Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Risiko Kenaikan Suku Bunga

Bank Indonesia menaikkan suku bunga agar rupiah stabil dan inflasi terjaga. Sektor riil dan pertumbuhan ekonomi bisa kena imbas.

26 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Dampak kenaikan suku bunga acuan BI cukup signifikan terhadap sektor riil karena akan menahan laju penyaluran kredit dan laju pertumbuhan ekonomi.

  • Analis kebijakan ekonomi Apindo, Ajib Hamdani, mengatakan biaya pinjaman yang meningkat bisa mendongkrak biaya produksi. Pemerintah perlu memitigasi timbulnya inflasi karena pada akhirnya harga pokok produksi naik.

  • BTN berusaha menurunkan pertumbuhan kredit agar kembali ke level 10-11 persen pada akhir tahun ini sebagai antisipasi dampak kenaikan suku bunga acuan serta kondisi geopolitik dan makroekonomi global.

DEWAN Gubernur Bank Indonesia mengambil langkah mengejutkan dalam rapat pada 23-24 April lalu. Bank sentral memutuskan menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis point menjadi 6,25 persen. Suku bunga deposit facility serta lending facility juga turut naik 25 basis point, masing-masing menjadi 5,50 persen dan 7,0 persen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bank Indonesia beralasan, kenaikan ini untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah. Mata uang ini terus melemah. Sejak awal April lalu, nilainya menembus 16 ribu per dolar Amerika Serikat. Bahkan pekan ini nilainya mencapai 16.200 per dolar AS, level terendah sejak 2020.

Pelemahan rupiah dipengaruhi oleh kebijakan moneter Amerika. Tingkat inflasi yang masih tinggi di Negeri Abang Sam tersebut mempengaruhi spekulasi penurunan suku bunga acuan mereka atau Fed Fund Rate yang lebih kecil dan lebih lama dari perkiraan. Padahal penurunan suku bunga sudah sangat dinanti untuk mendorong aktivitas ekonomi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kondisi tersebut diperparah oleh ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Israel menyerang gedung konsulat Iran di Distrik Mezzeh Barat, Damaskus, pada 1 April, kemudian Iran membalas dengan gempuran pesawat nirawak pada 13 April lalu. Peluang konflik memanas masih tinggi hingga saat ini.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia April 2024, 24 April 2024. Dok. Bank Indonesia

Di tengah ketidakpastian global tersebut, dolar Amerika banyak dilirik investor lantaran termasuk aset yang lebih aman, sama seperti emas. Karena itu, nilai dolar terus menguat dan harga emas meningkat.

Inflasi di dalam negeri menjadi pertimbangan lain Bank Indonesia saat menaikkan suku bunga. "Ini sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5 ± 1% pada 2024 dan 2025 sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stability," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Rabu, 24 April lalu.

Baca Juga Infografiknya:

Kebijakan Bank Indonesia ini mengejutkan lantaran kenaikan suku bunga punya risiko. Saat BI Rate naik, ada efek domino kenaikan bunga kredit perbankan. "Dampaknya cukup signifikan terhadap sektor riil karena akan menahan laju penyaluran kredit dan laju pertumbuhan ekonomi," ujar Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal, kemarin. Apalagi ada sinyal pelemahan daya beli yang bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Salah satunya terlihat dari penurunan Indeks Keyakinan Konsumen pada Februari 2024 menjadi 123,1 dibanding pada Januari 2024 yang sebesar 125,0.

Faisal lebih mendorong Bank Indonesia merespons dengan pemanfaatan cadangan devisa. Per Maret 2024, total cadangan devisa sebesar US$ 140,4 miliar, setara dengan 6,4 bulan pembiayaan impor atau 6,2 bulan impor plus pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Namun sepertinya cara ini belum optimal. Menilik data Bank Indonesia, sejak awal 2024, total cadangan devisa tampak terus turun. Per Januari lalu nilainya US$ 145,1 miliar, sementara pada Februari sebesar US$ 144,0 triliun. Bank Indonesia mencatat penurunan nilai pada Maret lalu salah satunya dipengaruhi oleh kebutuhan stabilisasi nilai tukar rupiah, seiring dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global. Selain untuk membayar utang luar negeri pemerintah, antisipasi kebutuhan likuiditas valas korporasi menggunakan cadangan devisa tersebut.

Kekhawatiran kenaikan suku bunga kredit juga datang dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Analis kebijakan ekonomi Apindo, Ajib Hamdani, mengatakan biaya pinjaman yang meningkat bisa mendongkrak biaya produksi. Pemerintah perlu memitigasi timbulnya inflasi karena pada akhirnya harga pokok produksi naik.

Tantangan lain adalah pelemahan daya beli masyarakat. Dengan makin sedikitnya likuiditas dan potensi kenaikan harga barang, daya beli masyarakat akan mengalami tekanan. "Apalagi pemerintah juga mempunyai ruang fiskal yang relatif terbatas untuk menopang daya beli masyarakat dengan skema bantuan sosial," katanya.

Ajib mengatakan kondisi ini akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi yang trennya justru sedang menurun. Pada 2022, pertumbuhan ekonomi secara agregat sebesar 5,31 persen, sementara pada tahun lalu hanya 5,05 persen. Trennya diharapkan bisa berbalik arah tahun ini dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada angka 5,2 persen. "Ketika pemerintah membuat kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan, makin tidak mudah mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan," ujarnya.

Kenaikan suku bunga acuan memiliki efek rentetan panjang, seperti naiknya kredit usaha dan kredit konsumsi. Akibatnya, daya beli masyarakat bakal tergerus dan berimbas pada pertumbuhan ekonomi. Padahal selama ini konsumsi rumah tangga masih menjadi mesin utama pertumbuhan ekonomi. Tahun lalu, konsumsi rumah tangga berkontribusi 53,18 persen pada perekonomian.

Pemerintah punya banyak pekerjaan rumah untuk mengimbangi pengetatan moneter. Untuk menghindari crowding out, misalnya, Ajib menilai pemerintah harus berfokus menawarkan investasi jangka panjang yang lebih menarik dibanding investasi jangka pendek. Investasi jangka panjang harus ditopang dengan kemudahan berusaha dan insentif yang tepat sasaran. Ekonomi berorientasi ekspor dan substitusi impor juga harus menjadi perhatian saat ini untuk memperkuat nilai rupiah.

Rumah KPR bersubsisdi di Tambun, Bekasi, Jawa Barat, 28 November 2023. TEMPO/Tony Hartawan

Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah memaklumi pilihan Bank Indonesia kali ini, mengingat tekanan yang begitu besar terhadap rupiah. Selain karena faktor global, Indonesia menghadapi kenaikan permintaan dolar dari dalam negeri, khususnya pada kuartal kedua. Pada periode tersebut, umumnya emiten tengah melakukan pembayaran dividen, termasuk untuk investor asing, sehingga kebutuhan dolar meningkat.

Risiko kenaikan suku bunga terhadap laju kredit yang bisa menghambat investasi dan efeknya terhadap pertumbuhan ekonomi bukan tak disadari Bank Indonesia. "Tapi kalau kebijakan ini tidak dilakukan, dampaknya bisa memperbesar gejolak nilai tukar dan tekanan inflasi," kata Piter. 

Dia memperkirakan efek domino terhadap bunga kredit belum akan terjadi dalam waktu dekat. Pasalnya, tingkat bunga kredit sekarang sudah cukup tinggi, bahkan setelah Bank Indonesia menurunkan BI Rate. "Sehingga transmisi dari kenaikan suku bunga sekarang ke kredit, saya kira, tidak akan terlalu besar," ujarnya.

Selain itu, meski ada risiko, Piter menilai kenaikan suku bunga setidaknya bisa memberi harapan. "BI setidaknya memunculkan ekspektasi bahwa nilai tukar akan stabil dan inflasi terjaga," ujarnya. Ekspektasi pasar yang optimistis akan menggerakkan perilaku ekonomi, misalnya dorongan untuk berspekulasi terhadap dolar bisa berkurang. 

Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk David Sumual pun satu suara. Menurut dia, Bank Indonesia menjaga ekspektasi inflasi dan nilai tukar, meskipun efeknya terhadap penguatan nilai tukar rupiah belum akan langsung terasa. "Masih bergantung pada perkembangan eksternal, terutama arah suku bunga The Fed dan kondisi geopolitik," ucapnya.

Sehari setelah pengumuman kenaikan suku bunga, rupiah yang ditransaksikan antarbank atau kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) melemah ke level 16.208 per dolar AS, dari sebelumnya di posisi 16.161 per dolar AS.

David pun memperkirakan kebijakan Bank Indonesia tidak berdampak langsung pada suku bunga kredit. Dia mencatat kenaikan BI Rate sudah mencapai 275 basis point sejak Agustus 2022 hingga Februari 2024, tapi pergerakan suku bunga kredit tak sebesar itu. "Bunga kredit modal kerja hanya naik 43 basis point, sedangkan kredit investasi naik 71 basis point selama periode itu," ujarnya. Di sisi lain, suku bunga kredit konsumsi justru turun 32 basis point untuk kredit kendaraan bermotor dan 58 basis point untuk kredit perumahan rakyat.

Di tengah kenaikan BI Rate ini, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk merespons dengan mencermati likuiditas perusahaan. Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso mengatakan likuiditas perlu dijaga dengan mempertahankan rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan-to-deposit ratio (LDR) di angka 90-92 persen setelah suku bunga acuan naik agar bisa tetap ekspansi. Adapun LDR BRI saat ini sebesar 83,38 persen. "Kalau masih di bawah 90 persen, menurut saya, kita tetap harus mendorong (ekspansi) kredit," ujarnya, seperti dilansir Antara, kemarin.

Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Nixon LP Napitupulu mengatakan BTN berusaha menurunkan pertumbuhan kredit agar kembali ke level 10-11 persen pada akhir tahun ini sebagai antisipasi dampak kenaikan suku bunga acuan serta kondisi geopolitik dan makroekonomi global.

Adapun Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengimbau masyarakat tidak khawatir terhadap dampak gejolak nilai rupiah terhadap dolar. Sebab, Indonesia memiliki cadangan devisa yang kuat.

"Cadangan devisa kita kan kuat, jadi tidak perlu terlalu khawatir. Kita percayakan kepada yang punya otoritas untuk mengatasi perubahan kenaikan nilai tukar itu," ujarnya setelah menghadiri halalbihalal di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, kemarin.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus