Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
KCIC sempat membuka tender jasa konsultan studi kelayakan kereta cepat Jakarta-Surabaya.
Tenor utang kereta cepat Jakarta-Bandung 45 tahun dengan suku bunga tetap.
Kereta cepat Jakarta-Surabaya diminta tak menggunakan APBN karena jarak trayek lebih jauh dari kereta cepat Jakarta-Bandung dan jumlah peminat lebih banyak.
JAKARTA - PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) menyiapkan proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya (KCJS) dengan mengkaji perpanjangan trayek dan layanan Jakarta-Surabaya. KCIC sempat membuka tender terbuka untuk pengadaan jasa konsultan penyusunan studi kelayakan atau feasibility study perpanjangan trayek dan layanan kereta cepat Jakarta-Surabaya pada Rabu, 3 Januari lalu. Tepat seminggu kemudian, KCIC membatalkan tender senilai Rp 27,52 miliar itu.
Berdasarkan dokumen yang diperoleh Tempo, manajemen KCIC menjelaskan alasan pembatalan tender. “Perlu ada evaluasi dan penyesuaian terkait dengan ruang lingkup pekerjaan sehingga diperlukan perbaikan dokumen pengadaan,” demikian yang ditulis manajemen pengadaan KCIC tertanggal 10 Januari 2024. Studi kelayakan perpanjangan trayek dan layanan KCJS nantinya meliputi analisis permintaan serta kajian awal teknis dan desain kereta cepat Jakarta-Surabaya. Jangka waktu studi kelayakan berlangsung selama tujuh bulan.
Ditanya soal pembatalan tender pengadaan jasa konsultan tersebut, General Manager Corporate Secretary KCIC Eva Chairunisa tidak menjelaskan dengan tegas. Dia hanya mengatakan semua pemangku kepentingan mengkaji perpanjangan layanan trayek. “Masih dalam proses diskusi dan berkoordinasi, seperti Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), BUMN, Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, serta Kementerian Perhubungan, untuk membahas ruang lingkupnya,” katanya.
Juru bicara Kementerian Koordinator Perekonomian, Haryo Limanseto, menuturkan Kementerian Perhubungan memimpin studi proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya. “Masih dalam tahap pengkajian, jadi belum ada yang bisa di-share,” katanya. Kementerian Perhubungan, kata Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api Djarot Tri Wardhono, memastikan pengkajian hingga semua proses perencanaan mengikuti aturan yang berlaku.
Pramugari menunggu penumpang menaiki kereta cepat Jakarta-Bandung Whoosh di Stasiun Halim, Jakarta, Selasa, 17 Oktober 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Studi Kelayakan Diharapkan Lebih Baik
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal berharap studi kelayakan kereta cepat Jakarta-Surabaya lebih baik dan obyektif dibanding kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang dinamakan Whoosh, baik dari pendanaan maupun kajian bisnis. Dia mengatakan pemerintah harus belajar dari biaya kereta cepat Jakarta-Bandung yang membengkak dan mendapat suntikan anggaran negara. “Perlu lebih prudent lagi, termasuk mengantisipasi risiko yang mungkin tidak dapat ditebak supaya tak ada lagi intervensi APBN,” kata Faisal. Porsi APBN, menurut dia, untuk proyek yang memicu pertumbuhan ekonomi sekarang sudah menyempit karena terisap pembangunan infrastruktur.
Saat ini utang kereta cepat Jakarta-Bandung ditanggung oleh PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai pemegang saham PT KCIC dan berpotensi menyebabkan arus kas PT KAI tidak sehat. Proyek KCJB yang mundur dari jadwal membuat biaya membengkak Rp 18,6 triliun. Biaya yang menggembung ditanggung 60 persen oleh konsorsium Indonesia dan 40 persen oleh konsorsium Cina.
Konsorsium Indonesia menggunakan dua sumber pendanaan, yakni 75 persen dari Bank Pembangunan China (China Development Bank/CDB) dan 25 persen penyertaan modal negara (PMN). Konsorsium Indonesia mendapat utang dari CDB senilai US$ 542,7 juta atau setara dengan Rp 8,41 triliun, dengan suku bunga tetap selama 45 tahun untuk menambal cost overrun proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Jumlah utang diberikan dalam bentuk dolar AS sebesar Rp 5,04 triliun dengan bunga 3,2 persen dan Rp 3,36 triliun dalam bentuk yuan dengan bunga 3,1 persen.
Faisal mengatakan proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya harus lebih layak secara ekonomi dari sisi jarak karena dapat mengoptimalkan penggunaan kereta cepat. Hanya, pemerintah perlu mengkalkulasi dampak negatif megaproyek ini, seperti bisnis penerbangan hingga jalan tol. Dia meminta otoritas ikut menyertakan program yang menumbuhkan aktivitas perekonomian di dalam proyek, seperti menggandeng pemerintah daerah hingga usaha mikro, kecil, dan menengah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Guru besar bidang transportasi dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Sutanto Soehodho, mengatakan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menjadi lebih berkelanjutan dalam jangka panjang jika digabungkan dengan kereta cepat Jakarta-Surabaya. Dengan menghubungkan kereta cepat Jakarta-Surabaya, nilai keekonomian kereta cepat menjadi lebih baik, termasuk dengan penambahan pengembangan lokasi transit atau transit-oriented development (TOD), hingga lebih banyak tiket yang dijual.
Dia berharap konsultan nantinya dapat menunjukkan angka economic internal rate of return dan financial internal rate of return. Economic internal rate of return adalah nilai keekonomian yang didapat negara, seperti alokasi subsidi energi berkurang dan emisi turun karena penggunaan transportasi publik. Sedangkan financial internal rate of return adalah margin keuntungan yang didapat oleh korporasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sutanto pesimistis proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya murni bisnis dan tidak menggunakan APBN. Meski demikian, kata dia, beban negara nantinya tidak sebesar kereta cepat Jakarta-Bandung karena kereta cepat Jakarta-Surabaya bisa menarik lebih banyak penumpang dan jaraknya lebih jauh. “Konsultan juga harus bisa menunjukkan nilai keekonominan kereta cepat Jakarta-Surabaya lebih baik daripada Whoosh.”
Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno mengingatkan beban berat BUMN transportasi bertambah jika pemerintah menggunakan APBN. Pemerintah mendatang, kata dia, harus berani menjamin pendanaan kereta cepat Jakarta-Surabaya tidak melibatkan APBN. Anggaran negara, tutur dia, lebih baik digunakan untuk membiayai infrastruktur di luar Jawa yang rusak, seperti jalan dan jembatan. “Di daerah itu fiskalnya rendah. Mereka tidak sanggup membangun infrastruktur dasar,” ujar Djoko.
ALI AKHMAD NOOR HIDAYAT
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo