Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menggodok rencana pemberian jaminan ketenagakerjaan untuk pekerja informal. Bentuknya lewat BPJS Ketenagakerjaan layaknya pekerja formal.
Pemberian jaminan ketenagakerjaan untuk pekerja informal diharapkan bisa terealisasi pada tahun ini dengan target awal 20 juta tenaga kerja.
Tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang rendah juga menjadi alasan jumlah pekerja informal meningkat.
JAKARTA - Pemerintah menggodok rencana pemberian jaminan ketenagakerjaan untuk pekerja informal. Bentuknya lewat BPJS Ketenagakerjaan layaknya tenaga kerja formal. Bedanya dengan pekerja formal yang iurannya dibayarkan perusahaan dan pekerja, iuran pekerja informal per bulan bakal ditanggung pemerintah lewat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nunung Nuryartono menuturkan pembahasan masih berlangsung untuk mewujudkan rencana tersebut. "Tapi hampir semua kementerian sudah sepakat menjalankan ini," tuturnya, kemarin, 5 Februari 2024. Dia berharap program itu bisa terealisasi pada tahun ini dengan target awal 20 juta tenaga kerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Badan Pusat Statistik mencatat terdapat 59,11 persen pekerja informal dari total 139,85 juta orang yang bekerja per Agustus 2023. Proporsi tenaga kerja informal melonjak sejak 2020. Pandemi menjadi pemicunya lantaran muncul gelombang pemutusan hubungan kerja.
Kondisi ini memaksa para angkatan kerja mencari pendapatan baik dengan berusaha sendiri, menjadi pekerja bebas, maupun bekerja dengan keluarga. Per Agustus 2020, BPS mencatat porsi pekerja informal naik hingga 60,47 persen dari Agustus 2019 yang sebesar 55,88 persen.
Di sisi lain, Nunung mengatakan besarnya porsi pekerja informal merupakan karakteristik negara berkembang. "Mayoritas di negara berkembang, pekerja informal relatif lebih banyak karena pergerakan mereka bisa lebih cepat di sektor ini."
Salah satu indikator dari kenaikan jumlah tenaga kerja sektor informal adalah pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Basis data Kementerian Koperasi dan UMKM pada 2019 mencatat lebih dari 64 juta UMKM di Indonesia. "Pelaku usaha mikro merupakan bagian terbesar dan menyerap tenaga kerja sebanyak 97 persen dari total angkatan kerja," ujar Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UMKM Yulius.
Pemerintah kini tengah memperbarui data UMKM. Pada 2022, pemerintah mengantongi data 9,1 juta pelaku usaha berisi nama dan alamatnya. Tahun lalu, pemerintah bekerja sama dengan BPS mendapat tambahan data 4,2 juta UMKM.
Dominasi Pekerja Informal
Sulit Masuk Perusahaan
Pertumbuhan sektor informal tak lepas dari terbatasnya lapangan kerja. Investasi di Indonesia tak lagi didominasi padat karya, melainkan bergeser ke padat modal dan teknologi. Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Darwoto mengatakan butuh dukungan pemerintah untuk menarik lebih banyak lagi investasi industri padat karya di dalam negeri.
Upah menjadi salah satu tantangan lantaran trennya terus naik tiap tahun. Sementara itu, di negara-negara tetangga, seperti Vietnam, Laos, dan Kamboja, upah pekerja lebih rendah daripada di Indonesia. Di Thailand, kenaikan upah pun tak terjadi setiap tahun. Darwoto mencatat investor juga butuh dukungan kepastian hukum di Indonesia.
Namun lapangan kerja bukanlah satu-satunya masalah. Dartowo menyoroti terbatasnya tenaga kerja yang punya keterampilan sesuai dengan kebutuhan industri. "Seharusnya di pasar kerja sudah siap ketika kami butuh, tapi sekarang banyak yang belum siap," katanya.
Apindo tengah berupaya mengatasinya dengan mendirikan sekolah vokasi. Bukan hanya mengajarkan keterampilan teknis, tapi juga keterampilan lunak yang dibutuhkan di dunia kerja. "Kami juga melatih khusus pengajarnya," kata Darwoto.
Apindo telah mendirikan dua sekolah di kawasan industri di Cikarang, Jawa Barat, serta di kawasan industri di Karawang, Jawa Barat. Darwoto menuturkan pihaknya tengah menyiapkan satu sekolah di kawasan Jawa Timur. "Kami juga akan coba duplikasi program ini di sekolah di luar kawasan industri."
Selain lewat sekolah tersebut, pemerintah melibatkan pengusaha aktif mengambil peran dalam pelatihan vokasi. Misalnya dengan melibatkan para pengusaha untuk memberi masukan pada kurikulum pengajaran hingga mengisi kelas khusus.
Pemerintah juga saat ini memiliki aplikasi Sistem Informasi dan Pelayanan Ketenagakerjaan untuk merangkul angkatan kerja. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menuturkan aplikasi tersebut punya layanan informasi lowongan kerja, peningkatan kompetensi lewat pelatihan vokasi, sertifikasi kompetensi, sampai membuka kesempatan wirausaha. "Kami berusaha memfasilitasi masyarakat untuk mempertemukan para pencari kerja dengan pemberi kerja," katanya.
Sopir bajaj melintas di depan gedung Bawaslu, Jakarta, 10 Januari 2024. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Risiko Pekerja Informal
Peneliti dari Institute for Demographic and Poverty Study, Shofie Azzahrah, menuturkan tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang rendah juga menjadi alasan jumlah pekerja informal meningkat. Merujuk pada data BPS 2022, tingkat pendidikan di level sekolah dasar mencapai 38,7 persen dan sekolah menengah pertama 17,5 persen. "Dengan kualifikasi pendidikan yang rendah ini akan sulit bagi mereka untuk bekerja di sektor formal," tuturnya.
Tenaga kerja informal terpapar sejumlah risiko, seperti gaji yang rendah, pendapatan yang tidak tetap, hingga tidak adanya jaminan pekerjaan. Kesejahteraan pekerja rendah akibat kondisi ini.
Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance, Riza Annisa Pujarama, menyebutkan pertumbuhan sektor informal juga punya risiko dari sisi ekonomi. Jenis pekerjaan ini umumnya tidak tercatat sehingga berpengaruh pada penerimaan pajak. Selama ini penarikan pajak di sektor formal cenderung mudah karena melalui perusahaan. "Untuk sektor informal ini akan cukup sulit melacaknya karena banyak juga yang dibayar harian atau upahnya di bawah UMR, atau tidak diupah sama sekali karena pekerja pada usaha keluarga," katanya.
Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada, Tadjudin Noor Effendi, menilai pemerintah perlu segera mencari solusi buat meningkatkan penyerapan tenaga kerja. Selain berfokus menambah lapangan kerja, urusan upah perlu ada solusi agar menguntungkan buat pengusaha dan pekerja.
Dia mengatakan pemerintah perlu mulai memberi perlindungan buat mereka yang berada di sektor informal. Terlebih, saat ini mulai berkembang jenis pekerjaan dalam jaringan yang fleksibel. "Pemerintah harus segera memperhatikan ini karena tidak menutup kemungkinan ini akan berkembang pesat," katanya. Bentuknya bisa berbentuk perlindungan hukum hingga ekonomi seperti melalui BPJS Ketenagakerjaan.
VINDRY FLORENTIN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo