Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

TKN Prabowo-Gibran Siapkan Strategi Kerek Rasio Pajak, Perlu Evaluasi Rencana Kenaikan PPN 12 Persen

TKN Prabowo-Gibran tengah kaji kenaikan PPN menjadi 12 persen, apakah memberi manfaat atau kerugian netto terhadap perekonomian?

14 Mei 2024 | 19.05 WIB

Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih 2024 Gibran Rakabuming Raka saat menghadiri acara halalbihalal dan silaturahmi di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Seven, Jakarta Pusat, Minggu, 28 April 2024. Dalam acara tersebut juga dihadiri oleh sejumlah pejabat seperti, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Menkominfo Budi Arie Setiadi, Menteri Investasi Bhlil Lahadalia hingga kedubes Arab Saudi. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Perbesar
Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Wakil Presiden terpilih 2024 Gibran Rakabuming Raka saat menghadiri acara halalbihalal dan silaturahmi di Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Seven, Jakarta Pusat, Minggu, 28 April 2024. Dalam acara tersebut juga dihadiri oleh sejumlah pejabat seperti, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, Menkominfo Budi Arie Setiadi, Menteri Investasi Bhlil Lahadalia hingga kedubes Arab Saudi. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, Dradjad Wibowo, menguraikan strategi pemerintahan baru dalam mengerek rasio pajak. Dia menyebut, rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen perlu dievaluasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo

"Mengevaluasi apakah kenaikan PPN menjadi 12 persen ini memberi manfaat atau kerugian netto terhadap perekonomian. Itu adalah pandangan pribadi saya sebagai ekonom profesional," kata dia saat dihubungi Tempo pada Senin, 13 Mei 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, tidak ada bukti ilmiah bahwa kenaikan PPN akan secara netto memaksimalkan penerimaan negara dari pajak, cukai dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). 

"Bukan tidak mungkin, justru tidak semaksimal jika PPN tetap 11 persen," katanya.

Meskipun demikian, kita dia rencana PPN 12 persen tidak bisa dibatalkan begitu saja. Hal ini mengingat mandat Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang harus dijalankan. 

Belum lagi, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 disusun dengan dasar tarif PPN 12 persen. Oleh sebab itu, postur APBN dan belanja negara bisa berubah besar jika PPN 12 persen dibatalkan.

"Jadi dari sisi prosedur ketatanegaraan, ada revisi UU dan proses APBN Perubahan yang perlu dilalui. Ini perlu waktu," tutur Dradjad.

Dia menilai, ada opsi mengerek rasio pajak selain kenaikan PPN. Saat ini, kata dia rasio PPN terhadap produk domestik bruto (PDB) terlalu rendah dan banyak yang tidak terkoleksi. 

Untuk itu, Dradjad menuturkan perlunya digitalisasi seluruh proses PPN. Baik PPN masukan, keluaran maupun restitusi PPN. 

"Ini bisa menekan praktik manipulasi data faktur dan sebagainya. Penerimaan Pemda saja bisa online dengan aktivitas ekonominya, masa di pusat malah tidak?," ucapnya.

Sebelumnya, pemerintah menetapkan kenaikan PPN menjadi 12 persen melalui UU HPP. Kenaikan pajak ini berlaku paling lambat per 1 Januari 2025. Mundur ke 2022, pemerintah menetapkan tarif PPN sebesar 11 persen yang berlaku sejak 1 April 2022.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus