Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki menggelar pertemuan dengan sekitar 40 pemilik usaha lokal yang berjualan di platform online, salah satunya TikTok pada Senin, 14 Agustus 2023. Pertemuan tersebut merupakan buntut dari banjirnya produk impor murah di e-commerce.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Para pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) mengaku tidak sanggup jika harus bersaing dengan produk impor murah yang kini beredar di TikTok Shop. Teten menjelaskan, dalam pertemuan itu para seller TikTok juga juga meminta perlindungan dari produk impor khususnya yang berasal dari Cina.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kondisi ini menyebabkan produk lokal kesulitan bersaing lantaran harga produk impor yang ditawarkan terbilang sangat murah,” ujar dia di kantornya, Jakarta Selatan, pada Senin, 14 Agustus 2023.
Untuk mengatasi hal itu, Teten telah memiliki sejumlah solusi diantaranya merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun 2020. Selain itu, Teten juga menganggap perlu adanya perlakuan yang sama mengenai tarif-tarif biaya masuk.
Fakta TikTok Jual Barang Impor Murah
Lebih jelasnya, berikut sederet fakta soal TikTok jual barang impor murah yang bikin UMKM mati.
1. Teten Temukan Produk Impor Dengan Harga Murah di TikTok
Teten mengaku sudah melihat sendiri produk impor yang dijual dengan harga yang tidak masuk akal di TikTok. Bahkan harga yang ditawarkan sangat jauh di bawah harga pokok produksi dalam negeri.
“Tadi saya lihat sendiri harganya tidak masuk akal. Sudah ada predatory pricing. Itu memang karena pasar kita terlalu longgar. Sehingga barang mereka bisa masuk ke sini dengan harga semurah-murahnya," ucap Teten.
2. Pemerintah Akan Kaji Ulang Bea Masuk Impor
Dari hasil audiensi, para seller memberi usulan kepada pemerintah untuk menaikan bea masuk produk dari luar negeri. Merespons hal itu, Teten mengatakan akan segera berkoordinasi dengan Menteri Perdagangan untuk mengkaji ulang bea masuk barang impor.
Pasalnya saat ini, terutama di platform online, harga produk impor lebih murah dibandingkan produk serupa buatan lokal. Padahal seharusnya produk impor lebih mahal karena membutuhkan biaya transportasi dan bea masuk.
"Kebijakan bea masuk untuk produk-produk jadi dari luar ini juga harus kita liat lagi. Karena kalau kita terus menerus beri karpet merah untuk produk-produk impor tanpa memperhitungkan persaingan yang tidak fair dari yang dalam negeri, habis produk UMKM,” ucapnya.
3. Usulkan Produk Impor Dikirim Melalui Sorong
Teten juga memberi usulan kepada pihak terkait agar produk impor yang datang ke Indonesia berlabuh atau dikirim melalui pelabuhan paling jauh di Indonesia seperti Sorong, Papua Barat. Hal ini dilakukan supaya harganya bisa kompetitif dengan produk lokal.
“Sehingga dari sana produk-produk Jawa atau Sumatera yang ada di market mereka juga kena ongkos lagi, dengan begitu produk di dalam negeri masih bisa kompetitif,” ucap Teten Masduki
Lebih lanjut, kata dia, usulan tersebut telah disampaikan kepada Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan. Pemanfaatan Indonesia bagian timur sebagai hub impor juga dinilainya akan membuat harga barang akan lebih merata dan tidak ada lagi ketimpangan yang besar antara barang yang ada di Indonesia Barat dan Timur.
“Selama ini muatan hanya dari barang, sehingga biaya logistik selalu dikenakan untuk produk-produk yang dijual di Indonesia Timur, sehingga Indonesia Timur lemah,” tuturnya.
Revisi Peraturan Menteri Perdagangan Tentang Perdagangan Elektronik
Pemerintah saat ini diketahui sedang menggodok revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, Dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Teten menjelaskan, aturan tersebut nantinya tidak hanya membuat perdagangan elektronik saja, tapi juga harus mampu menciptakan playing field yang sama, perlakuan yang setara mengenai tarif, serta biaya masuk.
“Ini (kebijakan perdagangan elektronik) sangat urgent untuk direvisi agar kita bisa melindungi UMKM yang tidak bisa bersaing dengan produk China yang masuk lewat e-commerce crossborder yang masih belum diatur,” ucapnya.
Oleh karena itu, Teten meminta penjual e-commerce untuk mematuhi aturan yang berlaku di Indonesia terutama terkait kebijakan perdagangan elektronik yang sedang digodok pemerintah. Ia menegaskan bahwa pemerintah tengah berusaha melindungi produk lokal dari serbuan produk crossborder atau dari luar negeri.
Tanggapan UMKM Lokal
Co-Founder pakaian lokal Jiniso, Dian Fiona, menyampaikan keluhannya soal bea masuk produk impor. Menurutnya, pelaku usaha dalam negeri harus membayar beraneka pajak yang turut ditambahkan dalam harga barang. Sedangkan, produk impor yang dikirim melalui cross border tidak dikenakan biaya masuk, sehingga membuat harga produk impor lebih murah dibandingkan produk dalam negeri.
“Saya yakin juga mereka belum sempurna di pembayaran pajaknya. Saya tidak bisa bilang dia belum bayar pajak itu bukan kapasitas saya, tapi kalau saya sebagai pebisnis saya hitung-hitungan itu tidak masuk akal kalau dia belum dibebankan biaya-biaya itu,” tuturnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh founder produk kesehatan Indonesia berbasis sarang burung walet, Real Food, Edwin. Ia mengaku produk impor bisa dijual dengan murah karena belum adanya regulasi yang tepat. Sementara, ketika ia mencoba untuk mengekspor produknya ke luar negeri dikenakan biaya yang cukup tinggi.
“Harapannya ke depan bagaimana kita Indonesia bisa meregulasikan sesuatu yang lebih baik. Sehingga produk-produk yang akan masuk ke Indonesia itu bisa bersaing dengan produk lokal karena sama halnya dengan produk Indonesia yang akan diekspor yang kita itu juga akan dikenakan biaya biaya yang cukup tinggi sehingga kita harus bersaing dengan sangat baik dengan produk yang ada di luar,” kata dia.
ANTARA | MOH. KHORY ALFARIZI | RIZKI DEWI AYU
Pilihan editor: 3 Cara Mencegah dan Mengatasi Shadow Ban TikTok