Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Usaha Induk Farmasi Berfokus Perkuat Inti Bisnis

Salah satu targetnya menurunkan ketergantungan impor bahan baku menjadi 75 persen.

6 Februari 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara baru saja membentuk usaha induk bidang farmasi dengan menetapkan PT Bio Farma sebagai induk. Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir mengatakan, setelah holding terbentuk, Kimia Farma dan Indofarma sebagai anak usaha berfokus pada inti bisnis masing-masing untuk memberikan kontribusi terhadap ketahanan farmasi nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Sebelum ada holding, produk Kimia Farma dan Indofarma bisa beririsan hingga 80 persen, sementara Bio Farma akan berfokus sebagai produsen vaksin dan antisera," tutur Honesti di Jakarta, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Honesti, pembentukan holding tersebut bisa memperkuat kemandirian industri farmasi nasional. Salah satunya menurunkan ketergantungan impor bahan baku obat atau active pharmaceutical ingredients (API) menjadi 75 persen. Selama ini 90 persen bahan baku obat masih diimpor sehingga menekan devisa negara.

Honesti mengatakan mahalnya biaya obat terjadi karena keterbatasan jalur distribusi akibat rantai pasok yang masih dikelola parsial. Selain itu, kurangnya riset dan pengembangan turut memukul ketergantungan bahan baku obat dari luar negeri. Padahal, kata dia, riset bisa meningkatkan kapasitas produksi dan meluncurkan produk baru.

"Untuk itu, riset dan pengembangan juga akan jadi fokus kami untuk menekan produk impor dan membentuk ketahanan farmasi," ujar Honesti.

Direktur Kimia Farma Verdi Budidarmo mengatakan akan berkontribusi dan mendukung penghiliran produk setiap perusahaan. Apalagi Kimia Farma saat ini memiliki rantai bisnis dari hulu ke hilir, baik retail farmasi, distribusi, laboratorium diagnostik, maupun klinik kesehatan. Saat ini, kata Verdi, Kimia Farma memiliki 11 pabrik. Pada 2018, Kimia Farma baru saja menyelesaikan satu pabrik baru dan diharapkan bisa dioptimalkan pada tahun ini. "Tantangan utama adalah industri kimia dasar," tutur Verdi.

Untuk pengembangan bahan baku, Kimia Farma membutuhkan kompetensi dari negara penghasil API atau bahan baku. Saat ini, Verdi mengatakan telah membuat peta jalan kebutuhan bahan baku obat. Rencana ini, ujar Verdi, membuat investor asing tertarik pada pasar bahan baku obat. Ia mengklaim sudah ada 18 industri bahan baku obat mendaftar kepada Kementerian Kesehatan.

"Kami yakin, dengan adanya keterbukaan investasi bahan baku, baik industri BUMN maupun swasta, akan bersinergi menurunkan bahan baku impor," tutur Verdi.

Adapun Indofarma memiliki tiga fokus bisnis, yakni obat-obatan, alat kesehatan, dan produk herbal. Direktur Utama Indofarma Arief Pramuhanto mengatakan, untuk obat-obatan, nantinya Indofarma akan melengkapi produk Kimia Farma. Selain itu, Arief mengatakan Indofarma memiliki visi untuk menjadi perusahaan yang ikut bergerak di bidang pengembangan alat kesehatan yang kontribusi impornya saat ini masih tinggi.

"Kami akan memperbesar porsi pendapatan dari produk alat kesehatan hingga 30 persen, dari sebelumnya hanya 10 persen," ujar Arief.

Saat ini, kata Arief, Indofarma telah menyiapkan lahan seluas 20 hektare di kawasan Cibitung, Bekasi, untuk pengembangan kawasan industri alat kesehatan. Industri tersebut, kata dia, akan dirancang dengan mengutamakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) hingga di atas 50 persen. "Kami akan kerja sama operasi, baru setelahnya akan masuk sebagai joint venture," ujar Arief.

Untuk produk herbal, Arief mengatakan Indofarma sudah memiliki pabrik sejak 2003. Namun kapasitas produksinya masih belum optimal karena tingkat utilisasinya masih 30 persen. Menurut dia, pasar obat tradisional nantinya akan ditingkatkan. Apalagi Indonesia memiliki keanekaragaman hayati melimpah yang bisa dijadikan bahan baku. "Kami berharap bahan baku obat tradisional bisa menjadi salah satu alternatif pengobatan masyarakat seperti pasar obat Cina," kata Arief. LARISSA HUDA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus