Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sejumlah ekonom menilai target pertumbuhan ekonomi 5,3-5,6 persen pada 2025 terlalu ambisius dan tidak realistis.
Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi pada 2025, konsumsi harus benar-benar terjaga. Sedangkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga setahun terakhir menurun.
Target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah juga berada jauh di atas proyeksi IMF sekitar 5,1 persen dan Bank Dunia 4,9 persen.
PEMERINTAH menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2025 sebesar 5,3-5,6 persen. Target tersebut dituangkan dalam rencana kerja pemerintah tahun 2025 dengan tema akselerasi pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Sejumlah ekonom menilai target tersebut terlalu ambisius.
“Dengan adanya berbagai shock variable dari luar ataupun dalam negeri, target tersebut tidak realistis,” kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Esther, perekonomian belum sepenuhnya pulih akibat pandemi. Selain itu, masih ada dampak El Nino yang diperkirakan terjadi pada 2025. Tingginya inflasi dan era suku bunga tinggi yang berpotensi semakin melemahkan nilai tukar juga diprediksi masih terjadi. Bank sentral Amerika masih menahan tingkat suku bunga tinggi lebih lama. Belum lagi konflik yang terjadi antara Iran dan Israel.
Esther mengatakan, meski neraca perdagangan tercatat surplus dua tahun berturut-turut, hal itu belum menjadi indikator. Ekspor saat ini justru tengah lesu akibat pelambatan ekonomi di beberapa negara tujuan, seperti Cina dan Amerika Serikat. Badan Pusat Statistik mencatat nilai ekspor Indonesia pada Februari 2024 mencapai US$ 19,31 miliar atau turun 5,79 persen dibanding ekspor pada Januari 2024. Dibanding pada Februari 2023, nilai ekspor turun 9,45 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tahun ini, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi cenderung lebih lambat dibanding pada 2023. Selain akibat guncangan, kebijakan pemerintah ikut mempengaruhi. Karena itu, perlu evaluasi penggunaan anggaran. Jika targetnya untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang, Esther merekomendasikan anggaran negara dan program pemerintah diarahkan lebih produktif dan tidak konsumtif.
Analis senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P. Sasmita juga mengatakan hal yang sama. “Target pertumbuhan ekonomi 5,2-5,6 persen ada tahun depan tampaknya kurang realistis, mengingat tantangan ekonomi akan cukup kompleks dan sulit,” ujarnya, kemarin.
Kondisinya cukup berat, baik dari sisi domestik maupun global. Pasalnya, dari sisi fiskal, rencana kebijakan sampai pertengahan tahun depan dibuat oleh pemerintahan hari ini, yang mayoritas masih memakai platform kebijakan lama. Ia menilai kebijakan lama sudah terbukti kurang mampu menaikkan performa ekonomi nasional secara drastis. Jadi, target pertumbuhan ekonomi akan sulit untuk mencapai 5,3-5,6 persen.
Menurut Ronny, platform kebijakan ekonomi pemerintahan Joko Widodo memang bukan berfokus mendapatkan angka pertumbuhan ekonomi setinggi-tingginya, melainkan justru untuk menahan agar pertumbuhan tidak makin terpuruk. Pasalnya, di pengujung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pertumbuhan mulai melandai karena era commodity booming mulai berakhir.
Pekerja menjahit tas di pabrik pembuat perlengkapan luar ruang di Cilampeni, Kecamatan Katapang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Juni 2023. TEMPO/Prima Mulia
Ronny menilai pemerintah belum bisa menemukan sumber pertumbuhan baru. Indonesia masih gagal menjadi negara eksportir produk manufaktur, dan hanya bertahan sebagai eksportir bahan mentah. Dengan begitu, pembesaran anggaran infrastruktur hanya mampu menahan agar pertumbuhan tidak makin melandai. “Akibatnya, perekonomian kita bertahan di angka 5 persen,” ujarnya.
Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi pada 2025, konsumsi harus benar-benar terjaga. Pemerintah mesti mendesain kebijakan sosial kesejahteraan yang baik dan tepat agar benar-benar bisa menahan tekanan terhadap daya beli masyarakat.
Konsumsi masyarakat selama ini menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi. Kontribusinya mencapai lebih dari 50 persen. Tapi konsumsi rumah tangga dalam beberapa tahun terakhir menurun. Badan Pusat Statistik mencatat konsumsi rumah tangga sepanjang tahun lalu hanya tumbuh 4,82 persen atau lebih rendah dibanding pada 2022 yang sebesar 4,94 persen. Sedangkan sebelum masa pandemi Covid-19, pertumbuhan konsumsi masyarakat selalu berada di atas 5 persen.
Selain konsumsi rumah tangga, belanja pemerintah harus lebih agresif dan produktif agar memiliki imbas multiplier yang luas. Ekspor harus makin besar agar cadangan devisa juga makin besar di satu sisi dan serapan tenaga kerja makin luas di sisi lain. “Dan yang paling penting, pertumbuhan investasi harus melebihi pertumbuhan investasi dibanding tahun-tahun sebelumnya,” ujarnya.
Target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah juga berada jauh di atas proyeksi sejumlah lembaga internasional. Dalam World Economic Outlook edisi April 2024, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 sebesar 5,1 persen. Sedangkan Bank Dunia memprediksi angkanya hanya 4,9 persen. Sementara itu, taksiran Bank Pembangunan Asia (ADB) berada di level 5 persen.
Adapun Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Organisasi, Hukum, dan Komunikasi Kadin Indonesia Yukki Nugrahawan Hanafi optimistis target pertumbuhan ekonomi 2025 sebesar 5,3-5,6 persen dapat dicapai. “Faktor konsumsi domestik yang masih terjaga dan tingginya minat investasi pada sektor dan industri di Indonesia pasca-pemilu menjadi faktor yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional pada 2025,” ujarnya, kemarin.
Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM, realisasi capaian investasi pada tahun lalu telah melampaui target hingga 101,3 persen. Nilai investasi pada 2023 tercatat Rp 1.418,9 triliun atau di atas target Rp 1.400 triliun. Menurut Yukki, ekonomi berpotensi tumbuh karena berbagai proyek dan pembangunan akan menjadi daya tarik bagi peningkatan investasi.
Namun ia memberi catatan bahwa faktor eksternal yang terjadi sepanjang tahun ini belum mereda. Menurut dia, kondisi global bisa memicu penguatan dolar dan pelemahan rupiah yang bermuara pada kenaikan beberapa harga bahan baku. Selain itu, melemahnya rupiah bisa menggelembungkan beban fiskal subsidi BBM atau kenaikan harga BBM hingga kenaikan biaya produksi dunia usaha. Ujungnya, hal itu akan menekan daya beli masyarakat.
Warga membawa kantung beras saat Operasi Pasar Bersubsidi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat di Bandung, 4 April 2024. TEMPO/Prima mulia
Dunia usaha diharapkan menjadi motor penggerak perekonomian. Karena itu, Yukki mendorong pemerintah memberi berbagai kebijakan dan inisiatif yang menggeliatkan para pelaku usaha nasional. Salah satu yang dapat dilakukan adalah mempertimbangkan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia agar kredit bagi industri juga dapat diakses dengan lebih mudah dan terjangkau.
Selain itu, pemerintah perlu memperhatikan peningkatan pertumbuhan industri manufaktur. Pertumbuhan saat ini tercatat hanya 18,67 persen kontribusi manufaktur terhadap PDB. Pemerintah perlu mendorong agar industri manufaktur yang berorientasi ekspor lebih kompetitif dan berdaya saing global.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda berujar pemerintah memang harus memasang wajah optimistis terhadap pertumbuhan ekonomi ke depan. “Tujuannya untuk menarik investor, meski seharusnya juga realistis,” ucapnya saat dihubungi kemarin.
Di tengah kondisi ekonomi global seperti konflik Timur Tengah dan pelemahan ekonomi Cina, Huda memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar 4,7-4,9 persen. Menurut dia, menyentuh angka 5 persen saja sudah luar biasa. Inflasi dan rezim suku bunga tinggi masih menjadi faktor global yang menghantui perlambatan ekonomi.
Ia menambahkan, kekuatan ekonomi domestik masih menjadi andalan bagi ekonomi makro saat ini. Karena itu, menjaga daya beli melalui subsidi barang-barang yang diatur pemerintah sangatlah penting. “Program-program tahun depan harus ditinjau ulang. Saya rasa ada program andalan capres terpilih yang harus dikorbankan. Mengandalkan tambahan penerimaan pajak ketika ekonomi lesu juga suatu hal yang sulit. Karena itu, realokasi pos anggaran menjadi satu solusi realistis,” ujarnya.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara membenarkan masih adanya tantangan perekonomian, seperti inflasi dan konflik geopolitik. Menurut dia, dengan era suku bunga tinggi yang masih bertahan lama, modal akan mengalir ke luar negeri dan menguatkan dolar Amerika Serikat. “Karena itu, pemerintah akan terus menjaga berbagai kondisi volatilitas atau guncangan,” katanya dalam rapat koordinasi virtual penyusunan RKP 2025 pada Kamis lalu.
Suahasil mengatakan pemerintah akan memonitor sembari berharap tidak terjadi eskalasi konflik di luar negeri. Dia berharap tekanan terhadap komoditas, khususnya harga minyak, tidak meningkat, walau sudah terlihat beberapa kenaikan harga di dunia.
Kementerian Keuangan bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan sebagai komite stabilitas keuangan akan terus berupaya menjaga stabilitas variabel yang mempengaruhi kondisi ekonomi Indonesia. “Namun kita harus tetap waspada,” katanya.
Terkait dengan program kerja dan anggaran, Suahasil menekankan pesan dari Presiden Joko Widodo agar dalam rancangan APBN tetap memperhatikan serta memasukkan visi dan arah program-program kebijakan presiden terpilih 2024.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo