Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Menteri Bidang Pengembangan SDM dan Program Kementerian Kementerian Sosial, Suhadi Lili, menyoroti pernyataan Menteri PPN sekaligus Kepala Bappenas Suharso Monoarfa soal pejabat eselon I kementeriannya ada yang menerima bantuan sosial atau bansos. Suhadi menyebut harusnya Suharso menyebut nama pejabat eselon I tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tunjuk hidung saja siapa yang tidak layak itu,” kata Suhadi saat memberikan keterangan pers di Kantor Kementerian Sosial, Cawang, Jakarta, pada Jumat, 21 Juni 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suhadi menyebut pernyataan Suharso yang tak menyebut nama anak buahnya di Kementerian PPN/Bappenas itu hanya insinuasi saja. Seharusnya, kata dia, Suharso menyebut nama pejabat itu untuk dievaluasi bersama.
“Mana yang tak layak, kita lihat sama-sama,” kata Suhadi.
Tak hanya itu, Kementerian Sosial juga buka suara usai Suharso menyebut ada 46 persen penerima bantuan sosial atau bansos tak tepat sasaran.
Berdasarkan evaluasi Bappenas, ada sekitar 46 persen penerima bansos tidak tepat sasaran akibat adanya exclusion error dan inclusion error. Exclusion error adalah kesalahan data karena tak memasukkan rumah tangga miskin yang seharusnya masuk ke dalam data, sedangkan inclusion error memasukkan rumah tangga yang tak miskin ke data.
Kepala Pusat Data dan Informasi Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial Agus Zainal Arifin menyebut data yang digunakan oleh Kementerian PPN/Bappenas berbeda dengan Kementerian Sosial. Dia menyebut Bappenas menggunakan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), sedangkan Kementerian Sosial memakai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Kementerian Sosial telah melaksanakan amanah UU 12 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin,” kata Agus.
Agus menyebut Kementerian Sosial selalu mengecek dan menilai kelayakan bagi setiap calon penerima bansos. Dia menyebut pengecekan itu berdasarkan data kependudukan, pelanggan listrik, pengurus perusahaan, penerima upah di atas UMP, dan aneka parameter yang menunjukkan kondisi ekonomi calon penerima.
Tak hanya itu, Agus meminta kepada publik untuk berpartisipasi dalam mengawal pelaksanaan bansos. Dia menyebut jangan sampai ada warga miskin yang tak menerima, sedangkan masyarakat yang mampu justru menerima bansos.
“Kalau ada yang tidak layak, lantas menggunakan duit itu, katakanlah itu korupsi, itu duit haram. Jangan sampai dia masuk neraka gara-gara makan duit haram itu, ayo kita sanggah,” kata Agus.
Agus menjelaskan masyarakat bisa berpartisipasi melalui aplikasi Cek Bansos untuk melaporkan kalau ada penerima bansos dari kalangan tak layak menerima itu, seperti pejabat Kementerian atau lembaga lain. Caranya, kata dia, tinggal memberi penilaian melalui aplikasi itu terhadap sosok yang tak pantas mendapat bansos.
“Ya dibantu dan diusulkan, demikian ketika ada yang tidak layak, silakan disanggah,” kata dia.
Berdasarkan data aplikasi Cek Bansos per Juni 2024 telah ada 2.762.312 pengguna platform ini. Dari angka itu, ada 1.169.846 data usulan dan 60.760 data sanggahan yang telah disetujui.
Sebelumnya, Menteri Suharso Monoarfa mengharapkan lebih dari 70 persen target penerima bantuan sosial (bansos) tepat sasaran pada tahun 2025. Target itu akan ditempuh dengan memanfaatkan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek).
“Kita berharap 70 persen dan akhirnya mencapai 100 persen, tapi desain kami yang pertama kalau saya tidak salah itu sekitar 70-an persen target kita pada tahun yang akan datang ini,” ujarnya dalam acara Peluncuran Kolaborasi Pemanfaatan Sistem Data Regsosek di Gedung Dhanapala Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, seperti dikutip Antara, Kamis, 20 Juni 2024.
ADIL AL HASAN | ANTARA