PASAR uang perbankan mungkin akan lebih royal mengumbar kredit di masa mendatang. Sinyalemen ini terungkap dari diskusi pasar modal dan perbankan yang diselenggarakan PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) di Hotel Mandarin, Jakarta, pekan lalu. Gejala overliquid memang sedang melanda sektor itu. Dalam diskusi itu Kepala Urusan Pasar Uang dan Giralisasi Bank Indonesia, Dahlan Soetalaksana, mengungkapkan, dana yang masuk ke perbankan sampai Juli 1989 naik rata-rata di atas 10%. Dana rupiah yang masuk bank-bank pemerintah meningkat 11,82% menjadi Rp 20,9 trilyun. Sementara itu, arus dana yang masuk ke bank-bank pemerintah daerah (BPD) meningkat 13,51% menjadi Rp 1,4 trilyun. Pada periode yang sama, rupiah yang dihimpun bank-bank swasta nasional meningkat 35,32% menjadi Rp 12,6 trilyun. Arus dana yang menyerbu bank swasta asing pun meningkat lebih dari 35% menjadi Rp 1,45 trilyun. Sedangkan dana valuta asing yang masuk ke situ naik 5,15% setara Rp 1,56 trilyun. Minat orang untuk menyimpan dalam valuta asing di bank pemerintah, ternyata, meningkat 11,82%, setara Rp 3,1 trilyun. Sedangkan simpanan valuta asing di bank-bank swasta meningkat hampir 8%, setara Rp 1,8 trilyun. Apalagi beberapa bank telah menyedot dana dari pasar modal, seperti Bank Surya, Bank Niaga, Lippo Bank, Bank Internasional Indonesia, dan Bank Danamon (saham seluruhnya Rp 470,5 milyar). Kabarnya, gejala overliquid ini mengkhawatirkan para bankir. Mereka menduga, sesama bank bisa jor-joran mengumbar kredit. Sinyalemen ini dikemukakan Presdir Overseas Express Bank, Trenggono Poerwosoeprodjo, dan Presdir Lippo Bank, James Riady. Tapi Trenggono berpendapat, salib-menyalib antarbank tak perlu terjadi. Alasannya, peluang usaha dalam Repelita V sangat luas. Kebutuhan pinjaman dalam lima tahun mendatang sekitar Rp 50 trilyun, jauh lebih tinggi dari total pinjaman lima tahun terakhir yang Rp 22,5 trilyun. "Apabila kalangan perbankan menyadari betapa masih besarnya peluang itu, tentu tak perlu desak-mendesak, dorong-mendorong, baik di jalur cepat maupun jalur lambat," kata Trenggono. Lippo Bank, misalnya, kini sangat likuid. Menurut James Riady, bank itu telah menghimpun dana lebih dari Rp 1 trilyun, sementara kredit yang disalurkan barulah Rp 500 milyar. Selebihnya ditaruh dalam Sertifikat Bank Indonesia, diputarkan dalam pinjaman antarbank, atau diinvestasikan dalam proper (tanah dan gedung perkantoran). " Overliquid, yang belakangan ini dipermasalahkan, penilaiannya harus hati-hati," kata Direktur BNI Widigdo Soekarman. "Jika sebagian besar pendanaan bersifat jangka pendek, sangat wajar bank-bank memelihara cadangan yang tinggi. Apalagi jika bank sedang gencar membuka cabang," kata Widigdo. Namun, dalam diskusi PWI tadi, Dahlan Soetalaksana mengungkapkan bahwa pendanaan perbankan sudah mulai bergeser. Simpanan jangka pendek (1-3 bulan) telah menurun dari 41% ke 38%, simpanan jangka panjang (6-24 bulan) cenderung meningkat: 59% menjadi 62%. Dan lagi gerak suku bunga cenderung menguntungkan pengusaha. Sejak Pakto 1988 hingga Juli 1989, jasa rekening giro yang ditawarkan bank-hank rata-rata naik dari 5,98% menjadi 6,06%. Suku bunga kredit nonprioritas yang diberikan bank-bank pemerintah turun rata-rata dari 18,19% ke 17,33%. Suku bunga kredit nonprioritas yang ditawarkan bank-bank asing lebih menggiurkan: 21,74% ke rata-rata 20,50%. Namun, suku bunga kredit nonprioritas dari bank-bank devisa swasta baru turun sekitar 0,19% menjadi 22,41%. Tapi para pengusaha boleh berharap, mulai tahun depan suku bunga pinjaman akan turun. "Permintaan kredit yang dulu tertunda-tunda atau antre akan bisa dipercepat realisasinya," kata Yusuf Arbianto, Direktur Bank Danamon. MW, Bachtiar Abdullah, Priyono B. Sumbogo, Bambang Aji, Tommy Tamtomo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini