Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Basa-basi Transisi Energi

Pidato Jokowi mengenai target transisi energi dianggap jauh panggang dari api. Pengembangan EBT di Indonesia masih rendah.

 

27 April 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Target bauran energi bersih sebesar 23 persen pada 2025 sulit dicapai dengan target pengembangan EBT saat ini.

  • Rencana pembangunan kawasan industri hijau dianggap kontradiktif karena masih memanfaatkan PLTU batu bara.

  • Co-firing PLTU dianggap bukan solusi transisi energi.

JAKARTA - Meski sudah berlalu lebih dari satu pekan, pidato Presiden Joko Widodo soal investasi transisi energi pada 16 April 2023 masih menjadi sorotan di kalangan pegiat lingkungan dan ekonom. Terbaru, Center of Economic and Law Studies (Celios) menyoroti berbagai kontradiksi antara hal yang digadang-gadang Jokowi dalam pidatonya di Hannover Messe—pameran industri tingkat internasional di Jerman—dan realitas di lapangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam pidatonya, Jokowi mengundang para investor menanamkan modal dalam program transisi energi di Indonesia. Ia juga menyebutkan bahwa porsi bauran energi terbarukan di Indonesia pada 2023 mencapai 23 persen dan pemerintah akan mempensiunkan semua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara di Tanah Air pada 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pidato resmi itu kemudian diralat. Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden, Bey Machmudin, menyebutkan data yang benar adalah bauran energi terbarukan sebesar 23 persen merupakan target pemerintah pada 2025. Selain itu, penutupan total PLTU baru akan dilakukan pada 2050. Sebagai catatan, pemerintah memproyeksikan kebutuhan investasi transisi energi mencapai US$ 1 triliun sampai 2060.

Terlepas dari perbedaan data dalam pidato tersebut, peneliti dari Celios, Atinna Rizqiana, melihat target bauran energi bersih 23 persen pada 2025 itu pun masih cukup jauh untuk dicapai. Musababnya, bauran energi baru terbarukan (EBT) dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) pada 2022 tercatat hanya 14,11 persen, naik tipis dari realisasi pada 2021, yakni 13,65 persen. "Secara realistis, kita patut bertanya apakah mungkin dalam dua tahun ke depan (2025) terjadi peningkatan sekitar 10 persen porsi EBT,” ujar Atinna, kemarin. 

Selain soal target bauran EBT yang tidak sinkron dengan kondisi ideal, ia mempertanyakan upaya pemerintah untuk menutup total PLTU. Musababnya, dalam RUPTL 2021-2030, PLN masih menargetkan penambahan kapasitas PLTU sebesar 13,8 gigawatt. Ditambah lagi adanya beberapa PLTU captive atau terintegrasi dengan kawasan industri yang akan dibangun secara serentak di berbagai wilayah smelter nikel dan aluminium, seperti di Morowali, Weda Bay, hingga Kalimantan Utara.

Hal lain yang dipamerkan Jokowi dan menuai sorotan adalah soal rencana pembangunan 30 ribu hektare kawasan industri hijau. Atinna mendapati pemerintah ternyata masih mengizinkan pembangunan PLTU batu bara captive di Kawasan Industri Hijau Indonesia (KIHI). Sebagai gambaran, proyek KIHI akan berlokasi di tiga desa—Tanah Kuning, Mangkupadi, dan Binai—di Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara. 

Proyek ini berawal dari ambisi pada 2015 untuk menjadikan Bulungan sebagai kawasan industri hilir dan pelabuhan industri terbesar di Indonesia. Pada 2022, bersamaan dengan pengumuman dukungan program Just Energy Transition Partnership (JETP) sebesar US$ 20 miliar (sekitar Rp 314 triliun), kawasan yang tadinya disebut Kawasan Industri dan Pelabuhan Indonesia itu berubah nama menjadi Kawasan Industri Hijau Indonesia. 

Saat ini KIHI sedang melalui tahap awal proses perencanaan. Dari 30 ribu hektare total lahan, baru 9.500 hektare luas lahan yang siap dikembangkan melalui wewenang PT Kalimantan Industrial Park Indonesia (PT KIPI). Melalui data ANDAL 2021, diketahui akan terdapat dua zona di dalamnya, yakni Zona Biru dan Zona Hijau. Zona Biru dinyatakan sebagai kawasan yang masih disokong oleh pembangkit batu bara. Rencananya, Zona Hijau akan memiliki luasan sebesar 2.196,56 hektare, sedangkan Zona Biru sebesar 3.910,41 hektare atau hampir dua kali lipat dari luasan Zona Hijau. 

Direktur Kebijakan Pertambangan Celios, Wishnu Try Utomo, mengatakan tantangan lain pensiun dini PLTU adalah adanya metode co-firing yang kenyataannya hanya mengurangi jumlah penggunaan batu bara sebesar 5-10 persen. "Metode ini justru memperbesar potensi deforestasi karena kebutuhan biomassanya yang terlalu tinggi. Belum lagi adanya upaya memperpanjang usia PLTU yang seharusnya sudah layak dipensiunkan,” kata dia. Co-firing adalah skema substitusi batu bara pada rasio tertentu dengan bahan biomassa, seperti pelet kayu, cangkang sawit, hingga serbuk gergaji.   

Upaya Mengejar Target

Atas keraguan mengenai komitmen transisi energi tersebut, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Dadan Kusdiana, menyebutkan sebelas langkah yang dilakukan pemerintah untuk bisa mencapai target bauran EBT 23 persen pada 2025. Misalnya, mendorong pengembangan pembangkit listrik terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga surya atap (PLTS atap), pembangkit listrik tenaga air (PLTA), dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di sektor serta kawasan industri. Pemerintah juga mendorong metode co-firing pada PLTU. 

Di sisi lain, pemerintah mendorong pemanfaatan fasilitas pendanaan global untuk transisi energi melalui pengembangan EBT, seperti JETP dan Asia Zero Emission Community (AZEC). Kementerian Energi juga mendorong proyek EBT yang memiliki dampak signifikan untuk masuk sebagai proyek strategis nasional.

"Kami memberikan fasilitasi dukungan non-teknis, seperti insentif fiskal dan non-fiskal, untuk proyek EBT, kemudahan perizinan berusaha, serta pemanfaatan kendaraan listrik dan kompor induksi untuk mendorong pergeseran permintaan energi ke arah listrik," kata Dadan. 

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi pembangunan pembangkit EBT berdasarkan RUPTL PT PLN (Persero), Dadan berujar, target penambahan kapasitas pembangkit listrik EBT sebesar 368,5 megawatt pada 2023 dan 981,6 megawatt pada 2024. 

Petugas saat melakukan memeriksa unit solar cell  di Pabrik PT Indofood Sukses Makmur Tbk Divisi Bogasari, Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, 9 September 2022. Tempo/ Hilman Fathurrahman W

Lelang Pembangkit EBT Harus Dimulai

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa, melihat target tersebut tidak akan bisa membantu pemerintah mencapai target bauran energi bersih 23 persen pada 2025. Menurut dia, untuk mengejar target itu, pemerintah mesti menambah sekitar 12 ribu megawatt pembangkit energi terbarukan dalam waktu tiga tahun ke depan. 

Karena itu, lelang pembangkit listrik EBT besar-besaran semestinya dilakukan tahun ini. Dengan mempertimbangkan adanya pemilihan umum pada tahun depan, Fabby menyarankan pemerintah mendorong lelang pembangkit listrik EBT mencapai 10 ribu megawatt pada tahun ini. Dengan demikian, proyek-proyek tersebut bisa dibangun paling lambat tahun depan.  

Fabby mengatakan pembangkit energi bersih yang bisa dibangun dengan cepat adalah PLTS atap, yang kapasitasnya bisa mencapai 1 gigawatt per tahun. Ia mengatakan teknologi tersebut bisa menjadi pilihan ketimbang skema co-firing yang hanya bisa menambah bauran energi paling tidak 2 persen hingga 2025. Di samping menambah pembangkit EBT, ia berujar, langkah tersebut harus dibarengi dengan mempensiunkan beberapa PLTU tua. 

Ia pun meminta Presiden Jokowi tidak sekadar berpidato, tapi juga melihat secara rinci rencana dan realisasi di lapangan. Tanpa upaya besar-besaran tersebut, Fabby mengatakan, komitmen transisi energi pemerintah sekadar basa-basi. "Kita selama ini seperti poco-poco saja, basa-basi. Bicara transisi energi, tapi bauran energi terbarukan tidak naik-naik," ujar dia. 

CAESAR AKBAR | FAJAR PEBRIANTO

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus