Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pelaku UMKM masih sulit mendapatkan KUR lantaran terhambat berbagai persyaratan.
Perbankan dituding lebih memprioritaskan peminjam kredit komersial ketimbang pemohon KUR.
BCA tidak meminta agunan bagi penyaluran KUR di bawah Rp 100 juta.
JAKARTA - Ombudsman RI meminta pemerintah tidak menurunkan plafon kredit usaha rakyat (KUR) kendati realisasinya masih minim. Tahun ini pemerintah merevisi plafon KUR, dari Rp 450 triliun menjadi Rp 297 triliun. “Jangan sampai rapor penyerapan yang rendah ini mengurangi plafon dan dialihkan ke subsidi lain. Nanti masyarakat yang belum tersentuh semakin tidak tersentuh,” ujar anggota Ombudsman, Dadan Suharmawijaya, kemarin.
Ombudsman melihat selama ini komitmen pemerintah untuk menanggung bunga permodalan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sejatinya cukup besar. Buktinya, setiap tahun ada kenaikan plafon. Sayangnya, alokasi tersebut masih sulit terserap oleh masyarakat lantaran berbagai kendala, dari sosialisasi yang kurang hingga perkara administrasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sampai 30 September 2023, Sistem Informasi Kredit Program (SIKP) mencatat realisasi penyaluran KUR baru Rp 175,73 triliun atau 59 persen dari target. “Tapi jangan lalu diturunkan lagi targetnya. Ini bukan salah publik,” kata Dadan. Justru, kata dia, banyak hal semestinya diperbaiki untuk bisa meningkatkan penyaluran KUR.
Menyitir keterangan tertulis Kementerian Koordinator Perekonomian pada November 2022, pemerintah awalnya menargetkan penyaluran KUR sebesar Rp 470 triliun pada 2023 dan meningkat menjadi Rp 585 triliun. Kementerian Koperasi dan UKM menyatakan bakal mengevaluasi realisasi program KUR di lapangan untuk menentukan arah program ini ke depan, termasuk target pada 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan catatan Ombudsman, persoalan KUR tidak bisa hanya dievaluasi di tingkat regulasi pemerintah, tapi juga di tingkat penyalur, seperti perbankan. “Perlu literasi program bagi manajemen maupun karyawan lini pelayanan perbankan atau lembaga penyalur untuk memahami filosofi dan keberpihakan program KUR,” kata dia.
Baca juga:
Terpukul Platform Social Commerce
Menuju Pemutihan Kredit UMKM
Obral Kemudahan Akses KUR
Pelaku UMKM Merasa Dinomorduakan
Menurut Dadan, Ombudsman menerima keluhan dari pelaku UMKM yang merasa perbankan lebih memprioritaskan peminjam kredit komersial ketimbang pemohon KUR. Beberapa pelapor merasa dipersulit dalam pengajuannya dan persetujuan kredit memakan waktu yang lama.
Pelaksana tugas Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Ferry Irawan, mengakui adanya tantangan dalam penyaluran KUR yang membuat pemerintah merevisi target penyalurannya.
Tantangan itu berupa penyalur KUR yang masih memerlukan waktu untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kebijakan kriteria penerima KUR dan dengan sistem yang ditetapkan pada awal tahun ini.
Pemerintah menyebutkan perubahan kriteria penerima tersebut bertujuan menjaga kualitas penyaluran KUR melalui peningkatan penyaluran untuk debitor baru dan mendorong graduasi debitor lama sebagai pembuktian adanya peningkatan kapasitas usaha penerima KUR.
Ferry mengklaim pemerintah merespons tantangan tersebut melalui optimalisasi pengunggahan data calon debitor potensial KUR oleh pemerintah daerah dan kementerian teknis melalui SIKP.
Lewat mekanisme penyediaan data calon debitor potensial KUR tersebut, pemerintah berharap para penyalur KUR dapat menjangkau kluster-kluster usaha di luar basis data yang dimilikinya selama ini. Pemerintah juga berharap peningkatan kapasitas usaha penerima KUR dapat tercapai sehingga layak mengajukan pembiayaan dengan skema yang lebih tinggi.
Peningkatan kapasitas itu selanjutnya akan membantu perbankan penyalur KUR mencapai target porsi pembiayaan UMKM sebesar minimal 25 persen dari total kredit yang disalurkan pada 2023, lalu meningkat menjadi minimal 30 persen pada 2024.
“Selain itu, ketentuan mengenai subsidi bunga KUR yang terbit pada awal semester II tahun ini diharapkan dapat menambah kepercayaan penyalur KUR atas kepastian pembayaran subsidi bunga KUR pada 2023,” kata Ferry.
Sebagai informasi, Rapat Koordinasi Komite Kebijakan Pembiayaan bagi UMKM pada 13 Juli lalu salah satunya memutuskan perubahan kebijakan KUR yang diharapkan bisa ditetapkan dan diundangkan pada akhir Oktober serta dapat didistribusikan dan direalisasi oleh penyalur KUR mulai awal November 2023.
Perubahan kebijakan KUR ini khususnya mengatur tentang kriteria penerima KUR yang dikecualikan dari pembatasan akses KUR. Penjelasan kriteria penerima KUR yang lebih rinci tersebut diharapkan dapat memperjelas eligibilitas UMKM untuk menerima KUR serta membantu penyalur KUR dalam menerapkan penilaian kelaikan usaha secara optimal.
Sekretaris Perusahaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, Okki Rushartomo, mengatakan tahun ini adalah periode yang menantang bagi kegiatan penyaluran KUR. Sebab, ada ketentuan yang mewajibkan 60 persen KUR disalurkan kepada UMKM sektor produksi. Di samping itu, ada aturan kenaikan suku bunga berdasarkan berapa kali pelaku UMKM telah memperoleh KUR.
Sejauh ini, Bank BNI telah menyalurkan KUR sebesar Rp 13 triliun kepada 92 ribu pelaku UMKM. Adapun alokasi KUR yang dimandatkan kepada BNI sebanyak Rp 18 triliun. Untuk mencapai target tersebut, Bank BNI menyiapkan beberapa strategi, seperti menetapkan target pasar terfokus melalui pola penyaluran berbasis rantai nilai.
“Ini kepada mitra debitor korporasi, mitra debitor ekspor BNI, nasabah potensial yang berwirausaha, sektor unggulan di area masing-masing kanal kami, dan memperluas jangkauan akses KUR melalui Agen46 BNI,” kata Okki.
Sementara itu, Executive Vice President PT Bank Central Asia Tbk, Hera F. Haryn, mengatakan Bank BCA merevisi target penyaluran KUR menjadi Rp 720 miliar seiring dengan revisi plafon yang dilakukan pemerintah per Agustus 2023. Bank tersebut mengklaim realisasi penyaluran KUR naik 11 persen dibanding pada periode yang sama tahun lalu, dengan sebagian besar KUR BCA disalurkan untuk sektor perdagangan.
Hera mengatakan BCA tidak mensyaratkan agunan bagi penyaluran KUR dengan nilai di bawah Rp 100 juta. Namun BCA tetap melakukan credit scoring dengan mengacu pada peraturan dan prosedur yang berlaku. Sementara itu, untuk mendorong penyaluran KUR, BCA akan mengoptimalkan kanal-kanal yang dimilikinya, melakukan digitalisasi, serta mengoptimalkan rantai pasok mitra.
BCA juga terus mengembangkan infrastruktur penyaluran KUR dengan membuat webform pengajuan KUR, pengolahan KUR tanpa agunan via platform digital, serta melakukan automasi beberapa laporan dan data untuk internal ataupun eksternal.
Proses transaksi dengan kartu BCA di salah satu gerai UMKM. Dok. BCA
Porsi Kredit UMKM Akan Dinaikkan
Soal rencana tahun depan, Kementerian Koperasi dan UKM menargetkan rasio kredit perbankan untuk pelaku UMKM meningkat menjadi 30 persen pada 2024. Selama ini, porsi kredit perbankan untuk UMKM masih kurang dari 20 persen.
Menurut Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM, Muhammad Riza Damanik, strategi yang disiapkan oleh Kementerian Koperasi untuk mencapai target tersebut ialah melakukan pendampingan literasi keuangan bagi pelaku UMKM dan mendorong pencatatan yang baik.
“Salah satu akar persoalan pelaku UMKM sulit mendapatkan pembiayaan adalah tidak adanya pencatatan," kata Riza.
Masih berkaitan dengan pencatatan keuangan, Kementerian Koperasi juga akan menyiapkan platform aplikasi bernama Lamikro. Ini merupakan aplikasi laporan keuangan yang dapat digunakan oleh pelaku UMKM untuk melakukan pembukuan keuangan secara mudah.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan penyaluran KUR harus terus didorong dengan syarat yang lebih mudah dan bunga yang makin ringan. Terobosan yang bisa ditempuh adalah membuat KUR dapat diakses tanpa perlu syarat dokumen yang rumit. “Yang penting tidak punya catatan blacklist di SLIK OJK sudah cukup,” kata dia.
Selain itu, proses pengajuan pinjaman KUR perlu diberi target, misalnya dalam tiga hari sudah ada keputusan diterima atau ditolak. Dengan demikian, calon debitor bisa mencari alternatif pembiayaan lainnya atau memiliki waktu untuk menyempurnakan persyaratan KUR. “Bunga KUR juga seharusnya bisa diturunkan menjadi 1 persen untuk pembiayaan produktif,” kata dia.
Direktur Center of Reform on Economics, Mohammad Faisal, berpendapat perbaikan KUR harus dimulai dari perbaikan prosedur sampai sosialisasi program. Pasalnya, sampai sekarang masih banyak pelaku usaha yang tidak mengetahui seluk-beluk program KUR. Tak hanya itu, kemudahan akses pendanaan harus pula dibarengi dengan pendampingan terhadap UMKM yang lebih komprehensif.
CAESAR AKBAR | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo