Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri atau ULN Indonesia pada Mei 2024 tumbuh 1,8 persen dibanding tahun lalu atau year on year (yoy). Posisi ULN Indonesia pada Mei 2024 tercatat sebesar US$ 407,3 miliar atau Rp 6.627 triliun (asumsi kurs Rp 16.188 per dolar AS).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan perkembangan ini bersumber dari ULN sektor publik. “Baik pemerintah maupun bank sentral, serta sektor swasta," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin 15 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Utang luar negeri milik pemerintah tercatat sebesar US$ 191 miliar atau Rp 3.097 triliun. Meningkat dibanding bulan April sebesar US$ 189 miliar. ULN pemerintah merupakan salah satu komponen instrumen pembiayaan APBN.
BI memaparkan peningkatan pinjaman berasal dari aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) internasional dan domestik. Sementara itu ULN swasta sebesar US$ 197,6 miliar atau Rp 3.188 triliun.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan Peningkatan ULN pemerintah ditopang oleh peningkatan kepemilikan investor asing terhadap SBN. “Ke depannya, ULN berpotensi meningkat akibat potensi masuknya kembali investor asing ke pasar SBN,” kata dia saat dihubungi Selasa, 16 Juli 2024.
Penurunan suku bunga global juga diyakini meningkatkan ULN sehingga ada potensi ekspansi dari pihak swasta. Menurut Josua, pengelolaan pemerintah saat ini masih cukup hati-hati. Karena sebagian besar ULN pemerintah berjangka panjang, sehingga risiko ketidaksesuaian cukup rendah. Selain itu ULN dari pemerintah sebagian besar berbentuk SBN domestik, yang mengakibatkan minimnya risiko nilai tukar.
Bank Indonesia juga menarik utang luar negeri. Berdasarkan data statistik utang luar negeri Indonesia (Sulni), ULN BI mencapai US$ 18,7 atau Rp 305 triliun. Meningkat dibanding bulan sebelumnya yakni US$ 13,9. Josua mengatakan kenaikan ULN BI dikarenakan oleh meningkatnya kepemilikan asing di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI.
Risiko akibat kenaikan ini dapat diminimalisir oleh BI karena SRBI menggunakan underlying asset berupa SBN milik Bank Indonesia yang tenornya lebih panjang sehingga rate kuponnya juga tinggi. Sehingga yield SRBI yang cenderung tinggi ini bisa ditutupi oleh return dr SBN jangka panjang uang juga tinggi. “Sejauh ini, implementasi dari kebijakan SRBI cukup membantu dalam mengendalikan stabilitas Rupiah karena cenderung dapat menjaga cadangan devisa Indonesia” ujarnya.
Dengan bertambahnya investasi di SBN, diharapkan BI dapat melakukan exit strategy (pengurangan penerbitan) dengan perlahan mengurangi frekuensi lelang SRBI. Sehingga proses transisi akan berlangsung mulus dan stabilitas rupiah dapat terjaga.
ULN didominasi mata uang dolar Amerika, diikuti rupiah, euro Uni Eropa dan Yen Jepang. Data Sulni mencatat negara pemberi pinjaman utang luar negeri terbesar kepada RI adalah Singapura, disusul Amerika, dan selanjutnya Cina.
Pilihan Editor: Mei 2024, Utang Luar Negeri RI Naik jadi Rp 6.586 Triliun