Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perekonomian di Indonesia masih lebih baik dari pada beberapa negara di Asean dan anggota G20. Namun, kata dia, Indonesia tetap harus melihat tren yang harus diwaspadai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Ini sangat mempengaruhi ekonomi Indonesia maupun anggaran pendapatan belanja negara (APBN),” ujar dia dalam konferensi pers APBN Kita di akun YouTuber Kemenkeu RI pada Rabu, 22 Februari 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Salah satunya adalah harga-harga komoditas Indonesia. Adanya tren bergejolakya harga komoditas disebabkan imbas dari perang Ukraina-Rusia yang sudah satu tahun. “Namun ketidakpastiannya masih tinggi,” kata Sri Mulyani.
Untuk harga gas, kata dia, sudah menurun tajam dari yang sebelumnya pernah mencapai puncak US$ 7,53 per MMBtu menjadi US$ 2,43. Sedangkan coal atau batu bara yang pernah mencapai US$ 438 per metric ton, sekarang hanya sekitar separuhnya US$ 217,7 per metric ton.
Sedangkan harga minyak dalam hal ini brent ada di posisi US$ 84 per barel. Harga tersebut terus mengalami pergerakan yang dinamis karena faktor perang Ukraina-Rusia dan adanya faktor mengenai climate change.
“CPO kita yang sempat drop di US$ 720 per ton mengalami perbaikan sekarang sudah tembus di US$ 900 lagi. Tapi nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan masa puncaknya yang semuanya itu mayoritas di pertengahan tahun 2022 yaitu US$ 1.779 per ton,” kata dia.
Sementara untuk harga gandum, Sri Mulyani menambahkan, yang sempat melonjak naik di US$ 1.224 per bushels, sekarang menurun di US$ 775. Hanya kedelai yang masih mengalami kenaikan yang masih berada di level tinggi yaitu US$ 1.525 per bushels. “Ini tentu untuk Indonesia karena adalah pemakan dari tahu, tempe, dan produk kedelai seperti kecap,” ucap Sri Mulyani.
Untuk harga jagung juga masih di level yang relatif tinggi yaitu US$ 677 per bushels . “Jadi kalau dilihat, komoditas ini sebagian pasti kami akan memproduksi, pengaruhnya ke perekonomian dan APBN kita yang mengalami penurunan dan yang masih bertahan dalam situasi tinggi,” tutur bendahara negara.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini