Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rencana terkait pembatasan pembelian bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi kembali mencuat. Sehubungan dengan itu, pemerintah sedang mengupayakan opsi penggantian pertalite dengan BBM jenis baru yang bernama Green 92.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah diketahui telah mematangkan model BBM baru ini agar bisa segera dinikmati masyarakat. Pergantian ini menjadi bagian dari program Langit Biru yang digarap oleh Pertamina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun wacana perilisan BBM jenis baru ini sudah cukup lama. Namun, kali ini ada beberapa sinyal jika BBM baru itu akan segera didistribusikan. Terlebih setelah munculnya rencana pembatasan BBM bersubsidi.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan informasi pembatasan tersebut lewat unggahan di akun Instagram resminya. Dalam unggahannya, Luhut menyatakan pembatasan dilakukan agar BBM bersubsidi tepat sasaran. “Kita berharap 17 Agustus ini kita sudah bisa mulai, di mana orang yang tidak berhak dapat subsidi itu akan bisa kita kurangi. Kita hitung di situ,” ucap Luhut.
Lantas, seperti apa BBM jenis baru Green 92 yang dikabarkan akan didistribusikan Agustus nanti? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.
Mengenal BBM Baru Green 92
Green 92 sejatinya bagian dari BBM pertamax yang dikenalkan pertamina. Pertamax Green 92 diciptakan dengan meningkatkan kadar oktan dengan cara mencampur Pertalite (RON 90) dengan bioenergy, Etanol sebesar 7 persen (E7). Bioenergi ini merupakan energi terbarukan yang sudah teruji oleh WWFC (Worldwide Fuel Charter).
Terdapat beberapa kandungan dalam Pertamax Green 92 yang patut jadi perhatian. Salah satunya adalah etanol. Etanol disini dihasilkan dari proses molases tebu dan menjadi bahan bakar nabati yang terbarukan.
Hal itulah yang membuat Pertamina menamakannya sebagai Pertamax Green 92. BBM jenis baru ini kemudian diklaim menjadi salah satu langkah untuk menurunkan emisi karbon dan menghasilkan BBM yang lebih ramah lingkungan.
Di sisi lain, Green 92 juga dikembangkan dengan bilangan oktan yang ditingkatkan lebih tinggi dari pertalite. Pertamax Green 92 dikembangkan dari RON (Research Octane Number) 90 menjadi RON 92 dengan tambahan 7 persen etanol.
Campuran etanol meningkatkan nilai menjadi RON 92, yang membuat mesin dapat beroperasi lebih efisien dan meminimalkan risiko kerusakan. Bilangan oktan ini adalah satuan angka yang menunjukkan nilai suatu bahan bakar. Semakin tinggi nilai oktan, maka akan semakin ramah lingkungan.
Selain itu, nilai oktan dalam BBM juga menjadi faktor penentu kinerja bahan bakar terhadap mesin bermotor. Jika nilai oktan tinggi akan memungkinkan kendaraan untuk tidak memerlukan banyak tambahan bahan bakar. Artinya bahan bakar dengan nilai oktan lebih tinggi akan lebih hemat.
BBM Jenis Solar Baru
Selain Green 92, pemerintah juga dikabarkan sedang bersiap untuk memproduksi BBM baru jenis solar. Melansir dari Koran Tempo, BBM baru ini diklaim Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lebih rendah sulfur tanpa perlu mencampurnya dengan bahan bakar nabati.
Solar hijau yang bakal diproduksi ini merupakan hasil pengolahan minyak mentah menjadi BBM solar. Menurut Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), solar hijau ini penting untuk mewujudkan target nol emisi.
“BBM rendah sulfur ini bagian dari upaya mendukung bahan bakar ramah lingkungan,” ucap anggota Komite BPH Migas, Saleh Abdurrahman, kepada Tempo, Selasa, 16 Juli 2024.
Adapun saat ini kandungan sulfur dalam BBM yang diproduksi Pertamina masih tinggi. Oleh karena itu, kata Saleh, apabila Indonesia ingin memproduksi solar yang sesuai dengan standar berkelanjutan, kandungan sulfurnya harus di bawah 50 part per million (ppm). Saleh menuturkan saat ini kilang Pertamina RU VI Balongan baru bisa memproduksi solar dengan kadar sulfur 50 ppm.
Distribusi BBM baru jenis solar ini dikabarkan akan diuji coba pada 17 Agustus 2024. Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi Agus Cahyono menyatakan pihaknya masih mencari bahan pencampur yang bisa mengurangi kandungan sulfurnya.
Di sisi lain, proyek PT Kilang Pertamina Balikpapan yang akan memproduksi BBM baru ini belum rampung. Namun, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan bahwa solar hijau ini sedang disiapkan untuk menggantikan solar bersubsidi.
Pilihan editor: Legislator Minta Pemerintah Sosialisasikan Pembatasan Pembelian BBM Bersubsidi: Jangan Sampai Masyarakat Resah
RADEN PUTRI | TIM TEMPO