Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Fakta ini bikin ngeri: 70,9 persen orang pernah menjadi korban kekerasan di tempat kerja. Artinya, jika sepuluh pekerja berkumpul, tujuh di antaranya ada kemungkinan merupakan penyintas kekerasan, termasuk pelecehan seksual, di tempat kerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Angka itu merupakan temuan dari survei yang digelar Never Okay Project (NOP) yang didukung Organisasi Buruh Internasional (ILO). NOP merupakan organisasi yang mendukung gerakan menciptakan dunia kerja yang bebas dari kekerasan dan pelecehan. Survei yang bertujuan memetakan pengetahuan korban dan saksi soal pelecehan di lingkungan kerja ini dilakukan secara virtual pada 12 Agustus-13 September 2022 dengan 1.175 peserta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini angka yang sangat tinggi,” kata Imelda Riris, Kepala Proyek NOP, saat peluncuran hasil survei itu, di Hotel Le Meridien, Jakarta, kemarin. Bentuk yang paling banyak menimpa korban adalah kekerasan dan pelecehan psikologis. Caranya bisa mempermalukan, menghina, ataupun memanipulasi. Bentuk lainnya adalah kekerasan dan pelecehan seksual, dengan 50,48 persen pekerja pernah menjadi korban.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), terdapat sembilan jenis kekerasan seksual: pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Survei tersebut mendapati kebanyakan pelaku adalah atasan atau rekan kerja senior. Hal ini mengkonfirmasi adanya ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban. Adapun lokus terbanyak adalah kantor sebesar 69,8 persen. Sisanya di dunia maya sebesar 39 persen serta di luar kantor 21 persen.
Survei ini merupakan kampanye untuk meningkatkan kesadaran para pekerja Indonesia serta mendorong ratifikasi Konvensi ILO Nomor 190 sebagai perjanjian internasional pertama yang mengakui hak semua orang atas dunia kerja yang bebas dari kekerasan dan pelecehan.
Pekerja di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, 11 Mei 2022. TEMPO/Subekti
“Adanya kekerasan dan pelecehan di dunia kerja dapat menimbulkan dampak buruk bagi dunia bisnis,” ujar Maya Juwita, Direktur Eksekutif Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), dalam acara yang sama. IBCWE merupakan koalisi sejumlah perusahaan yang berkomitmen mendorong pemberdayaan ekonomi perempuan dan kesetaraan gender.
Maya mengatakan kekerasan dan pelecehan dapat merusak semua sisi. Dari relasi di tempat kerja, kesehatan dan kesejahteraan pekerja, produktivitas perusahaan ataupun para pekerjanya, hingga reputasi perusahaan.
Kekerasan dan pelecehan tidak hanya dialami perempuan. Laki-laki pun mengalami hal tersebut. Data NOP menyebutkan sebanyak 54,01 persen laki-laki pernah mengalami kejadian itu di tempat kerja. “Tidak seorang pun imun. Semua bisa kena,” kata Alvin Nicola, penggagas NOP.
Banyak korban yang tidak berani mengungkapkan masalah yang menimpanya. Penyebabnya bisa macam-macam, seperti ancaman dari pelaku dan trauma sehingga tidak berani, bahkan merasa malu, untuk bicara.
Salah satu upaya untuk mengakhiri kekerasan dan pelecehan di dunia kerja di Indonesia adalah meningkatkan kesadaran publik, termasuk kemampuan untuk mengidentifikasi bentuk kekerasan dan pelecehan serta cara menyikapinya.
Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan, Dinar Titus Jogaswitani, mengatakan kementerian juga mendorong perusahaan berkomitmen tinggi dalam mencegah serta menangani kekerasan, termasuk pelecehan seksual di tempat kerja.
“Kami terus berupaya memastikan perlindungan bagi pekerja dari tindak kekerasan dan pelecehan di kantor,” ujar Dinar melalui Zoom. Dia mengusulkan agar setiap perusahaan membentuk gugus tugas pencegahan serta penanganan kekerasan dan pelecehan seksual di tempat kerja.
REZA MAULANA | DAFFA SIDQI (MAGANG)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo