Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Surga kaset bajakan

Pasaran kaset lagu-lagu barat di timur tengah sedang ramai. Perusahaan perekaman kaset di Indonesia optimis bahwa ekspor kaset ke arab saudi akan meningkat. kaset lagu-lagu barat dari indonesia murah. (eb)

3 April 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERUSAHAAN perekaman kaset di Indoesia mendapat angin. Ekspor kaset bersi lagu-lagu Barat ke Arab Saudi tamaknya akan meningkat. "Saya sudah neninjau ke sana, wah prospeknya cerah sekali," ungkap Suryoko, 32 tahun,Dirut PT Aquarius, perekam kaset lagu Barat di Jakarta. Rasa antusias semacam itu bertambah ketika awal bulan lalu Menteri Perdagangan dan Koperasi Radius Prawiro, yang sedang berkampanye menggalakkan ekspor komoditi nonminyak bertemu dengan sejumlah pengusaha di Hotel Hilton, Jakarta. Di situ Suryoko, mewakili sejumlah temannya, mengharapkan agar pemerintah turut pula mendorong usaha ekspor kaset berisi lagu-lagu Barat ke Saudi. Kendati kaset itu, katanya, jelas merupakan produk "bajakan" --mereproduksi tanpa membayar royalty kepada pemegang hak cipta. Indonesia yang belum turut menandatangani Konvensi Bern mengenai UU Hak Cipta Internasional, tentu tidak bisa dituntut. Jadi mumpung belum ada peraturan yang mengikat, Menteri Radius tampaknya mndorong usaha ekspor kaset semacam itu. Singapura, yang menandatangani Konvensi Bern itu telah lama mengekspor kaset lagu Barat "bajakan" ke Saudi. Pemerintah di Singapura agaknya tutup mata melihat besarnya petrodollar yang bisa mereka raih dari kaset. Setiap bulannya Arab Saudi saja rata-rata memerlukan 10 juta kaset lagu Barat. Belum lagi negeri seperti Kuwait dan Uni Emirat- Arab. Suryoko, dan sejumlah rekannya selama ini juga telah merintis ekspor ke Arab Saudi--tapi pengapalan kasetnya dilakukan lewat Singapura dalam jumlah terbatas. Melihat pasar di Timur Tengah yang menggiurkan itu, Suryoko optimistis kaset Indonesia bakal menjadi pesaing keras. Hasil seleksi lagu, dan mutu rekaman perusahaan Indonesia, menurut pengusaha yang biasa dipanggil O'ok itu, termasuk jempolan. Dibanding. set lagu Barat eks-Eropa, "kaset kiai jauh lebih murah, perbandingannya 7 dengan 5," kata Pungky B. Perwadi, 3 tahun, Ketua Asosiasi Perekam Nasion Indonesia (APNI). Tentu saja lebih mahal, sebab perusahaan perekaman Eropa itu harus pula membayar royal kepada pemegang hak cipta. Dengan anggota 22 perusahaan, kini setiap bulannya APNI mampu menghasilkan sekitar 2 juta kaset lagu Barat. Dari jumlah itu baru sekitar 200 ribu yang diekspor. Untuk menampung lagu Barat seperti jaz, disko, maupun pop, mereka biasanya menggunakan pita bermutu baik (BASF maupun Maxell UD) yang berharga Rp 400 per buah. Sesudah diisi lagu, kaset itu kemudian dijual ke agen Rp 750 per buah. Agen selanjutnya menjual kepada pengecer, paling ting Rp 850 per buah. Dari sinilah konsumen pada akhirnya rata-rata harus merogo Rp 1.000 untuk setiap kaset yang dibelinya. Barang Tentengan Perekaman kaset lagu Barat, yang lebih pantas disebut sebagai industri rumah, mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1969. Pada mulanya usaha itu di lakukan sebagai hobby sejumlah anak muda di kota besar. Dari situ konsumen mulai mengenal merk Perina, Setia Djaja, Contessa, Kings, Atlantic Recor , dan sebagainya. Untuk melempar kaset rekaman lagu baru, mereka berani memasang iklan seperempat halaman di beberapa koran Jakarta. Pertanda adanya persaingan yang cukup keras. Buat mendirikan perusahaan sem cam itu, menurut Seki, Manajer Penjualan PT Perina Utama, cukup dengan modal sekitar Rp 20 juta ditambah penyusun lagu, dan koresponden di luar negeri. "Yang penting kita harus punya penyusun lagu yang baik, dan korespon den pencari rekaman baru) di luar negeri," katanya. Diakuinya, mencari penyusun lagu yang baik, tidaklah mudah "Soalnya kuping sang penyusun harus bisa mewakili ribuan kuping konsumen." Perusahaan Seki sendiri secara resmi memang belum mengekspor ke Saudi. "Barang kami ditenteng pedagang dari Saudi yang membeli dari agen kami," katanya. Suryoko memulai usahanya secar kecil-kecilan di awal 1970, dengan nam Perina. Ketika bisnis itu berkembang kelompok Perina pecah--dan Suryo akhirnya memakai label Aquarius. Kini pengusaha muda itu sudah memiliki 40 cassette recorder, dengan 60 karyawan Setiap jamnya satu pesawat perekam itu mampu menghasilkan satu kaset. "Tunggu saja 4-5 bulan lagi, saya akan coba memenuhi derasnya permintaan dari Arab Saudi," kata Suryoko.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus