Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pertamina menjadi salah satu tumpuan untuk memenuhi target lifting nasional tahun depan.
Strategi menahan penurunan produksi krusial lantaran mayoritas lapangan Pertamina sudah di
Perbaikan fasilitas produksi menjadi salah satu fokus utama untuk mengejar target lifting minyak ke depan.
JAKARTA – PT Pertamina (Persero) menjadi salah satu tumpuan untuk memenuhi target produksi minyak siap jual atau lifting nasional pada tahun depan. Direktur Utama PT Pertamina Hulu Energi, Wiko Migantoro, mengatakan beragam upaya dilakukan untuk mencegah penurunan kapasitas produksi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Strategi menahan penurunan produksi krusial lantaran mayoritas lapangan Pertamina sudah dimakan usia. "Kita berfokus di reliability sekarang. Sekali kita bisa memperbaiki itu, kita bisa mengurangi LPO (potensi kehilangan produksi)," katanya kepada Tempo di Jakarta, kemarin, 6 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wiko mengakui fasilitas produksi di beberapa lapangan masih dalam tahap perbaikan sehingga belum bisa beroperasi maksimal. Salah satunya di Blok Offshore Southeast Sumatera (OSES) yang mengalami kobocoran pipa. Kondisi tersebut membuat realisasi produksi minyak bumi nasional tahun lalu tak bisa mencapai target.
Kerusakan tersebut ikut menghambat pencapaian lifting migas tahun ini. Pasalnya, penggantian pipa di OSES, yang menurut Wiko sudah berlangsung sejak tahun lalu secara besar-besaran, belum selesai. "Mudahan-mudahan di September sudah selesai sehingga bisa mengembalikan produksi sekitar 3.900 barel minyak per hari," tuturnya.
Strategi Pertamina lainnya adalah kegiatan optimalisasi di sumur yang ada, seperti well services atau well intervention. Selain itu, melakukan development drilling yang menyasar di area-area baru yang belum terjamah. "Seperti di Blok Rokan, ada cadangan berkualitas rendah yang recovery factor-nya masih rendah," kata dia. Pemanfaatan teknologi, seperti enhanced oil recovery, juga sedang diupayakan agar lebih ekonomis untuk diimplementasikan.
Pertamina menargetkan kenaikan lifting sebesar 5 persen pada 2024 dari prognosis tahun ini dengan beragam strategi tersebut. Tahun ini, perusahaan memperkirakan lifting minyak dan gas sebesar 900 ribu barel setara minyak per hari dan produksi sebesar 1 juta barel setara minyak per hari.
Sejumlah tamu mengamati pengoperasian alat pengeboran minyak bumi PDSI 49 milik PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Duri, Riau, 8 Agustus 2022. ANTARA/Aditya Pradana Putra
Pemerintah sendiri menargetkan lifting di 615-640 ribu barel minyak per hari untuk 2024. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menyebutkan target ini cukup optimistis. Dia memperkirakan realisasi pada tahun depan di angka 625 ribu per barel, dengan asumsi tak ada kendala produksi.
Target tersebut lebih rendah dari target tahun ini yang dipatok 660 ribu barel per hari. Arifin mengatakan penurunan target ini tak terhindarkan karena kapasitas produksi lapangan di dalam negeri terus turun. Menurut dia, pemerintah sudah berupaya mendorong produksi, baik lewat pengeboran secara masif maupun pemberian insentif investasi di industri hulu. "Tapi hasilnya memang belum seperti yang kita harapkan karena ini sumur-sumur tua semua yang cenderung output-nya menurun," kata dia.
Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Nanang Abdul Manaf, menggambarkan tren penurunan produksi lewat realisasi lifting minyak lima tahun terakhir. Pada 2018, angka lifting mencapai 778 ribu barel minyak per hari (BOPD). Namun, pada akhir 2022, angkanya anjlok ke 613 ribu BOPD. "Kalau kita melihat angka ini, decline rate 10-15 persen per tahun," katanya.
Dia menuturkan bahwa perbaikan fasilitas produksi menjadi salah satu fokus utama untuk mengejar target lifting minyak ke depan. Tahun ini saja, realisasi lifting minyak diperkirakan hanya 605 ribu barel per hari dari kapasitas produksi sebesar 625 ribu barel per hari akibat terhambat fasilitas. Dia berharap pemeliharaan selama dua tahun terakhir ini bisa signifikan mengurangi LPO mulai 2024.
Selain itu, tentunya kegiatan di hulu, seperti work over, well services, intervention, dan reaktivasi sumur, perlu ditingkatkan. Namun dia mengingatkan bahwa upaya tersebut hanya mampu menahan laju penurunan itu. Menurut dia, produksi minyak sulit bertambah kecuali ada penemuan besar. Sayangnya, investasi di industri hulu migas tak bergairah belakangan.
Aktivitas pekerja di kilang Pertamina Unit Pengolahan VII Kasim, Sorong, Papua Barat. Dok. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, mengatakan minimnya investasi di sektor hulu minyak dan gas menjadi salah satu penyebab tingkat produksi terus turun. "Memang sulit cari investor karena kecenderungan perusahaan minyak sudah mulai investasi ke energi baru dan terbarukan," kata dia. Dengan kondisi seperti ini, target menaikkan lifting di dalam negeri jadi tugas yang berat.
Direktur Eksekutif Reforminer Institut, Komaidi Notonegoro, mengatakan turunnya produksi dan lifting di dalam negeri bakal membuat impor bahan bakar membengkak. "Karena konsumsi kan stagnan atau naik ke depan," tuturnya. Artinya, bakal ada kerugian buat negara. Pendapatan dari kegiatan hulu migas akan berkurang, sementara di sisi lain beban impor dan subsidi melonjak.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo