Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Startup Digital yang Termasuk Pandemic Darling Lakukan PHK Massal, Ini Penyebabnya

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menanggapi ihwal maraknya PHK besar-besaran di startup digital.

21 November 2022 | 15.27 WIB

Sejumlah mitra layanan ojek daring Gojek menunjukkan logo merger perusahaan Gojek dan Tokopedia yang beredar di media sosial di shelter penumpang Stasiun Kereta Api Sudirman, Jakarta, Jumat 28 Mei 2021. Sejumlah mitra pengemudi Gojek berharap mergernya dua perusahan startup Gojek dan Tokopedia memberikan dampak positif bagi kalangan mitra dengan meningkatnya bonus dan insentif karena penggabungan tersebut telah meningkatkan nilai atau valuasi perusahaan. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Perbesar
Sejumlah mitra layanan ojek daring Gojek menunjukkan logo merger perusahaan Gojek dan Tokopedia yang beredar di media sosial di shelter penumpang Stasiun Kereta Api Sudirman, Jakarta, Jumat 28 Mei 2021. Sejumlah mitra pengemudi Gojek berharap mergernya dua perusahan startup Gojek dan Tokopedia memberikan dampak positif bagi kalangan mitra dengan meningkatnya bonus dan insentif karena penggabungan tersebut telah meningkatkan nilai atau valuasi perusahaan. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menanggapi ihwal maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di perusahaan atau startup digital. Menurut dia, sebagian besar perusahaan yang mengambil langkah PHK justru sebelumnya dinilai sebagai 'Pandemic Darling'.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Sebagian besar mereka adalah ‘Pandemic Darling’ atau perusahaan yang meraup kenaikan GMV (Gross Merchandise Value) selama puncak pandemi 2020-2021," ucap Bhima saat dihubungi, Senin, 21 November 2022. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Karena memiliki valuasi tinggi, kala itu perusahaan merasa mudah dalam mencari pendanaan baru. Alhasil, perusahaan jor-joran dalam berekspansi, termasuk merekrut karyawan dalam jumlah besar. Padahal faktanya, kata dia, agresivitas ekspansi perusahaan digital saat ini ternyata tidak sebanding dengan pencarian dana baru dari investor. 

Jor-joran ekspansi, bakar uang

Oleh sebab itu, menurut dia, banyak pemilik modal, terutama investor asing yang menjauhi perusahaan dengan valuasi tinggi. Karena, perusahaan bervaluasi tinggi bisa jadi memiliki profitabilitas rendah atau memiliki model bisnis yang tidak berkelanjutan. Sehingga, perusahaan yang tadinya diharapkan akan tumbuh dengan pesat saat pandemi, malah melambat. 

Harapan bertambahnya jumlah pengguna (user) dan profitabilitas layanan yang berlanjutan pun sirna karena tekanan makroekonomi saat ini. Pasalnya, kenaikan inflasi pangan dan energi telah berimbas pada penurunan daya beli barang dan jasa melalui layanan platform digital. Apalagi belakangan tensi kenaikan suku bunga dan risiko geopolitik terus berlangsung.

Di tengah kondisi seperti ini, Bhima menyarankan pemerintah mulai mengatur model bisnis perusahaan digital, khususnya e-commerce dan ride-hailing. Sebab, kedua perusahaan itu terpantau masih memberi promo dan diskon secara besar-besaran atau sering menggunakan strategi 'bakar uang' untuk mempertahankan pangsa pasarnya.

Akibatnya persaingan usaha sektor digital menjadi kurang sehat dan membuat keuangan perusahaan tidak mampu berdiri kokoh. "Konsumen baru mungkin akan tergoda akan promo. Tapi jika terus-menerus memberi promo, sebenarnya itu suicide mission bagi startup," ucapnya. 

Selanjutnya: Artinya, ketika pendanaan berkurang, ...

Artinya, kata Bhima, ketika pendanaan berkurang, tapi perusahaan digital masih hanya mengejar valuasi, maka promo dan diskon menjadi jebakan keuangan. Ia menyarankan perusahaan digital untuk lebih mengembangkan fitur yang memang dibutuhkan oleh konsumen. 

Gelombang PHK bisa terus terjadi

Bila ekosistem perusahaan digital tak kunjung membaik, kemungkinan terburuk gelombang PHK masih akan terus terjadi, mulai dari fintech, edutech, hingga healthtech. Apalagi, tahun depan diperkirakan kondisi ekonomi akan semakin gelap akibat adanya ancaman resesi global.

Kondisi krisis ini membuat persaingan pencarian dana dari investor akan semakin ketat. "Founder maupun CEO perusahaan digital harus bersiap menghadapi tekanan yang lebih besar," tuturnya.

CEO PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. Andre Soelistyo sebelumnya menyatakan pemangkasan jumlah karyawan adalah keputusan yang sangat sulit dan kompleks. Seiring berjalannya waktu, GoTo dinilai perlu beradaptasi untuk maju dengan cara berfokus pada hal yang bisa dikendalikan.

Oleh karena itu, GoTo harus mengelola beban operasional dan memastikan bisnis terus agile untuk mencapai tujuan. Perusahaan juga harus berubah secara drastis, termasuk menyesuaikan fokus bisnis dan cara kerjanya. Keputusan PHK 1.200 karyawan, menurut Andre, sebagai bentuk lebih memprioritaskan pada produk dan bisnis inti dan memungkinkan perusahaan bekerja dengan lebih efisien.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus