Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Serikat Demokrasi Rakyat Menduga Ada Korupsi Impor Beras Bulog

Serikat Demokrasi Rakyat mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan dalam impor beras Bulog.

1 Agustus 2024 | 15.57 WIB

Pekerja memikul karung beras di Gudang Bulog, Medan, Sumatera Utara, Selasa, 28 Mei 2024. Perum Bulog Kantor Wilayah Sumatera Utara menerima beras impor dari Thailand sebanyak 10 ribu ton dan dari Pakistan sebanyak 10 ribu ton. ANTARA/Yudi Manar
Perbesar
Pekerja memikul karung beras di Gudang Bulog, Medan, Sumatera Utara, Selasa, 28 Mei 2024. Perum Bulog Kantor Wilayah Sumatera Utara menerima beras impor dari Thailand sebanyak 10 ribu ton dan dari Pakistan sebanyak 10 ribu ton. ANTARA/Yudi Manar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Ditemui Tempo di sebuah kedai kopi di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Hari Puwanto membawa sebundel dokumen. Direktur Eksekutif Serikat Demokrasi Rakyat (SDR) itu menyebut dokumen yang serupa pernah dia serahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, 3 Juli 2024 lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

Dokumen itu berisi laporan soal dugaan penggelembungan harga (mark up) beras impor Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik (Perum Bulog) dari Vietnam dan denda demurrage sebesar Rp 294,5 miliar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hari bercerita, kecurigaannya menyeruak ketika Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data impor beras periode Maret 2024 pada Senin, 22 April 2024. Bulan itu, Bulog mengimpor 567,22 ribu ton atau senilai US$ 371,60 juta. Angka ini naik 921,51 persen secara tahunan (yoy) dan 29,29 persen secara bulanan (mtm). Artinya, Bulog mengimpor beras seharga US$ 655 per metrik ton. 

Menurut Hari, angka itu berbeda dengan dokumen yang dia punya. “Dari situ kami berangkat,” kata dia, Rabu, 24 Juli 2024.

Kepada Tempo, Hari menunjukkan dokumen penawaran harga itu. Berkepala Tan Long Group, perusahaan agribisnis kondang Vietnam, surat itu ditandatangani oleh General Director TLG, Truong Sy Ba—lengkap dengan cap perusahaan bertinta merah. Alamat tujuannya telah dicoret-coret. 

“Ini saya tutup,” kata Hari, menunjuk coretan itu. Hanya terbaca “Jakarta, Indonesia” dalam surat yang juga tak mencantumkan tanggal itu. Hari mengklaim surat itu ditujukan kepada Bulog.

Surat itu memuat penawaran ekspor sejumlah 100 ribu ton beras untuk periode pengiriman Juli dan Agustus 2024. Harganya, masing-masing US$ 538 per metrik ton untuk model free on board (FOB) dan US$ 573 per metrik ton untuk cost, insurance, and freight (CIF). 

Beras yang akan diimpor TLG adalah beras yang disimpan tak lebih dari tiga bulan di gudang. Syarat dan ketentuan impor akan dijelaskan lebih lanjut di dalam kontrak. Bila memerlukan penjelasan atau hendak memulai negosiasi, si penerima surat dipersilakan menghubungi perusahaan.

Hari lantas mengambil angka US$ 573 per metrik ton sebagai harga jual asli. Membandingkan harga itu dengan realisasi impor pada Maret 2024 sebesar US$ 655 per metrik ton, dia mengklaim menemukan selisih harga sebesar US$ 82 per metrik ton. Dia kemudian mengalikan angka itu dengan realisasi impor Januari sampai Mei 2024, yakni sebesar 2,2 juta ton. Walhasil, dia menduga ada selisih sebesar US$ 180,4 juta atau Rp 2,7 trilyun—dengan kurs Rp 15.000 per US$ 1.

Ihwal besar selisih harga sebenarnya, Hari mengakui angka perhitungannya bisa meleset. Sebab, impor sepanjang paruh pertama tahun ini tan hanya berasal dari Vietnam. Pada Maret 2024, impor beras sebesar 286,26 ribu ton berasal dari Vietnam, 142,65 ribu ton dari Thailand, 76,61 ribu ton dari Myanmar, 61,57 ribu ton dari Pakistan, dan 100 ton dari India. Namun, hal ini tak mengurungkan laporannya. Sebab, dia mengklaim harga TLG jauh lebih rendah dari perusahaan-perusahaan lain.

Ketika dikonfirmasi, Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi mengaku tak mengetahui ihwal surat tersebut. “Terkait dokumen penawaran Tan Long Group, kami belum pernah menerima dokumen dimaksud, baik melalui email maupun ekspedisi atau jasa kirim,” kata Bayu saat dihubungi Tempo, Kamis, 1 Agustus 2024.

Dalam sebuah keterangan pers, Bulog pernah mengutip media Vietnam, CAFEF, yang memuat pernyataan Truong Sy Ba. CEO TLG itu membantah pernah memenangi tender Bulog. Dia mengakui sempat mengajukan tawaran informal ke Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, tapi urung karena harga mereka terlampau tinggi.

“Sejak 2023 hingga sekarang, kami hanya memenangkan satu paket beras sebanyak 30 ribu ton melalui Posco (Korea Selatan),” kata Truong Sy Ba, dikutip dari CAFEF, 8 Juli 2024.



close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus