Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Disparitas harga minyak goreng membuka potensi penyelewengan.
Minyak goreng bersubsidi bisa merembes ke industri di luar maupun dalam negeri.
Pengawasan terhadap distribusi minyak goreng curah sangat sulit dilakukan.
JAKARTA - Pemerintah menyadari disparitas harga yang lebar antara minyak goreng curah bersubsidi dan minyak goreng kemasan yang tidak disubsidi membuka potensi penyelewengan.
Seperti diketahui, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 11 Tahun 2022 menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng curah ditetapkan sebesar Rp 14 ribu per liter dan mendapat subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Sedangkan harga minyak goreng kemasan dilepas ke mekanisme pasar dan kini telah mencapai lebih dari Rp 20 ribu per liter.
"Minyak curah ini ada yang bisa dipakai untuk industri dan pihak-pihak lain yang tidak berhak, apalagi kalau sudah disubsidi pemerintah. Nah, ini akan kami tindak tegas," ujar Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di Pasar Senen, Jakarta Pusat, kemarin.
Ia memang beberapa kali menyalahkan mafia dalam sengkarut harga minyak goreng belakangan ini. Menurut Kementerian Perdagangan, modus kecurangan yang kerap dijumpai adalah menyelundupkan minyak curah ke luar negeri, menjual minyak curah ke industri yang tidak berhak, dan mengubah minyak curah menjadi minyak kemasan.
Lutfi mengatakan, kecurangan-kecurangan itu terjadi karena adanya disparitas harga antara harga di dalam negeri dan harga internasional. Selisih harga itu, menurut dia, terjadi karena pemerintah menetapkan HET yang melawan mekanisme pasar. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan menyebutkan, ulah pihak-pihak yang menahan pasokan terlihat setelah membanjirnya minyak goreng kemasan di pasar setelah pemerintah mencabut HET.
"Kami akan sikat bersama, saya sudah bekerja sama dengan Kapolri. Kami akan basmi mafia yang berbuat curang, karena itu adalah milik masyarakat," ujar Lutfi. Dia menambahkan, pemerintah juga sedang menyiapkan mekanisme untuk memastikan minyak goreng curah bersubsidi tidak bocor ke pihak yang tak berhak.
Semua mekanisme itu akan dituangkan dalam peraturan Menteri Keuangan dan peraturan Menteri Perindustrian. Pada mekanisme terbaru, Menteri Perindustrian nantinya akan bertanggung jawab meregistrasi dan memisahkan minyak goreng industri dan konsumsi. Setelah minyak dipisahkan, Kemenperin akan menentukan produsen minyak goreng curah. Produsen ini akan diwajibkan mendaftarkan distributornya.
"Setelah produsen berproduksi, muncul harga keekonomian. Harga keekonomian tersebut yang disubsidi oleh BPDPKS atas rekomendasi Kementerian Perindustrian," ujar Lutfi dalam rapat kerja bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat, kemarin. Ia menimpali, besaran subsidi akan naik dan turun sesuai dengan harga pasar.
Seiring dengan itu, Lutfi mengatakan, aturan domestic market obligation dan domestic price obligation alias kebijakan wajib memasok minyak sawit ke dalam negeri dengan harga yang ditetapkan disetip. Untuk menjamin minyak goreng tak habis ke luar negeri, pungutan ekspor dan bea keluar minyak sawit bakal dinaikkan. "Kalau berdasarkan harga pada hari ini, iuran BPDPKS plus bea keluar akan naik dari US$ 375 menjadi US$ 675 per ton," ujar Lutfi.
Dengan kenaikan pungutan itu, BPDPKS bisa mendapat lebih banyak dana untuk membiayai subsidi. Di sisi lain, pengusaha juga akan memilih menjual minyak sawit ke dalam negeri ketimbang ke luar negeri. Dengan demikian, pasokan di dalam negeri diharapkan bisa terjaga. "Dengan pungutan itu, akan lebih untung menjual di dalam negeri ketimbang ekspor. Ini mekanisme pasar," kata dia.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat berkunjung di Pasar Senen Blok III, Jakarta, 17 Maret 2022. Tempo/Tony Hartawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Oke Nurwan menyatakan, Kementerian Perdagangan akan mencegah kecurangan melalui kerja sama dengan kepolisian dan Kementerian Perindustrian. Ia optimistis ke depannya kebutuhan industri akan tetap terpenuhi dan pasokan minyak curah bersubsidi tersedia. "Karena itu, Kementerian Perindustrian akan mengawal para produsen," ujar dia.
Kepala Satuan Tugas Pangan Polri, Helmy Santika, mengatakan soal teknis pengawasan minyak goreng curah bersubsidi tengah dikoordinasikan dengan kementerian terkait. “Mulai dari regulasi, implementasi, dan pengawasannya, silakan tanya Kemenperin," ujarnya. Tempo telah meminta tanggapan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengenai hal teknis pengawasan distribusi minyak goreng, namun hingga kemarin malam belum berbalas.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Eddy Martono, memperkirakan kebijakan baru ini bisa efektif menghilangkan kelangkaan minyak goreng. Namun ia mengingatkan tetap ada celah penyelewengan minyak goreng bersubsidi lantaran adanya disparitas harga yang lebar dengan minyak goreng non-subsidi. "Butuh pengawasan ketat."
Pengurus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Agus Sujatno, mengatakan kebijakan baru ini bisa menjadi solusi atas karut-marut pasokan minyak goreng. Namun ia juga mengingatkan kebijakan baru ini akan membuka celah persoalan baru. Misalnya, disparitas harga antara minyak goreng bersubsidi dan non-subsidi akan menarik konsumen untuk bermigrasi. Kalau itu terjadi, stok minyak goreng bersubsidi bakal berkurang dan menimbulkan kericuhan baru karena masyarakat yang kurang mampu dan pelaku usaha kecil tidak kebagian pasokan.
Di sisi lain, Agus menyebutkan pemerintah tidak bisa lepas tangan begitu saja dengan harga minyak goreng kemasan setelah diserahkan kepada mekanisme pasar. Pemantauan mesti diperketat agar tidak ada permainan harga yang menyebabkan konsumen dirugikan. "Jangan sampai ada kartel dan kongkalikong, karena ini tidak adil bagi konsumen," kata dia.
Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira, membenarkan adanya peluang migrasi konsumen dari minyak goreng kemasan ke minyak goreng curah bersubsidi. Sebabnya, pengawasan terhadap distribusi minyak goreng curah sulit dilakukan lantaran tidak adanya kode batang maupun kode produksi. Bahkan sangat mungkin pengoplosan antara minyak goreng curah dan jelantah. "Minyak goreng curah sulit sekali diawasi subsidinya, potensi moral hazard terlalu besar."
CAESAR AKBAR
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo