Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bola mata Alfred Rohimone masih tampak memerah. Pagi itu, di rumah dinasnya di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Direktur Keuangan PT Pertamina itu kelihatan begitu lelah. Gerak-geriknya tak lagi gesit, meski harus sering bolak-balik mengambil dan membuka berbundel-bundel berkas satu per satu. Ia berulang kali mengusap dahinya yang berkeringat. Duduknya tak tegak, dan lebih banyak bersandar di sofa.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo