Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Temuan BPK Ungkap Kesalahan Impor Gula Juga Terjadi di Era Mendag Rachmat Globel dan Eggartio Lukita

Berdasarkan IHPS II BPK 2017, kesalahan impor gula juga ternyata terjadi di era Mendag Rachmat Globel Dan Eggartio Lukita.

6 November 2024 | 09.49 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus korupsi impor gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong menimbulkan banyak tanda tanya. Bahkan, tak sedikit masyarakat yang menilai penangkapan dan penetapan status tersangka pria yang akrab disapa Tom Lembong itu memiliki muatan politik. Terlebih, Kejaksaan Agung menyebutkan belum ada bukti aliran dana korupsi tersebut mengarah ke Tom Lembong.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Perkara dugaan rasuah ini juga menimbulkan syak wasangka sejumlah kalangan karena Tom Lembong bukan satu-satunya Menteri Perdagangan yang memberikan izin impor gula dalam jumlah besar. Tercatat terdapat lima Menteri Perdagangan era Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang juga memberikan izin impor untuk komoditas gula.

Temuan BPK Ungkap Kesalahan Impor Gula pada 2015-2017

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan bahwa kesalahan impor gula tidak hanya terjadi pada kepemimpinan Tom Lembong. Kesalahan kebijakan impor itu juga terjadi saat Menteri Perdagangan dijabat oleh Rachmat Globel dan Eggartiasto Lukita selama periode 2015-2017.

Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II pada 2017 lalu, instansi pengawas pengelolaan uang negara itu menemukan sebelas kesalahan kebijakan impor pada enam komoditas, yakni beras, gula, garam, kedelai, sapi, dan daging sapi.

Dikutip dari laporan itu, kesalahan kebijakan itu mencakup impor yang tak diputuskan di Kementerian Koordinator Perekonomian, impor tanpa persetujuan teknis oleh Kementerian Pertanian (Kementan), impor tak didukung data kebutuhan dan persyaratan dokumen, hingga pemasukan impor melampaui tenggat yang ditentukan.

BPK kemudian menemukan Persetujuan Impor (PI) terhadap gula sejumlah 1,69 juta ton yang dikeluarkan Menteri Perdagangan sepanjang 2015 hingga semester I 2017 tak melalui rapat koordinasi. Persetujuan tersebut tercatat dikeluarkan pada tiga masa Menteri Perdagangan era pemerintahan Jokowi, yakni Rachmat Gobel, Tom Lembong, dan Enggartiasto Lukita.

Temuan ini merupakan salah satu butir penyimpangan bidang tertentu yang mengindikasikan adanya ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan atas pengelolaan tata niaga impor pangan pada Kementerian Perdagangan (Kemendag) era Jokowi.

"Hasil pemeriksaan BPK atas pengelolaan tata niaga impor menyimpulkan bahwa sistem pengendalian intern Kemendag belum efektif untuk memenuhi kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis BPK dalam dokumen itu. 

Impor gula sejumlah 1,69 juta ton itu bukan satu-satunya penerbitan Persetujuan Impor yang bermasalah. Dalam laporan itu, BPK menemukan penerbitan PI gula kristal mentah (GKM) kepada PT Adikarya Gemilang, dalam rangka uji coba kegiatan industri, sebanyak 108.000 ton juga tak didukung data analisis kebutuhan.

Tak hanya penerbitan PI yang bermasalah, BPK pun menemukan jumlah alokasi impor untuk sejumlah komoditas sepanjang 2015 hingga semester I 2017 yang ditetapkan dalam PI tak sesuai dengan data kebutuhan dan produksi dalam negeri. Komoditas itu yakni gula kristal putih (GKP), beras, sapi, dan daging sapi.

Untuk izin impor beras yang belum sesuai ketentuan, terjadi pada impor beras sebanyak 70.195 ton. Impor itu dinilai tak memenuhi dokumen persyaratan, melampaui batas berlaku, dan bernomor ganda. Ada pula impor beras kukus sebanyak 200 ton yang tidak memiliki rekomendasi dari Kementerian Pertanian.

Komoditas lain yang juga diduga terindikasi terjadi pelanggaran adalah penerbitan PI sapi kepada Perum Bulog pada 2015. Sebanyak 50.000 ekor sapi diimpor tidak melalui rapat koordinasi. Penerbitan PI daging sapi pada 2016 sebanyak 97.100 ton dan realisasi sebanyak 18.012,91 ton atau senilai Rp737,65 miliar juga tak sesuai atau tanpa rapat koordinasi dan tanpa rekomendasi Kementerian Pertanian (Kementan).

Han Revanda Putra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus