Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Solo - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mengajak anak muda Nahdlatul Ulama (NU) di Jawa Tengah untuk aktif terlibat dalam brigade swasembada pangan yang dibentuk oleh Kementerian Pertanian.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal tersebut disampaikan Sudaryono dalam Muktamar Ilmu Pengetahuan ke-2 yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah di Auditorium UNS Solo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya sebagai Wakil Menteri Pertanian, kira-kira yang bisa dikolaborasikan pemerintah dengan warga NU, misalnya apakah nanti peranan pemuda NU bisa terlibat langsung menjadi brigade swasembada pangan," kata Wamentan dalam keterangan di Jakarta, Ahad, 8 Desember 2024 seperti dikutip dari Antara.
Ia juga menyoroti NU yang bisa mengambil peran penting untuk memperkuat pembangunan pertanian kita. "Karena mayoritas petani di Indonesia itu adalah warga Nahdliyin (sebutan warga NU)," kata Sudaryono.
Menurut Sudaryono, kontribusi warga NU, terutama pemuda, sangat penting dalam memperkuat sektor pertanian di Indonesia, yang menjadi salah satu pilar utama ketahanan pangan nasional. Dengan begitu, pemuda NU berpotensi besar untuk mendukung program pemerintah dalam menciptakan swasembada pangan.
Adapun brigade pangan merupakan sebuah program yang melibatkan kelompok pemuda untuk mengelola lahan pertanian yang cukup luas. Mereka akan diberikan fasilitas seperti traktor, pupuk combine, dan benih secara gratis.
Tak berhenti di situ, setelah panen, hasil pertanian akan dibagi antara pemilik lahan dan pengelola lahan, dengan penghasilan yang diperkirakan mencapai Rp 15 juta per orang. Program ini bertujuan untuk mempercepat pencapaian swasembada pangan di Indonesia.
“Brigade swasembada pangan itu ada sekelompok anak muda yang mengelola 200 hektare lahan dan nanti kita kasih traktor, pupuk combine dan benih secara gratis,” ucap Sudaryono.
Ia pun mengajak para santri dan warga NU untuk mengoptimalkan program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) di lingkungan pondok pesantren. Program tersebut bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan di pesantren dengan menanam berbagai komoditas pangan secara berkelanjutan.
Dengan demikian, pondok pesantren dapat menjadi pusat ketahanan pangan yang mandiri sekaligus mengurangi ketergantungan pada pasokan pangan dari luar.
KRPL, menurut Sudaryono, adalah salah satu cara untuk memanfaatkan lahan di pondok pesantren agar lebih produktif. "Ini penting, karena dengan memaksimalkan potensi yang ada, pesantren bisa turut berkontribusi pada ketahanan pangan nasional," katanya.
Selain itu, ia menyatakan pesantren sebetulnya memiliki sumber daya yang sangat potensial untuk mendukung program-program pertanian, baik dalam hal pengelolaan lahan maupun pendidikan kepada masyarakat tentang pentingnya ketahanan pangan. "Pondok pesantren tidak hanya menjadi tempat pendidikan agama, tetapi juga bisa menjadi pusat pengembangan pertanian yang bermanfaat bagi masyarakat luas."
Oleh sebab itu, menurut dia, kolaborasi antara pemerintah, warga NU, dan pondok pesantren, bakal mendukung pencapaian target swasembada pangan dengan lebih cepat dan berkelanjutan.
Wamentan menyampaikan hal itu saat membuka Muktamar Ilmu Pengetahuan ke-2 yang diselenggarakan oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah di Auditorium UNS Solo, Sabtu, (7/12).
Oleh karena itu, Wamentan Sudaryono, atau yang akrab disapa Mas Dar ini mengajak seluruh santri dan warga NU untuk aktif terjun langsung ke sektor pertanian. Sebab, dukungan warga NU sangat diperlukan dalam mewujudkan swasembada pangan yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Wamentan menambahkan, organisasi sebesar NU memiliki potensi yang sangat besar dalam menggerakkan roda ekonomi nasional, terutama karena kedaulatan pangan bisa dimulai dari olah lahan berbasis pesantren.
“Bagi saya, NU itu adalah kekuatan besar dalam menggerakkan roda ekonomi berbasis komunitas dan NU adalah organisasi terbesar yang punya potensi menggerakkan ekonomi,” tambahnya.
Lebih lanjut, Wamentan juga memaparkan dua strategi besar yang tengah dijalankan oleh pemerintah, yakni intensifikasi dan ekstensifikasi sektor pertanian.
Menurutnya, intensifikasi melibatkan optimasi lahan rawa, sementara ekstensifikasi berfokus pada pembukaan lahan baru, termasuk program cetak sawah yang sedang dilaksanakan di 12 provinsi di Indonesia.
“Dalam mendorong swasembada pangan, harus melakukan peningkatan produksi. Upaya itu dilakukan dengan 2 cara yaitu intensifikasi dan ekstensifikasi,” ujarnya.
Ia menuturkan bahwa Kementerian Pertanian telah menugaskan Badan Pengembangan dan Penyuluhan SDM Pertanian untuk melakukan tahapan demi tahapan pembentukan brigade swasembada pangan yang disiapkan khusus untuk mencapai swasembada dalam waktu singkat.
"Pemerintah sedang mempersiapkan pembentukan brigade swasembada pangan yang terdiri dari kelompok pemuda, termasuk para santri muda," kata dia.
Para pemuda ini akan diberi tanggung jawab untuk mengelola 200 hektare lahan pertanian, dengan fasilitas seperti traktor, combain, pupuk, dan benih yang diberikan secara gratis. Setelah panen, hasilnya akan dibagi antara pemilik lahan dan pengelola lahan, dengan masing-masing peserta berpotensi mendapatkan pendapatan sekitar 15 juta rupiah.
“Brigade swasembada pangan itu ada sekelompok anak muda yang mengelola 200 hektare lahan dan nanti kita kasih traktor, combain, pupuk dan benih secara gratis,” jelasnya.
Melalui kolaborasi tersebut, diharapkan sektor pertanian Indonesia dapat berkembang lebih pesat, dengan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat, termasuk organisasi besar seperti NU yang memiliki basis massa yang kuat di sektor pertanian.
"Dengan kolaborasi antara pemerintah dan warga NU, kita bisa mencapai swasembada pangan dengan lebih cepat dan berkelanjutan," kata Wamentan.