Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Pasang Kuda-kuda Hadapi El Nino

Fenomena iklim El Nino bakal diikuti serangan hama dan virus tanaman. Produksi beras terancam semakin turun.

 

20 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Menjelang periode puncak El Nino, kekeringan mulai melanda beberapa daerah.

  • Produksi beras berpotensi turun sebesar 5-10 persen.

  • Pemerintah menyiapkan sembilan daerah menjadi penyangga stok pangan.

JAKARTA — Sejumlah daerah produsen padi mengalami kekeringan kendati El Nino belum mencapai puncaknya. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi fenomena kenaikan suhu permukaan laut itu akan mencapai puncaknya pada Agustus hingga September mendatang. Salah satu daerah yang dilaporkan mulai dilanda kekeringan adalah Jawa Timur. "Anggota kami sudah melaporkan kekeringan di beberapa tempat," ujar Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia, Dwi Andreas Santosa, kepada Tempo, kemarin, 19 Juli 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Meski begitu, kata Andreas, sejumlah daerah juga masih merasakan hujan deras, seperti Bogor dan Bali. Karena itu, ia memperkirakan dampak anomali iklim ini belum mencapai kondisi sesungguhnya. Dalam periode puncak nanti, kekeringan diprediksi meluas ke sentra produksi pangan Tanah Air. Kondisi tersebut juga bakal diikuti dengan meledaknya serangan hama, misalnya wereng cokelat dan virus kerdil rumput. Kalau dua fenomena ini tidak diantisipasi, menurut dia, produksi beras bisa turun di kisaran 5-10 persen. "Kalau turun 5 persen kan bisa (berkurang) 1,5 juta ton. Kalau 10 persen berarti 3 juta ton."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tapi Andreas juga memperkirakan penurunan produksi tidak akan melampaui angka tersebut. Pasalnya, berbagai lembaga memperkirakan El Nino yang terjadi kali ini hanya masuk kategori sedang, berbeda dengan El Nino kategori kuat pada 2015 dan sangat kuat pada 1997-1998. Gara-gara dampak El Nino 25 tahun silam, produksi pangan anjlok signifikan dan pemerintah memutuskan impor beras hingga 6,4 juta ton. 

Kendati kategorinya sedang, Andreas mengatakan, pemerintah tidak bisa mengabaikan fenomena ini. Ia berujar, pemerintah harus melakukan langkah lebih jauh dari sekadar memastikan keandalan irigasi. Musababnya, ketika kekeringan melanda, fungsi irigasi bisa terbatas. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah memastikan pasokan solar bersubsidi untuk bahan bakar pompa air sampai ke tingkat usaha tani. Selama ini petani sulit mendapat solar bersubsidi karena pembeliannya sudah dibatasi. 

Apabila dipetakan dengan baik, Andreas menghitung, anggaran yang dibutuhkan untuk program solar bersubsidi sekitar Rp 300 miliar. "Nanti mungkin harapannya November mereda karena masuk musim hujan. Harapan kami tidak berlanjut sampai 2024 walau prediksi internasional kan masih terus sampai 2024," ujarnya.

Foto udara area persawahan yang mengalami kekeringan di Karangbahagia, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 14 Juni 2023. ANTARA/Fakhri Hermansyah

Fenomena iklim El Nino diprediksi mencapai kondisi puncak dalam dua bulan ke depan. Pada saat itu, suhu mula laut di kawasan Samudra Pasifik tengah akan berada di atas kondisi normal. Kondisi itu akan meningkatkan potensi pertumbuhan awan di kawasan tersebut dan mengurangi curah hujan di wilayah Indonesia. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menuturkan bahwa ada beberapa dampak El Nino di Indonesia. Di samping kekeringan di beberapa daerah, ada pula daerah yang justru terendam banjir. Hal ini disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia.

"Karena wilayah Indonesia ini dipengaruhi oleh dua samudra dan topografinya yang bergunung-gunung di khatulistiwa, masih tetap ada kemungkinan satu wilayah mengalami kekeringan, tetangganya mengalami banjir atau bencana hidrometeorologi," kata Dwikorita selepas rapat terbatas di Istana Negara, Selasa lalu. Kondisi tersebut berpotensi mengganggu ketahanan pangan di dalam negeri.

Dalam rapat terbatas tersebut, Presiden Joko Widodo mengumpulkan jajarannya guna mencari langkah antisipasi menghadapi masalah iklim tersebut. Menurut Dwikorita, beberapa cara yang bisa dilakukan adalah mengatur tata kelola air, beradaptasi terhadap pola tanam, dan terus memonitor perkembangan informasi cuaca dan iklim yang sangat dinamis dari waktu ke waktu.

Sembilan Daerah Jadi Penyangga

Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, yang turut hadir dalam rapat terbatas itu, berujar bahwa Presiden Joko Widodo telah meminta agar El Nino ditanggapi dengan serius. Kementerian Pertanian, misalnya, diminta memetakan daerah yang memiliki sumber air atau masih hijau. Nantinya produksi pangan dari daerah tersebut dioptimalkan.

Sementara itu, pada daerah yang sumber airnya terbatas atau zona kuning, ia melanjutkan, akan dilakukan intervensi, seperti pengendalian air dan irigasi. "Untuk daerah merah tentu saja dipersiapkan beberapa komoditas lain dengan varietas-varietas tahan kekeringan, dan ada kemungkinan disikapi dengan persiapan lumbung pangan khusus bagi daerah merah," kata Syahrul.

Pemerintah mempersiapkan sembilan provinsi untuk menjadi penyangga utama produksi pangan pada periode El Nino ini. Kesembilan daerah tersebut di antaranya tiga provinsi di Jawa; Sumatera Selatan; Sumatera Utara; Lampung; Sulawesi Selatan; dan Kalimantan Selatan. Berbagai upaya tersebut dilakukan kendati pemerintah yakin pasokan beras di Tanah Air cenderung aman. Sampai Juli lalu, kata Syahrul, luas sawah yang panen mencapai 800 ribu hektare. Dengan demikian, stok beras diklaim masih di atas 2 juta ton. "Tapi kita enggak boleh pede, siapa tahu El Nino bisa berlanjut dari Agustus dan September," ujarnya.

Adapun Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengaku kebagian tugas menyiapkan dan menghitung stok pangan nasional agar terjaga saat musim kering. Penyiapan stok pangan nasional dilakukan dengan menguatkan posisi cadangan pangan pemerintah yang dapat dimanfaatkan untuk stabilisasi pangan. "Tingkat stok masing-masing komoditas yang menjadi kewenangan Badan Pangan Nasional ditargetkan bisa 5-10 persen dari kebutuhan nasional, sehingga dapat memberikan dampak signifikan dalam stabilisasi pasokan dan harga pangan," ujar dia.

Salah satu cadangan pangan yang digenjot saat ini adalah beras. Menurut Arief, cadangan beras pemerintah yang berada di gudang Perum Badan Urusan Logistik saat ini baru mencapai 735 ribu ton. Angka tersebut masih jauh dari target minimum stok beras di gudang Bulog, yakni sekitar 1,2 juta ton. Badan Pangan lantas meminta Bulog memenuhi kebutuhan pasokan tersebut dengan menyerap produksi dalam negeri. Presiden Joko Widodo pun meminta Menteri Pertanian menyiapkan lahan 500 ribu hektare agar dapat memasok beras ke Bulog sesuai dengan target, yakni 2,4 juta ton, hingga akhir 2023. 

"Penguatan stok pangan ini terus kami percepat, dengan menaikkan stok beras Bulog dari 735 ribu ton menjadi 1,2 juta ton sesegera mungkin, paralel dengan upaya peningkatan produksi padi," ujarnya. Adapun guna menjaga daya beli masyarakat dan mengendalikan inflasi pangan, pemerintah akan melanjutkan penyaluran bantuan pangan beras tahap kedua.

Sejumlah anak mencari ikan di waduk mikro-irigasi yang mengering di Kandanghaur, Indramayu, Jawa Barat, 15 Juni 2023. ANTARA/Dedhez Anggara

Lanjut Impor Beras

Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaluddin Iqbal menuturkan, saat ini penyerapan beras dari produksi dalam negeri dan impor masing-masing telah mendekati 800 ribu ton. Namun penyerapan beras produksi domestik oleh Bulog sangat bergantung pada harga di lapangan karena Bulog harus mengikuti ketentuan harga pembelian pemerintah. "Prinsipnya, di mana ada barang yang bisa diserap sesuai HPP, akan kami beli," ujarnya.

Adapun untuk impor, ia mengatakan, Bulog tengah menyelesaikan kontrak impor beras sebanyak 300 ribu ton. Selanjutnya, Perseroan juga telah berkontrak dengan pemasok di Vietnam dan Thailand untuk mendatangkan lagi 300 ribu ton beras ke Tanah Air. Impor tersebut diperkirakan terus berlanjut hingga akhir tahun, sesuai dengan kuota yang ditugaskan pemerintah, yakni 2 juta ton. "Sekarang, dengan kontrak baru sudah 1,1 juta ton. Nanti kalau sudah terlaksana, kami akan tambah kontrak baru lagi sampai stok mencapai di atas 1 juta ton pada akhir tahun."

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, pemerintah harus lebih waspada dalam mengantisipasi El Nino. Ia khawatir dampak El Nino bakal lebih parah dengan adanya krisis iklim global. "Ini berisiko meningkatkan inflasi pangan sehingga inflasi bisa kembali melonjak di atas 5 persen," ujar dia.

Kondisi lain yang perlu diantisipasi adalah politik dagang berbagai negara. Salah satu isu yang sedang mencuat adalah rencana India menyetop ekspor beras. Kendati India bukan merupakan sumber utama impor beras Indonesia, Bhima mengatakan, kebijakan tersebut bisa menyebabkan negara-negara yang selama ini menggantungkan diri dari impor beras India akan berburu beras ke negara lain, misalnya Vietnam dan Thailand, yang selama ini jadi andalan Indonesia.

"Kondisi ini bisa merepotkan, bisa terjadi kenaikan harga beras internasional, dan masing-masing negara produsen beras akan inward looking. Atas nama ketahanan pangan, mereka batasi ekspor beras. Yang pusing Indonesia ini, karena kita net importer beras," kata Bhima.

CAESAR AKBAR | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus