Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Cukai Rokok Elektrik Beri Kepastian Bisnis

Menjadi acuan bersama agar industri rokok elektrik lebih tertib.

23 November 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Kementerian Keuangan menetapkan rokok elektrik berupa cairan dan alat pemanas dalam satu-kesatuan (cartridge) sebagai bagian hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL) sehingga menjadi barang kena cukai (BKC). Meski cukai rokok elektrik sudah diatur sebelumnya, aturan salah satu jenis dari ekstrak dan esens tembakau ini belum ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 67 Tahun 2018. 

Sekretaris Jenderal Aliansi Pengusaha Penghantar Nikotin Elektronik Indonesia (Appnindo), Roy Lefrans, mengatakan cartridge yang diatur dalam PMK Nomor 176 Tahun 2020 itu membuat pelaku usaha bernapas lega. Roy berujar, aturan tersebut bisa menjadi acuan bersama untuk menjaga industri rokok elektrik menjadi lebih tertib dan terarah sesuai dengan pedoman pemerintah.

"Pada aturan sebelumnya belum jelas soal peletakan pita cukai dan jumlah kemasan cartridge khususnya. Artinya, sudah ada komunikasi yang baik antara pemerintah dan kami," ujar Roy kepada Tempo, kemarin. 

Saat ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menetapkan cukai vape sebesar 57 persen dari harga jual eceran (HJE). Tarif tersebut diberlakukan selama belum ada keputusan kenaikan tarif dari pemerintah. Meskipun dalam PMK tersebut tidak ditetapkan besaran cukai baru untuk produk tembakau, Roy berharap pemerintah bisa melibatkan pelaku usaha dalam pembahasannya. 

Menurut Roy, pandemi Covid-19 telah membuat industri rokok elektrik babak belur. Terlebih sebagian besar pelaku usahanya berasal dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Ia mencatat omzet rokok elektrik ini anjlok hingga 70 persen selama masa pandemi. "Kami berharap soal penetapan cukai bisa diberi kesempatan untuk diskusi agar kami bisa sampaikan kondisi di lapangan," ujar Roy.

Ketua Umum Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Aryo Andrianto, mengatakan PMK baru tersebut bersifat melengkapi aturan sebelumnya yang mengatur pengemasan. "Aturan penetapan cartridge sebagai barang kena cukai tidak memberatkan sama sekali. Dari sisi pengusaha, semakin jelas aturannya, semakin kami nyaman juga untuk berjualan," ujar Aryo.

Aryo berujar, pendapatan dari cukai rokok elektrik terus tumbuh. Ia mencatat setidaknya tahun ini rokok elektrik menyumbangkan sekitar Rp 700 miliar lewat cukai. Angka itu dinilai lebih baik dibanding dua tahun sebelumnya yang tak sampai Rp 200 miliar. Ia berharap pemerintah memberikan perhatian kepada regulasi yang menjadi kendala industri ini. Adapun penetapan tarif cukai telah diatur dalam PMK Nomor 146 Tahun 2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

"Apabila pemerintah berniat menaikkan tarif lagi, perlu ada pengkajian ulang. Dengan perkembangan industri yang cukup baik, seharusnya jadi bahan pertimbangan pemerintah," tutur Aryo. 

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar-Lembaga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Syarif Hidayat, mengatakan dalam PMK itu disebutkan cartridge rokok elektrik merupakan salah satu jenis dari ekstrak dan esens tembakau sehingga ditetapkan menjadi barang kena cukai. Penetapan cartridge sebagai HPTL baru itu membuat PMK tersebut bertambah beberapa poin.

"Pertama, penegasan bahwa BKC yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai yang isi kemasan ecerannya tidak sesuai, termasuk cartridge, dianggap melanggar," ujar Syarif.

Kedua, Kementerian Keuangan juga memperluas definisi barang kemasan untuk eceran. Dalam PMK sebelumnya disebutkan kemasan adalah barang yang pelunasan cukainya dilakukan dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya harus dalam 1 (satu) kemasan. Sedangkan dalam PMK yang baru ini, definisi kemasan ditambahkan menjadi kemasan yang bersentuhan langsung dengan BKC dan hanya dapat dibuka pada satu sisi.

"BKC yang tidak dikemas sesuai dengan isi kemasan yang diatur dalam PMK berarti melanggar ketentuan," ujar Syarif.

LARISSA HUDA


11

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus