Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Serikat Pekerja PLN Sebut Omnibus Law Ancam Perusahaan Listrik Nasional

Serikat Pekerja dan Buruh di sektor ketenagalistrikan terus menyuarakan penolakan terhadap omnibus law Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja.

16 Agustus 2020 | 11.00 WIB

Sejumlah buruh melakukan aksi di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2020. Dalam aksi ini para buruh menyuarakan penolakan pengesahan  RUU Omnibus Law Cipta Kerja. TEMPO/Muhammad Hidayat
Perbesar
Sejumlah buruh melakukan aksi di kawasan Senayan, Jakarta, Jumat, 14 Agustus 2020. Dalam aksi ini para buruh menyuarakan penolakan pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja. TEMPO/Muhammad Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja dan Buruh di sektor ketenagalistrikkan terus menolak Omnibus Law Rancangan Undang-Undang atau RUU Cipta Kerja. Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PT Perusahaan Listrik Negara (DPP SP PLN) Persero Muhammad Abrar Ali menyebut RUU Cipta Kerja akan membuat ekonomi masyarakat lebih terpuruk.

Sebab di dalam RUU ini, kata dia, terdapat pasal-pasal yang berpotensi menyebabkan listrik dikuasai oleh pihak swasta atau asing. "Jika listrik tidak lagi kuasai oleh negara, maka hal ini berpotensi menyebabkan kenaikan tarif listrik, sehingga harga listrik akan mahal,” kata Abrar dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu, 16 Agustus 2020.

Menurut dia, hal itu sangat bertentangan dengan konstitusi dan membahayakan kedaulatan Negara Republik Indonesia.

Selain SP PLN, mereka yang menyuarakan penolakan ini di antaranya yaitu Persatuan Pegawai Indonesia Power (PPIP), Serikat Pekerja Pembangkit Jawa – Bali (SP PJB), Serikat Pekerja Elektronik Elektrik – FSPMI (SPEE-FSPMI), dan Federasi Serikat Buruh Kerakyatan Indonesia (Serbuk).

Saat ini, RUU Cipta Kerja tengah dalam pembahasan oleh DPR. Dalam pembukaan sidang DPR pada Jumat kemarin, 14 Agustus 2020, Ketua DPR Puan Maharani pun memastian bahwa lembaganya akan terus melanjutkan pembahasan RUU ini. "Secara cermat, hati-hati, transparan, dan terbuka," kata dia.

Sementara itu, Ketua Umum PPIP PS Kuncoro juga mendesak agar pembahasan RUU ini dihentikan.  “Semua ini semata-mata untuk memastikan agar listrik sebagai cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak tetap dalam penguasaan negara,” kata Kuncoro.

Selain melakukan kampanye di media sosial, para serikat pekerja ini juga akan melakukan pemasangan spanduk dan baliho penolakan RUU Cipta Kerja di sejumlah titik strategis. Tujuannya adalah agar masyarakat sadar, jika omnibus law disahkan, maka rakyat akan mengalami kerugian.

Adapun isi dari poster-poster yang sampaikan oleh serikat pekerja di sektor ketenagalistrikan antara lain:

1. Jika Omnibus Law Disahkan: Tarif Listrik Berpotensi Naik =  Listrik Mahal.
2. Listrik Sebagai Harga Diri dan Kebaikan Bangsa
3. Listrik = Pasal 33 Ayat (2) UUD 1945
4. Omnibus Law Menyelingkuhi Putusan Mahkamah Konstitusi = Inskonstitusional
5. Omnibus Law Menghidupkan Pasal Zombie

FAJAR PEBRIANTO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus