Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tarikan lokomotif amerika

Sesudah ekspor nonminyak membaik, defisit transaksi berjalan diperkirakan hanya us$5,1 milyar dollar. hampir seluruh ekspor komoditi nonminyak indonesia ke as melonjak secara mengesankan. (eb)

17 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEMULA, agak sulit juga menebak nasib neraca pembayaran Indnesia sesudah ditimpa beberapa kejadian bertubi-tubi. Pukulan pertama datang ketika harga patokan minyak OPEC turun dari US$ 34 menjadi US$ 29 per barel pada bulan Februari. Bulan berikutnya, demi mengamankan penerimaan RAPBN 1983/1984 yang dibuat dengan perkiraan harga minyak US$ 34 per barel, rupiah didevaluasikan sebesar 38%. Pada tahap ini, devisit trarnsaksi berjalan pada neraca pembayaran diperkirakan sulit dikendalikan lagi, dan jumlahnya ditaksir akan mencapai US$ 11 milyar. Kalau ini dibiarkan terjadi, sudah pasti ekonomi akan goyang. Biarpun seluruh cadangan devisa pemerintah dikuras dan utang komersial dari luar negeri dikerahkan, jumlahnya tetap tak akan cukup untuk menopang defisit sebesar itu. Menyadari posisi yang cukup gawat itu pemerintah, pada bulan Mei, memutuskan penundaan sejumlah proyek besar, termasuk empat proyek industri hulu yang nilainya sudah mencapai US$ 5,05 milyar. Di luar dugaan, ekspor nonminyak pada bulan-bulan berikutnya mulai membaik. Maka, sesudah pelbagai gejolak itu mereda, mulailah sayup-sayup tampak bentuk neraca pembayaran hingga akhir Maret tahm depan. Di depan DPR, beberapa waktu lalu, gubernur Bank Indonesia Arifin Siregar memberikan beberapa indikasi tentang hal yang akan terjadi kemudian. Dikatakannya bahwa defisit transaksi berjalan -selisih antara impor barang serta jasa dan ekspor barang serta jasa - hanya bakal berjumlah US$ 5,1 miIyar. Di APBN 1983/1984, defisit ini diperkirakan US$ 6,2 milyar. Sesudah devaluasi dan penundaan sejumlah proyek besar, Menteri Koordinator Ekuin dan Pengawasan Pembangunan Ali Wardhana masih merperkirakan, defisit itu mencapai US$ 6,5 milyar. Kenapa sekarang Bank Indonesia berani menduga bahwa defisit akan mencapai US$ 14 milyar lebih rendah? Jawabannya ada perbaikan ekspor nonminyak. Itu terjadi terutama pada kuartal kedua tahun ini, pada saat ekspor nominyak melonjak 29% dari posisi kuartal pertama, menjado US$ 1.265 juta. Pada tingkat rata-rata seperti ini, devisa yang masuk dari ekspor nonminyak bisa mencapai US$ 5 milyar - jauh di atas perkiraan suram APBN, dan Bank Dunia. Tapi ketika berbicara di depan DPR, Menteri Perdagangan Rachmat Saleh dengan nada rendah menyatakan bahwa sampai akhir tahun ini devisa dari ekspor nonminyak itu hanya mencapai US$ 4, milyar. Betapa pun taksiran masih berbeda tanda-tanda itu merupakan sebuah awal yang baik bagi kebangkitan ekspor nonminyak yang sudah tertekan selama tiga tahun terakhir ini. Lokomotip yang ikut menarik ekspor nonminyak kita itu tetap datang dari Amerika. Hampir seluruh ekspor komoditi nonminyak ke AS melonjka secara mengesankan. Ekspar kayu lapis ke sana, misalnya, sampai Agustus lalu, tercatat mencapai 429.727 meter kubik, atau naik menjadi hampir dua kali lipat dari posisi tahun lalu, yang hanya 230.87 meter kubik. Dengan membeli sepertiga kayu lapis Indonesia yang diekspor, Amerika kini merupakan pembeli kayu olahan terbesar. Secara keseluruhan, sampai Agustus ekspor kayu lapis mencapai 1,36 juta meter kubik (US$ 321,8 juta), sedangkan tahun lalu 1,25 juta meter kubik USS 287,2 juta. Menurut Asosiasi Panel Kayu Lapis Indonesia (Apkindo), pulihnya ekonomi di AS memang telah menyebabkan permintaan kayu lapis di sana meningkat. Banyak rakyat AS kini, kata asiasi itu, yang membutuhkan kayu lapis untuk membangun rumah mereka. Gejala itu telah mendorong harga kayu lapis naik dari US$ 209 (Januari 1982) menjadi US$ 252 (September) per meter kubik (fob). Tapi September lalu terjadi sikap menahan diri pembeli sesudah pemerintah federal mengancam akan mengenakan pajak untuk stok berlebihan pada akhir tahun (inventori tax). Toh tetap Apkindo berharap, tahun depan ekspor kayu lapis ke sana akan mencapai 1,25 juta meter kubik (25% dari seluruh total ekspor) mengingat bawa pajak inpor kayu lapis meranti akan diturunkan dari 1% menjadi 8%. Kopi Indonesia yang dibeli rakyat Amerika juga naik 21%. Gagalnya panen miayak nabati di sana akibat musim kemarau berkepanjangan membuat Eropa, yang kebutuhan minyak nabatinya tergantung dari AS, menengok ke Sumatera Utara. Dari Belawan, pengapalan minyak sawit ke Eropa Barat melonjak dua kali lipat. Begitu pula ekspor tekstil dan barang-barang elektronik mulai bangkit. Di depan DPR ketika itu, gubernur BI Arifin Siregar juga memberikan indikasi bahwa, pada akhir tahun anggaran nanti, neraca pembayaran akan surplus US$ 1,4 milyar. Tapi di APBN, anggaran justru diperkirakan defisit US$ ,46 milyar, sedangkan Bank Dunia menaksir defisit US$ 0,3 milyar. Kalau angka surplus Arifin ini bisa dipegang, berarti dalam neraca pembayaran akan ada aliran modal, mungkin berasal dari bantuan resmi bagi pemerintah atau investasi sastra, yang besarnya US$ 6,5 milyar. Itu tak jauh berbeda dengan angka US$ 6,8 milyar yang dipakai Bank Dunia. Menurut laporan lembaga keuangan itu, pemasukan modal paling besar (U$ 3, milyar) berupa bantuan bagi pemerintah, sedangkan pemasukan lain-lain US$ 2,4 milyar. Sekitar US$ 1 milyar merupakan dana yang harus direpatriasikan bank komersial kepada Bl dengan bunga libor (suku bunga antarbank di London) dan sebagian lagi karena kembalinya modal yang sebelumnya disimpan di luar negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus