Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pembatasan durasi kerja ojol diusulkan untuk meningkatkan keselamatan para pengemudi.
Kementerian Ketenagakerjaan akan meminta perusahaan aplikasi mengirim notifikasi berkala kepada pengemudi.
Para pengemudi ojol tetap menolak adanya pembatasan durasi kerja.
JAKARTA – Pengaturan durasi kerja para pengemudi ojek online atau ojol menjadi perdebatan utama dalam penyusunan regulasi pelindungan hak pengemudi kendaraan berbasis aplikasi. Staf Khusus Menteri Ketenagakerjaan, Dita Indah Sari, mengatakan aspek ini diusulkan untuk dibatasi karena berhubungan dengan faktor kesehatan dan keselamatan kerja (K3).
Perdebatan muncul karena para pengemudi ojol justru gencar menolak pembatasan durasi kerja. Kementerian Ketenagakerjaan beralasan bahwa hal ini perlu diatur agar ada pola kerja yang dapat melindungi driver dari potensi kecelakaan akibat kelelahan. “Masih dibahas agar win-win," kata Dita kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama dua bulan terakhir, Kementerian Ketenagakerjaan menjaring usulan dan materi yang bisa dimasukkan ke dalam rancangan aturan pelindungan pengemudi ojol. Penyusunan aturan itu dipicu banyaknya keluhan soal ketimpangan hak para pengemudi. Besarnya gelombang perekrutan pengemudi angkutan panggilan juga menjadi alasan Kementerian mengintervensi dengan rencana aturan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aturan yang rencananya berupa peraturan Menteri Ketenagakerjaan itu difokuskan pada dua aspek, yaitu penentuan standar kerja serta hak dasar mitra pengemudi. Dalam prosesnya, tim Kemenaker mengusulkan substansi mengenai jam kerja. Usulan yang sebelumnya mengemuka dan disosialisasikan kepada beberapa komunitas pengemudi ojol adalah pembatasan durasi kerja maksimum 12 jam per hari.
Sejumlah pengemudi ojek online melakukan unjuk rasa menuntut penyesuaian tarif di ruas Jalan S. Parman, Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, 3 Oktober 2023. ANTARA/Idhad Zakaria
Durasi kerja tersebut sudah disesuaikan dengan waktu tunggu masuknya pesanan baru. Belakangan, Kemenaker juga mengusulkan perusahaan penyedia aplikasi angkutan panggilan agar menonaktifkan akun pengemudi selama 30 menit setelah pelayanan aktif—diistilahkan sebagai onbid—selama dua jam.
Meski masih usul awal, Dita menyebutkan pemerintah ingin menekan angka kecelakaan kerja di jalan raya, terutama di kalangan pengguna sepeda motor. Menurut dia, kelelahan pengemudi jadi persoalan di tengah kondisi polusi dan peningkatan suhu udara di perkotaan.
Bila merujuk pada data Korps Lalu Lintas Kepolisian RI, angka kecelakaan di jalan raya meningkat dari 103.645 kasus pada 2021 menjadi 131.150 kasus pada 2022. Sebanyak 74,35 persen dari insiden pada 2022 itu menimpa pengendara sepeda motor. “Tapi karena karakter kerja driver ojol berbeda, jam kerjanya memang tidak bisa diwajibkan seperti itu,” tutur Dita.
Dari pembahasan terbaru, dia meneruskan, tim Kemenaker menyarankan adanya notifikasi pada aplikasi setiap empat jam untuk pengemudi. “Itu formulasi sementara yang kami rapatkan,” kata dia. “Jadi, bukan mematikan aplikasi, melainkan mengirim notifikasi agar driver beristirahat.”
Sejumlah pengemudi ojek online melakukan unjuk rasa menuntut penyesuaian tarif di ruas Jalan Jenderal Sudirman, Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, 3 Oktober 2023. ANTARA/Idhad Zakaria
Pengemudi Ojol Tolak Pembatasan
Walau tak mengingat tanggal persisnya, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, mengatakan pihaknya langsung menolak usul pembatasan durasi kerja ketika bertemu dengan tim Kemenaker. Penolakan itu disambung unjuk rasa pada 10 Oktober lalu di depan kantor Kementerian Ketenagakerjaan.
Lily mengklaim demo itu diikuti berbagai komunitas pengemudi ojek online dari Jakarta dan sekitarnya, seperti SPAI, Go Graber Indonesia, Pejuang Aspal Nusantara, serta Aliansi Ojol Indonesia. “Selama masih berstatus sebagai mitra, kami tidak punya kepastian pendapatan sehingga menolak pengaturan jam (kerja),” kata dia, kemarin.
Menurut Lily, para pengemudi masih harus mengatur jam kerja secara mandiri lantaran belum dianggap sebagai pekerja formal. Pengaturan durasi kerja harian, ditambah suspensi akun, dianggap akan menggerus pendapatan pengemudi. “Tapi soal mengantuk, sakit, atau kelelahan itu memang ada. Tentu akibat kondisi kerja yang tidak layak.”
Sekretaris Jenderal Perkumpulan Armada Sewa (PAS) Indonesia, Wiwit Sudarsono, juga mengkritik rencana pembatasan jam kerja pengemudi. Selama ini, kata dia, pengemudi menentukan jam operasional secara fleksibel. Jam kerja setiap individu berbeda, bisa dimulai sejak pagi hari, bisa juga malam. “Kami bergabung karena kebebasan jam kerja. Jangan sampai aspek ini ikut diatur oleh pemerintah.”
Ekonom Research Institute of Socio-Economic Development dari Universitas Airlangga, Rumayya Batubara, menyebutkan pembatasan jam kerja dikhawatirkan membuat sebagian pengemudi meninggalkan pekerjaan ini. Pasalnya, pendapatan pengemudi ojol berbasis jumlah kilometer, bukan dari durasi layanan. “Jangan sampai menambah pengangguran. Pemerintah bisa berfokus mengejar aspek lain, seperti kepastian adanya jaminan sosial untuk driver.”
YOHANES PASKALIS | DICKY KURNIAWAN
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo