Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Tiga BUMN karya menghadapi pembayaran obligasi jatuh tempo pada tahun ini.
Waskita Karya gagal membayar pokok dan bunga ke-12 obligasi berkelanjutan IV tahap I tahun 2020 yang jatuh tempo pada 6 Agustus 2023.
Adhi Karya akan membayar utang obligasi dari beberapa pembayaran proyek besar yang sedang dikerjakan.
JAKARTA - Tiga badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak di bidang konstruksi menanggung utang obligasi yang jatuh tempo pada tahun ini. Salah satunya PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Sejak Senin lalu, perdagangan saham BUMN karya tersebut di Bursa Efek Indonesia disuspensi karena perseroan gagal membayar pokok dan bunga ke-12 Obligasi Berkelanjutan IV Tahap I Tahun 2020 (PUB IV Tahap I) yang jatuh tempo pada 6 Agustus 2023.
Ini bukan pertama kali perseroan tidak dapat membayar kewajibannya sesuai dengan tenggat jatuh tempo. Pada Mei lalu, perseroan tidak dapat membayar bunga ke-11 PUB IV Tahap I Tahun 2020. Nilai Obligasi Berkelanjutan IV Tahap I itu mencapai Rp 135,5 miliar dengan bunga 10,75 persen dan tenor tiga tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perseroan sebelumnya juga menunda pembayaran bunga dan pokok Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap II Tahun 2018 Seri B, yang awalnya pada 23 Februari 2023 menjadi 16 Juni 2023, setelah ada persetujuan dari pemilik obligasi. Obligasi bertenor lima tahun tersebut memiliki nilai Rp 2,28 triliun dengan tingkat bunga 8,25 persen.
Dalam perjalanannya, Waskita sempat mengusulkan penundaan pembayaran bunga dan pokok tersebut, dari 16 Juni menjadi 16 September 2023. Namun usul tersebut ditolak dalam Rapat Umum Pemegang Obligasi pada 14 Juni lalu. Akibatnya, pada tanggal yang telah ditetapkan, perseroan kembali tidak dapat membayar kewajibannya tersebut lantaran perseroan sedang dalam masa standstill dalam rangka melakukan reviu terhadap master restructuring agreement sejak 7 Februari hingga 15 Juni 2023.
Salah seorang pemilik obligasi lantas mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang terhadap Waskita. Kini gugatan tersebut dalam proses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan akan dibacakan putusannya pada 21 Agustus mendatang. Dalam waktu dekat, perseroan juga akan dihadapkan pada pembayaran Obligasi Berkelanjutan III Waskita Karya Tahap III Tahun 2018 Seri B sejumlah Rp 941,7 miliar, yang akan jatuh tempo pada 28 September 2023.
Menyitir laporan keuangan Waskita, liabilitas jangka pendek perseroan per 30 Juni lalu mencapai Rp 22,79 triliun, sedangkan liabilitas jangka panjang sebesar Rp 61,52 triliun. Dengan demikian, total liabilitas perseroan pada paruh pertama tahun ini tercatat sebesar Rp 84,3 triliun. Di tengah beban keuangan tersebut, perseroan masih menelan rugi. Dalam enam bulan pertama tahun ini, perseroan mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 2,07 triliun.
Atas persoalan keuangan tersebut, perseroan menyatakan tengah berbenah untuk menyehatkan kembali neraca keuangannya. "Perseroan saat ini masih berfokus pada finalisasi reviu komprehensif master restructuring agreement (MRA) yang diharapkan dapat memberikan fleksibilitas penggunaan kas dalam menjaga keberlangsungan usaha dan ditargetkan akan selesai pada semester kedua tahun ini," ujar Sekretaris Perusahaan Waskita, Ermy Puspa Yunita, kepada Tempo, kemarin, 10 Agustus 2023. Upaya penyehatan lainnya, perseroan berupaya mendorong penguatan manajemen risiko dalam pemilihan dan pengambilan proyek yang layak secara keuangan dan teknis.
Petugas ME Waskita memeriksa instalasi panel surya di Masjid Istiqlal, Jakarta. TEMPO/Tony Hartawan
Utang Obligasi Wijaya Karya
BUMN karya lainnya yang akan dihadapkan pada pembayaran kewajiban obligasi adalah PT Wijaya Karya (Persero) Tbk. Pembayaran Obligasi Berkelanjutan I Wijaya Karya Tahap I Tahun 2020 Seri A bakal jatuh tempo pada 18 Desember mendatang. Adapun surat utang tersebut memiliki nilai pokok Rp 331 miliar dengan tingkat bunga 8,60 persen per tahun. Pembayaran obligasi tersebut masuk ke liabilitas jangka pendek perseroan yang pada 30 Juni lalu mencapai Rp 35,01 triliun.
Adapun liabilitas jangka panjang yang ditanggung perseroan sebesar Rp 21,69 triliun. Jadi, jumlah liabilitas perseroan pada semester I 2023 mencapai Rp 56,7 triliun, turun dibanding pada akhir tahun lalu yang sebesar Rp 57,58 triliun. Pada paruh pertama tahun ini, Wijaya Karya menelan rugi bersih Rp 1,99 triliun, berbalik dari kondisi pada semester I 2022 kala perseroan membukukan laba Rp 12,35 miliar.
Pada Mei lalu, WIKA menyatakan tengah mengajukan persetujuan penghentian sementara pembayaran kewajiban finansial alias standstill kepada lembaga keuangan yang menjadi pemberi pinjaman kepada perseroan. Hingga akhir Mei lalu, perseroan mengklaim pengajuan standstill terhadap 75 persen dari total pinjaman telah disetujui dan efektif. Meski demikian, perseroan menyatakan tetap menjaga komitmen terhadap pembayaran kewajiban surat utang yang diterbitkan perseroan.
Kepada Bursa Efek Indonesia, Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya, Mahendra Vijaya, mengatakan beberapa upaya perseroan memperbaiki arus kas adalah mempercepat penagihan serta mengambil langkah refocusing bisnis dengan memperbanyak proyek yang mayoritas dimiliki pemerintah dan BUMN. Proyek yang dipilih pun memiliki pola pembayaran bulanan dan uang muka.
Hal ini tecermin dari raihan kontrak baru perseroan sampai 31 Desember 2022 sebesar Rp 33,36 triliun dengan total order book mencapai Rp 75,22 triliun, yang 62,3 persen-nya didominasi oleh proyek-proyek dengan karakteristik tersebut. "Ke depan, perseroan akan berfokus mengerjakan proyek-proyek dengan pola serupa untuk mempercepat perputaran modal kerja dan memperkuat arus kas perseroan," kata Mahendra.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perusahaan kontraktor pelat merah lainnya yang memiliki obligasi jatuh tempo dalam waktu dekat adalah PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Perseroan harus melunasi utang Obligasi Berkelanjutan III Adhi Tahap I 2020 dengan nilai pokok Rp 289,6 miliar pada November 2023.
Pembayaran obligasi itu menjadi bagian dari liabilitas jangka pendek senilai Rp 23,16 triliun. Adapun liabilitas jangka panjang perseroan adalah Rp 7,26 triliun. Dengan demikian, total liabilitas yang dipikul perseroan adalah Rp 30,43 triliun. Angka tersebut turun dari posisi pada Desember 2022 yang sebesar Rp 31,16 triliun. Berbeda dengan dua BUMN karya lainnya, Adhi membukukan laba bersih Rp 12,4 miliar pada semester I 2023, naik dari Rp 10,23 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Pekerja proyek LRT City Ciracas berjalan dekat logo Adhi Persada Gedung (APG), anak usaha PT Adhi Karya, di Ciracas, Jakarta, 10 Juni 2023. TEMPO/Nita Dian
Strategi Adhi Karya Bayar Utang Obligasi
Ihwal adanya kewajiban pembayaran obligasi, Sekretaris Perusahaan Adhi Karya, Farid Budiyanto, menuturkan perseroan telah dan akan menyisihkan pendapatan dari beberapa pembayaran proyek besar yang sedang dikerjakan. Beberapa proyek tersebut ditargetkan selesai pada tahun ini, misalnya LRT Jabodebek, jalan tol Sigli-Banda Aceh, dan jalan tol Solo-Yogyakarta-Kulonprogo seksi 1.1.
Farid mengatakan proyek-proyek tersebut akan berkontribusi signifikan terhadap kas operasi sehingga diharapkan dapat menjaga arus kas operasi ADHI tetap positif pada akhir 2023. "Untuk itu, sebagian penerimaan dari operasi tersebut juga akan digunakan untuk pembayaran obligasi yang akan jatuh tempo pada triwulan IV tahun ini," ujarnya.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra Talattov, mengatakan masalah utang yang menumpuk di BUMN karya harus segera dicarikan solusinya. Musababnya, perkara ini dikhawatirkan akan berbuntut panjang pada proyek-proyek strategis pemerintah lantaran kebanyakan pekerjaan tersebut ditugaskan ke kontraktor-kontraktor pelat merah. "Rasio utang terhadap ekuitas (DER) BUMN karya mayoritas sudah mencemaskan. Semuanya sudah di atas 100 persen," kata Abra. "Ini mencerminkan beban utang yang semakin besar."
Abra mengatakan DER di atas 4 atau 400 persen, seperti yang dialami Waskita Karya, risikonya tergolong tinggi. Sementara itu, DER di atas 3, seperti yang terjadi pada WIKA dan ADHI, menandakan risikonya berada di rentang sedang ke tinggi. Di samping melihat risiko dari beban utang tersebut, ia mengatakan, hal yang paling penting adalah melihat struktur utang jangka pendek dari setiap perusahaan.
Ia menduga besarnya utang yang ditanggung BUMN karya berpangkal pada banyaknya proyek penugasan yang diberikan pemerintah sehingga membebani perseroan. Penugasan-penugasan tersebut diduga membuat perseroan tidak bisa hanya mengandalkan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, tapi juga harus mencari sumber pembiayaan lain. Contohnya dengan menerbitkan surat utang dan meminjam di bank.
Dengan risiko proyek yang besar dan banyaknya penugasan, Abra mengatakan biaya pinjaman dari bank pun bisa menjadi tinggi. Ketika hal itu terjadi, ada tekanan arus kas, sehingga berpotensi terjadi gagal bayar. "Bayar bunga utang saja gagal bayar, bagaimana bayar pokoknya? Ini menunjukkan ada komplikasi serius akibat beban di awal," ujarnya.
Untuk menyelesaikan masalah itu, ia melihat langkah jangka pendek yang bisa diambil adalah merestrukturisasi utang dan menunda kewajiban pembayaran utang yang dapat memperpanjang napas BUMN karya dalam memenuhi kewajibannya. Namun, bersamaan dengan itu, ia mengatakan pemerintah juga harus merasionalisasi proyek penugasan, baik yang sudah dieksekusi maupun belum, untuk meringankan beban BUMN karya.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) menjadi salah satu opsi yang akan diambil untuk menyelesaikan permasalahan keuangan Waskita Karya. “Kami lagi duduk dengan Menteri Keuangan, prosesnya seperti apa. Kalau kami kemarin, salah satu opsinya dengan PKPU atau restrukturisasi total," kata dia.
Ia menyebutkan Kementerian BUMN bersama para pemangku kepentingan lain akan terus mendukung perusahaan-perusahaan BUMN karya membenahi kinerja keuangan mereka. Dukungan kepada BUMN karya tersebut, menurut Erick, tidak akan diberikan berbasis korporasi, melainkan berbasis proyek.
Salah satu upaya pembenahan yang dilakukan adalah mengalihkan dana penyertaan modal negara sebesar Rp 3 triliun yang semula untuk Waskita Karya kepada PT Hutama Karya (Persero). Hutama Karya nantinya akan mengambil alih aset-aset Waskita. “Proses merger HK dan Waskita serta PP dan WIKA itu prosesnya dua sampai tiga tahun. Tapi, restrukturisasi sudah dilakukan dari tiga tahun lalu,” ujar Erick.
CAESAR AKBAR | ANTARA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo