Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hasil survei Inventure 2024 tentang Indonesia Market Outlook 2025 menunjukkan adanya 49 persen kelas menengah yang mengalami penurunan daya beli, sedangkan 51 persen mengatakan tidak merasa menurun daya belinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dari jumlah kelas menengah ini, sebanyak 70 persen responden menunda membeli kendaraan dan 68 persen menunda membeli atau merenovasi rumah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Rumah dan mobil merupakan investasi besar yang membutuhkan komtimen finansial jangka panjang,” kata Yuswohady, Managing Partner Inventure, dalam Press Conference secara daring Indonesia Industry Outlook 2025 bertajuk tema Indonesia Market Outlook 2025: Kelas Menengah Hancur, Masihkah Bisnis Mantul? pada Selasa, 22 Oktober 2024.
Yuswohady mengatakan membeli rumah dan mobil yang kerap didanai oleh kredit dengan cicilan bertahun-tahun juga menjadi faktor kelas menegah menunda membeli kedua properti itu. Oleh karena itu, kelompok ini disebut lebih memilih menjaga kestabilan keuangan.
“Ketika daya beli anjlok, kelas menengah lebih memilih mengurangi pengeluaran ini untuk menjaga kestabilan keuangan mereka,” kata dia.
Selain itu, Yuswohady mengatakan ada 56 persen responden juga menunda investasi dan tabungan non-emergency, 51 persen menunda hiburan mewah dan rekreasi, 34 persen rencana pendidikan tinggi, 14 persen memiliki anak, dan 4 persen menunda untuk menikah.
Survei ini melibatkan 450 responden yang berasal dari lima kota besar di Indonesia yang meliputi Jabodetabek, Semarang, Surabaya, Medan, dan Makassar. Responden ini juga berasal dari kelas menengah milenial dan Gen Z dengan metode survei wawancara langsung pada September 2024.
Dari sisi pengeluaran, sebanyak 79 persen responden berasal dari middle class-A2 dengan pengeluaran rumah tangga sebesar Rp 2,1-Rp 9,6 juta, sebanyak 14 persen responden dari aspiring middle class-B dengan pengeluaran rumah tangga sebesar Rp 900 ribu-Rp 2,1 juta, dan sebesar 7 persen responden berasal dari upper middle class-A1 dengan pengeluaran di atas Rp 9,6 juta.
Selanjutnya: Penurunan Daya Beli....
Penurunan Daya Beli
Hasil sigi serupa juga menunjukkan adanya 49 persen kelas menegah yang mengalami penurunan daya beli, sedangkan 51 persen mengatakan tidak merasa menurun daya belinya. Dari 49 persen itu, sebanyak 85 persen mengatakan mereka mengalami penurunan daya beli karena kenaikan harga kebutuhan pokok seperti makanan, energi, dan transportasi.
“Ini nyaris setengahnya, mereka berasal dari aspiring middle class (kelas menegah bawah),” kata Yuswohady.
Kelompok 49 persen ini, sebanyak 85 persen mengalami penurunan daya beli karena kenaikan harga kebutuhan pokok, mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan sebanyak 52 persen, dan pendapatan yang stagnan 45 persen.
Sementara itu, dari responden yang mengaku mengalami penurunan daya beli ini, mereka juga menyebutkan telah memangkas pengeluaran rumah tangga. Selain itu, mengurangi pengeluaran untuk membership atau langganan (Netflix, Spotify, gym, dll), renovasi rumah, dan produk skincare premium.
Namun, kelompok ini juga mengaku hanya memangkas sebagain kecil pengeluaran mereka untuk membeli barang fesyen baru (baju, sepatu, tas, dll), makan di luar (restoran, kafe, dll), dan biaya pendidikan non-formal (kursus, privat, kelas yoga, dll).
“Makan enak itu tidak dipangkas. Ini menunjukkan di Indonesia budaya kelas menegah, nongkrong, menjadi penting,” kata dia.