, lalu insurtech, itu semua butuh skill dan knowledge yang memadai agar regulasi yang diterbitkan pas dan melindungi nasabah dari praktik yang merugikan.”
GHOIDA RAHMAH
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo