Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Perbaikan kinerja defisit neraca transaksi berjalan (CAD) yang berkelanjutan kembali menjadi fokus pemerintah di tahun ini. Namun, upaya dalam mewujudkannya diprediksi tak mudah. Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo berujar dari sisi neraca perdagangan, kinerja ekspor akan menghadapi tantangan besar yang bersumber dari dampak penyebaran virus Corona pada perekonomian global.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Risiko ini dapat menekan perdagangan dunia karena menurunnya perekonomian Cina,” ujar Dody kepada Tempo, Rabu 12 Februari 2020.
Dody mengatakan meski demikian bank sentral dan pemerintah tak akan tinggal diam. Serangkaian strategi alternatif dikeluarkan agar kinerja ekspor tetap terjaga. Strategi tersebut meliputi kebijakan hilirisasi industri hingga pemberian insentif untuk mendorong ekspor serta investasi melalui rancangan undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja dan Perpajakan.
“Upaya meningkatkan ekspor juga didorong melalui fasilitasi linkage antara investor asing dan investor dari berbagai daerah, kemudian perluasan pasar-pasar ekspor baru,” kata dia.
Selain mendorong kinerja ekspor, Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas Rabu lalu juga telah menginstruksikan kepada jajaran kabinetnya melanjutkan pengendalian impor. Salah satu yang disoroti Jokowi adalah perihal impor besi dan baja, yang disebut sebagai salah satu sumber defisit neraca perdagangan, serta membebani defisit neraca transaksi berjalan.
“Impor baja sudah masuk ke peringkat tiga besar impor negara kita, ini tidak bisa dibiarkan terus menerus,” ucap Jokowi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), realisasi impor baja sepanjang 2019 mencapai US$ 10,39 miliar atau lebih dari Rp 753 triliun. Jokowi berujar strategi mendorong kemandirian industri lokal dengan mengurangi ketergantungan pada bahan baku impor turut menjadi prioritas di tahun ini.
Ekonom Institute for Development Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira Adhinegara memprediksi secara keseluruhan CAD di 2020 akan kembali turun, namun lagi-lagi bukan disebabkan oleh perbaikan kinerja ekspor. “Pertumbuhan ekspor melambat, sedangkan justru impor akan turun lebih dalam karena lebih dari 30 persen kebutuhan impor non migas diperoleh dari Cina,” kata Bhima.
Aktivitas perekonomian di awal tahun telah menujukkan gejala perlambatan, terdampak kasus Corona. “Jadi mungkin CAD akan lebih kecil dibandingkan tahun lalu, tapi bukan sentimen yang positif dan harus diantisipasi ke depannya.”
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menambahkan perbaikan CAD tahun ini juga berpeluang berlanjut disebabkan oleh peluang kenaikan sejumlah harga komoditas. “Misalnya harga CPO, dan ini bisa membantu meningkatkan ekspor,” ujar Piter. Meski demikian, menurut Piter perbaikan tersebut tak mengurangi kerentanan ekonomi, dan tetap memerlukan reformasi struktural lanjutan.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede mengatakan CAD di 2020 diperkirakan masih berkisar antara 2,70 – 2,90 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). “Ini dengan mempertimbangkan bahwa kinerja perdagangan non migas berpotensi terpengaruh oleh perlambatan ekonomi global dan potensi virus Corona terjadi berkepanjangan,” ujar Josua.
Namun, dia memproyeksi defisit neraca jasa-jasa juga berpotensi melebar, akibat penurunan jumlah wisatawan asing ke Indonesia, akibat Corona. “Jadi defisit jasa serta pendapatan primer yang cukup tinggi di satu sisi berpotensi menahan penurunan defisit transaksi berjalan di 2020.”
EGI ADYATAMA