Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Utang Lapindo Jadi Rp 1,76 T, Pemerintah Tutup Pintu Negosiasi

Secara aturan, pemerintah tidak mungkin melakukan negoisasi dengan Lapindo terkait utang-utangnya itu.

14 Juli 2019 | 16.04 WIB

Seorang ibu bersama anaknya korban lumpur Lapindo menunjuk pusat semburan dari titik 25 tanggul penahan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, 29 Mei 2018. Walhi menggelar aksi untuk memperingati 12 tahun tragedi semburan lumpur Sidoarjo. ANTARA/Zabur Karuru
Perbesar
Seorang ibu bersama anaknya korban lumpur Lapindo menunjuk pusat semburan dari titik 25 tanggul penahan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur, 29 Mei 2018. Walhi menggelar aksi untuk memperingati 12 tahun tragedi semburan lumpur Sidoarjo. ANTARA/Zabur Karuru

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Keuangan mencatat total utang duo Lapindo, PT Lapindo Brantas Inc dan Minarak Lapindo Jaya kepada pemerintah kini telah mencapai Rp1,76 triliun. Perhitungan itu sudah berikut denda dan bunga utang yang awalnya sebesar RP 773,38 miliar itu. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata mengatakan, total utang dan tagihan itu berdasarkan perjanjian kredit yang telah disepakati kedua pihak tersebut. Selain itu, Isa juga menegaskan bahwa Lapindo serta Minarak tidak bisa melunasi utang lewat mekanisme set off dengan cost recovery.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Secara aturan, tidak memungkinkan kami melakukan negoisasi untuk hal-hal seperti itu," kata Isa, Sabtu 13 Juli 2019.

Cost recovery, ujar Isa, hanya memungkinkan dari penghasilan yang dihasilkan oleh wilayah kerja pertambangan di kawasan tersebut.

Seperti diketahui, utang tersebut merupakan dana talangan dari pemerintah untuk ganti rugi warga Sidoarjo yang terdampak semburan lumpur.

Terakhir, Lapindo tercatat baru membayar utang kepada pemerintah senilai Rp 5 miliar. Utang tersebut terkait dana talangan yang digelontorkan perseroan untuk warga yang terdampak semburan lumpur Lapindo.

Lapindo sebelumnya sempat balik menuntut utang dari pemerintah terhadap perseroan untuk pembayaran dana cost recovery sebagai pengembalian biaya operasi sebesar Rp 1,9 triliun. Lapindo juga meminta tukar guling atas adanya utang dan piutang tersebut.

Isa menjelaskan, dana cost recovery itu tidak bisa semerta-merta menutup utang Lapindo. “Secara aturan, tidak memungkinkan kami negoisasi dengan hal-hal seperti itu," ucapnya.

Lebih jauh, Isa menegaskan penolakan negosiasi tersebut semata-mata karena aturan cost recovery yang justru tidak memungkinkan. "Bukan masalah kami tidak mau tetapi menurut aturan cost recovery-nya yang justru tidak memungkinkan,” ucapnya. Selain itu, cost recovery menjadi tanggung jawab Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas atau SKK Migas.

Lapindo sebenarnya telah mengupayakan pembayaran jaminan utang lewat pengalihan aset perusahaan di Sidoarjo. Perusahaan mengupayakan sertifikasi tanah di area terdampak. Namun, saat ini, baru sekitar 44 hektare yang rampung. Kesulitan melakukan sertifikasi muncul karena banyak tanah yang masih tertutup lumpur.

 

Jika semua aset jaminan utang Lapindo telah selesai diukur dan disertifikasi oleh Badan Pertanahan Nasional Jawa Timur, Kementerian Keuangan akan kembali melakukan penilaian. Isa menyebut pihaknya memiliki tim penilai yang akan memvalidasi aset dari kedua perusahaan.

FAJAR PEBRIANTO | FRANCISCA CHRISTY ROSANA

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus