Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan kembali kebutuhan dana untuk proyek Ibu Kota Negara (IKN) saat ini yaitu Rp 466 triliun. Angka ini belum berubah sejak disampaikan pada 2019, meski sudah ada investor yang mundur seperti Softbank.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Hitungan sementara Rp 466 triliun, itu kurang lebih 19-20 persen berasal dari APBN," kata dia di akun youtube Sekretariat Presiden pada Selasa, 15 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lalu sisa 80-81 persen berasal dari Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau Public Private Partnership (PPP). Pembiayaan lain juga bisa murni investasi dari swasta, bisa BUMN, hingga penerbitan obligasi publik alias surat utang. "Semua bisa dilakukan," kata dia.
Untuk itu, Jokowi ingin Badan Otorita IKN yang dipimpin Bambang Susantono bisa bekerja fleksibel dan lincah. Jokowi ingin Otorita bisa mendapatkan pendanaan dari berbagai skema yang ada.
Angka Rp 466 triliun sebelumnya sudah diungkap Jokowi sejak Agustus 2019. "Soal pendanaan, kebutuhan Rp 466 triliun. 19 persen akan berasal dari APBN," kata Jokowi saat konferensi pers di Istana Negara, kala itu.
Januari 2022, Jokowi menegaskan kembali kalau porsi APBN di IKN hanya 20 persen. Sementara 80 persen dari sumber-sumber lain tersebut. Karena butuh investasi dari swasta, pemerintah juga berkomunikasi dengan para investor.
Januari 2020, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan sesumbar mengatakan Softbank berminat investasi hingga US$ 100 miliar. Rencana itu batal. SoftBank memastikan tidak akan berinvestasi di proyek IKN pada Jumat, 11 Maret 2022.
Beberapa pihaknya menyayangkan mundurnya Softbank ini, tapi meminta pemerintah tidak menambalnya dengan uang negara. "Jangan sampai dengan ini pemerintah menggantikan batalnya investasi Softbank dengan APBN," kata Sekretaris Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di DPR, Achmad Baidowi, Minggu, 13 Maret 2022.
Sementara, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara juga mengatakan biaya Rp 466 triliun terlalu optimistis dan beresiko tinggi. "Beban utang negara diperkirakan meningkat karena pembangunan akan banyak memakai APBN," kata dia kepada Tempo pada 10 Maret.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.