Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membeberkan penyebab jebolnya anggaran subsidi dan kompensasi energi. Apakah Pertalite, Solar subsidi atau elpiji ukuran 3 kilogram yang menguras anggaran subsidi paling besar?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Dalam konferensi pers tindak lanjut hasil rapat koordinasi Kemenko Perekonomian terkait kebijakan subsidi BBM yang digelar di Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat, 26 Agustus 2022, Sri Mulyani blak-blakan menjelaskannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Untuk harga Pertalite sebesar Rp 7.650 per liter, kata Sri Mulyani, sudah jauh di bawah di harga pasar saat ini. Bila mengacu pada Indonesia Crude Palm atau ICP kini di US$ 105 dan kurs Rupiah 14.700 per dolar AS, maka harga Pertalite seharusnya berada di level Rp 14.450 per liter.
Dengan begitu, kata Sri Mulyani, artinya sebanyak 53 persen rakyat yang mengonsumsi dan menggunakan Pertalite per liternya mendapatkan subsidi Rp 6.800 per liternya atau 47,1 persen dari harga keekonomian.
Sementara untuk harga jual Solar subsidi sebesar Rp 5.150 per liter, atau jauh lebih rendah ketimbang harga pasar. Dengan asumsi harga ICP US$ 105 dan kurs Rupiah 14.700 per dolar AS, maka harga Solar subsidi seharusnya di Rp 13.950 per liter.
Tapi nyatanya, harga Solar subsidi yang dijual PT Pertamina (Persero) lewat SPBU-nya hanya 37 persen dari harga riil keekonomiannya. Artinya, masyarakat dan seluruh perekonomian mendapatkan subsidi sebesar 63,1 persen dari harga keekonomian, yakni Rp 8.800 per liter.
Sedangkan harga LPG 3 kg saat ini adalah Rp 4.250 per kg atau sekitar Rp 12.750 per tabung. Bila menggunakan harga ICP di US$ 105 per barel dan kurs Rupiah 14.700 per dolar AS, maka harga LPG 3 kg seharusnya di Rp 18.500 per kg.
Dengan kondisi sekarang, kata Sri Mulyani, konsumen mendapatkan subsidi Rp 14.250 per tiap kilogram elpiji. Harga itu setara dengan 77 persen dari harga pasar. "Jadi kalau setiap kali beli LPG 3kg, subsidinya adalah Rp 42.750," ucapnya.
Selanjutnya: Windfall profit tak cukup menutupi membengkaknya subsidi dan energi.
Sri Mulyani menyatakan pemerintah pemerintah sebelumnya telah mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi energi menjadi Rp 502 triliun pada APBN 2022. Dengan tanpa kebijakan pembatasan konsumsi ataupun kenaikan harga BBM subsidi, pemerintah khawatir anggaran subsidi kian menipis.
Apalagi harga ICP naik dari asumsi semula US$ 100 per barel menjadi US$ 105 per barel saat ini. "Jadi kalau bilang subsidi jangan dicabut, wong duitnya Rp 502 triliun (sudah dianggarkan). Tapi karena harga lebih tinggi, kami waktu menyampaikan ke DPR untuk tambah anggaran subsidi," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja Komite IV DPD dengan Menteri Keuangan, Bappenas, dan Bank Indonesia pada Kamis, 25 Agustus 2022.
Mantan Direktur Bank Dunia itu juga menyebutkan windfall profit penerimaan negara dari lonjakan harga-harga komoditas tidak akan cukup menutupi membengkaknya subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 698 triliun dari semula Rp 502,4 triliun.
Pasalnya, total windfall yang masuk ke penerimaan negara mencapai Rp 420,1 triliun. Namun surplus anggaran ini dinilai tidak cukup mengakomodasi kebutuhan subsidi energi.
"Dengan penerimaan yang nambah Rp 420 triliun pun yang kita pakai semua untuk subsidi energi, Pertalite, Solar dan LPG 3 kilogram dan listrik itu enggak akan cukup. Seluruh windall profit dipakai semua tidak akan cukup karena akan habis," tuturnya.
Apalagi, untuk total pembayaran subsidi dan kompensasi energi yang telah membengkak pada tahun ini ditagihkannya selalu di akhir tahun karena harus diaudit terlebih dahulu oleh Badan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Oleh sebab itu, surplus APBN yang selalu terjadi pada bulan-bulan awal tahun ini juga akan berpotensi tergerus di akhir 2022. "Karena tagihannya nanti ditagihkan ke kami September atau Oktober, tagihanya yang Rp 502 triliun itu baru akan datang saat setelah diaudit BPKP September. Makanya APBN kita akan mulai adjust, surplus-surplus dengan SiLPA Rp 302,8 triliun tadi akan langsung habis aja bayar itu," ujar Sri Mulyani.
BISNIS | ARRIJAL RACHMAN
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.