Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menanggapi soal dugaan politisasi bantuan sosial atau bansos di tahun politik. Ia menilai pembagian bansos berupa barang memiliki kecenderungan untuk dimanipulasi dan disalahgunakan oleh kelompok tertentu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Hal ini juga kita sudah buktikan dari pembagian Bansos berupa barang yang kemudian dikorupsi oleh Menteri Sosial ketika itu (Menteri Sosial 2019-2020 Juliari Batubara)," ujar Yusuf saat dihubungi Tempo, Ahad, 7 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Yusuf, untuk menjalankan program bansos berupa barang seperti beras, susu, atau makan siang gratis perlu memberdayakan tempat-tempat publik. Misalnya, Puskesmas, Balai Desa atau balai kumpul warga untuk mendistribusikan barang tersebut. Terutama bila tujuan dari program tersebut untuk mengenakan masalah stunting.
Terlebih, ia menjelaskan, selama ini sebenarnya bantuan langsung tunai atau BLT yang sifatnya kondisional juga telah berkorelasi terhadap penurunan angka stunting di beberapa daerah di Indonesia. Meskipun, ia tak menampik akan ada perdebatan ihwal cakupan penerima dan juga nominal bantuan yang diberikan.
Besarnya potensi penyalahgunaan bansos juga menjadi sorotan Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Arif Nur Alam. Arif menilai potensi politisasi bantuan sosial atau bansos sangat tinggi, terlebih pada tahun politik saat ini sangat besar. Hal tersebut mengingat anggaran bansos pada 2024 meningkat signifikan.
Arif menggarisbawahi ada kecenderungan tren dana bansos naik signifikan. Pada 2024 angkanya naik Rp 53,3 truliun atau 12 persen dibandingkan realisasi anggaran perlindungan sosial pada 2023 sebesar Rp 443,5 triliun. Sehingga total anggaran bansos pada 2024 direncanakan sebesar Rp 486,8 triliun.
Menurutnya, anggaran ini berpotensi dipolitisasi oleh pihak yang berkepentingan dalam kontestasi politik di Pemilu 2024. Pasalnya, penambahan anggaran tersebut belum didukung dengan tata kelola yang transparan sehingga rentan menjadi bancakan politik.
Tidak hanya oleh peserta pemilu, Arief menilai, ada aktor-aktor lainnya yang berpotensi menyalahgunakan program bansos, antara lain penyelenggara negara atau aparatur sipil negara (ASN), BUMN dan BUMD, serta masyarakat penerima.