Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira merespons soal perbedaan pendapat dua menteri Presiden Joko Widodo soal larangan layanan TikTok Shop di Indonesia untuk melindungi pelaku UMKM. Bhima menyebutkan setidaknya ada lima hal yang perlu dilakukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pertama, mengatur COI (Country of Origin) barang yang diperjual belikan di e-commerce terutama cross border," ujar Bhima kepada Tempo, Minggu, 17 September 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dengan meregulasi COI barang yang diperdagangkan, pemerintah memiliki ada data yang jelas soal berapa porsi impor di marketplace tersebut. Pasalnya, selama ini banyak platform yang mengaku memberi kesempatan pada UMKM tapi sebatas jadi reseller barang impor, bukan sebagai produsen.
Langkah kedua, yaitu mengintegrasikan seluruh data e-commerce dengan bea cukai dan perizinan impor di Kementerian Perdagangan. Menurut Bhima, data tersebut masih menjadi masalah, sehingga kebijakan tidak terintegrasi antar kementerian lembaga.
"Kalau data sudah sinkron, barang masuk pelabuhan bisa dideteksi untuk masuk green line atau red line, sebelum dijual ke platform," tuturnya.
Kemudian langkah ketiga adalah pemisahan antara sosial media dan e-commerce. Menurutnya, upaya ini wajib dilakukan agar langkah pengawasan yang lebih mudah. Adapun pemerintah tengah merencanakan kebijakan ini melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Selanjutnya: Pemerintah disarankan atur soal diskon dan promosi
Bhima menyarankan agar pemerintah mengatur soal diskon dan promosi yang mengarah pada predatory pricing. Menurut dia, persoalan ini juga harus dirinci dalam revisi Permendag Nomor 50 agar UMKM lokal tidak kalah saing dengan produk impor di marketplace.
Terakhir, menurutnya, perlu ada pemberlakuan hambatan non-tarif. Misalnya soal standar nasional Indonesia (SNI), sertifikat halal, dan berbagai hambatan lain. Tujuannya, untuk membatasi produk impor di e-commerce.
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menilai gempuran layanan social commerce seperti TikTok Shop membuat produk UMKM lokal kurang diminati. Menurutnya, kini barang impor terlalu murah dan mudah masuk ke Indonesia melalui social commerce.
Karena itu, ia menilai social commerce berbahaya hingga menyebabkan sepinya perdagangan di Pasar Tanah Abang. Sehingga, menurut Teten, larangan penjualan barang impor di marketplace dan social commerce perlu segera diatur untuk melindungi para produsen dan pedagang dalam negeri.
Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno tak setuju apabila TikTok Shop dilarang di Indonesia. Musababnya, ia menilai banyak UMKM yang terbantu oleh layanan tersebut untuk menjual produknya. Ia sendiri mengaku dalam beberapa pelatihan kerap mendorong agar UMKM memanfaatkan media sosial, termasuk TikTok.
Sandi mengatakan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif masih akan membahas soal regulasi TikTok ini dengan Kemenetrian Koperasi dan UKM. Kedua Kementerian itu juga akan membahasnya dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo.
Pilihan Editor: Ramai TikTok Shop di Indonesia, Begini Fakta-Fakta Terbarunya