Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah berupaya mendorong industri pengguna LNG mendekati lapangan produksi gas.
Pertumbuhan produksi gas tanpa pasar memicu lonjakan uncommitted cargo alias produksi gas yang tak laku.
Sejumlah perusahaan migas mulai bersiap menghadapi lonjakan produksi dengan membangun fasilitas tambahan.
JAKARTA - Produksi gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) domestik diproyeksikan melimpah ruah sebelum 2030. Pemerintah mulai mencari cara untuk memastikan potensi tersebut terserap.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Merujuk pada neraca LNG Indonesia, produksi LNG akan naik dari kisaran 260 kargo per tahun pada 2024 menjadi 432 kargo per tahun pada 2030. Pertumbuhan ini dipicu oleh besarnya cadangan gas bumi di dalam negeri seiring dengan bermunculannya temuan lapangan gas baru serta pengembangan lapangan yang sudah beroperasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Total cadangan gas bumi saat ini mencapai 54,83 triliun kaki kubik (trillion cubic feet/tcf). Tanpa penciptaan pasar baru, jumlah kargo LNG yang belum laku atau uncommitted cargo bakal membeludak. Dari hanya 19,8 kargo pada 2024 menjadi 304,6 kargo pada 2030.
Pemerintah mengantisipasi melimpahnya produksi itu dengan mulai mengintegrasikan bisnis di sisi hulu dengan sisi hilir. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Tutuka Ariadji mengatakan pemerintah berupaya membujuk industri pengguna gas mendirikan fasilitas produksi di dekat lapangan gas. "Artinya, kita sudah memiliki demand," katanya, kemarin.
Tutuka mencontohkan, potensi sumber daya gas yang baru ditemukan di Blok Andaman II di Aceh bisa disandingkan dengan pabrik pupuk sebagai penyerapnya. Di kawasan tersebut berdiri fasilitas produksi PT Pupuk Iskandar Muda yang saat ini masih kekurangan gas sebagai bahan baku. Pabrik tersebut masih mengandalkan LNG antara lain dari Papua dan Kalimantan Timur. "Ini kan tidak efisien sebenarnya."
Kapal pengangkut liquefied natural gas di Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. TEMPO/Subekti
Pemerintah juga sedang mendorong pemanfaatan gas alam cair untuk program konversi bahan bakar minyak. Salah satunya lewat konversi 47 unit pembangkit diesel ke gas yang membutuhkan 285 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) yang rencananya dimulai pada Desember 2023.
Selain itu, gas alam cair bisa menjadi alternatif untuk substitusi elpiji sebagai bahan bakar. Tutuka menyadari bahwa perlu adanya peningkatan infrastruktur jaringan gas. Karena itu, pemerintah mulai membuka skema kerja sama dengan badan usaha untuk menggarap pembangunan 2,1 juta sambungan gas rumah tangga di tujuh kabupaten dan kota periode 2025-2030 untuk mewujudkannya.
Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Sinta Damayanti menyatakan banyak potensi pengembangan penghiliran gas bumi. "Gas sangat strategis karena, selain sebagai sumber energi sektor kelistrikan dan transportasi, gas jadi bahan baku buat industri, termasuk komoditas ekspor," tuturnya.
Dia mencontohkan, wilayah kerja Blok Corridor hingga Jambi Merang yang dikelola Pertamina bisa memenuhi kebutuhan PT Pupuk Sriwijaya di Palembang untuk menyuplai bahan baku amonia serta urea. Pupuk Sriwijaya berniat mengoperasikan pabrik pupuk berkapasitas 445 ribu ton amonia dan 907,5 ribu ton urea per tahun pada 2028. Pabrik tersebut membutuhkan pasokan gas sebanyak 71 MMSCFD.
Adapun di Jawa Timur, gas alam dimanfaatkan untuk smelter PT Freeport Indonesia. Fasilitas pengolahan tembaga tersebut membutuhkan gas sebanyak 10 MMSCFD dan bisa dipasok dari lapangan milik Husky-CNOOC Madura Limited serta Petronas.
Petugas melakukan pengisian gas elpiji ke dalam mobil tangki Pertamina di Depot LPG Tanjung Priok, Jakarta. Dok. TEMPO/STR/Wisnu Agung Prasetyo
Ikut Ambil Kesempatan
Proyeksi produksi LNG yang melimpah membuat PT Badak LNG bergerak mengambil kesempatan. Perusahaan itu sedang mempersiapkan diri untuk menambah kapasitas kilang mereka menyambut tambahan pasokan gas. Khususnya, setelah perusahaan migas asal Italia, Eni, menemukan cadangan gas dari sumur eksplorasi Geng North-1 di Blok North Ganal, lepas pantai Kalimantan Timur. Berdasarkan perkiraan awal, volumenya mencapai 5 tcf.
Deputy Director Marketing & Business Development PT Badak LNG Mohammad Farouk Riza menyatakan perusahaan berencana mengaktifkan kembali dua hingga tiga unit kilang LNG mereka. Dari total delapan unit kilang milik perusahaan, saat ini hanya tiga unit yang beroperasi. "Karena kebutuhannya segitu sekarang," tuturnya.
Perusahaan menanti kepastian produksi gas di North Ganal untuk mulai menghitung kebutuhan dana hingga strategi peremajaan peralatan kilang. Farouk menuturkan perusahaan juga masih menghitung kebutuhan sumber daya manusia untuk mengoperasikan tambahan unit kilang.
Selain itu, perusahaan berencana memanfaatkan fasilitas yang tak terpakai saat ini, seperti tangki dan jetty, untuk mengantisipasi kenaikan kebutuhan LNG. "Kami sedang menyusun kilang ini jadi hub LNG dan LPG." Rencana untuk menyiapkan fasilitas regasifikasi dan bunkering LNG juga sedang digodok perusahaan.
PT Perta Arun Gas pun melihat peluang dari lonjakan LNG. Perusahaan ini telah menyediakan fasilitas penyimpanan LNG untuk mengantisipasi kenaikan uncommitted cargo ke depan. "Kami akan membangun 10 tangki baru dengan kapasitas masing-masing 180 ribu meter kubik," ujar Direktur Utama Perta Arun Gas Bara Ilmarosa. Bukan cuma untuk domestik, dia juga mengincar Arun jadi hub buat pemain LNG internasional.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo