Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Biaya gas berkontribusi 15-50 persen terhadap ongkos produksi.
Menteri ESDM menolak rencana kenaikan harga gas.
PGN beralasan kenaikan tarif dilakukan untuk mendukung pengembangan infrastruktur gas bumi.
JAKARTA — Sejumlah industri waswas menghadapi rencana kenaikan harga gas dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Biaya produksi yang membengkak bakal mengurangi daya saing mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB), Yustinus Gunawan, menuturkan kenaikan harga di tengah proses pemulihan ekonomi mengancam industri pengguna gas. Biaya gas berkontribusi 15-50 persen pada ongkos produksi. Tambahan biaya yang harus dirogoh para pelaku usaha pada akhirnya bakal ditransmisikan ke penjual.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yustinus menyatakan kenaikan harga produk akan menurunkan daya saing mereka. Efeknya, penjualan menurun, utilisasi pabrik merosot, hingga kemudian berpengaruh pada serapan tenaga kerja. "Kenaikan harga akan memicu deindustrialisasi," katanya kepada Tempo, kemarin.
Petugas berjaga di Depot LPG Tanjung Priok, Jakarta. DOK. TEMPO/STR/Wisnu Agung Prasetyo
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiono, pun satu suara soal risiko deindustrialisasi. Dalam kasusnya, biaya produksi terbesar berasal dari bahan baku yang mayoritas impor. Kontributor terbesar kedua adalah energi.
Fajar khawatir industri semakin tak bisa bersaing dengan kenaikan harga gas. Menurut dia, kondisi pasar global maupun domestik saat ini sedang tidak baik. Persaingan semakin ketat karena ekonomi Cina melemah dan mempengaruhi daya saing. Kondisi tersebut membuat Indonesia menjadi sasaran empuk untuk impor bahan baku hingga produk olefin, aromatik, serta plastik. "Cina juga bahan bakunya dapat harga murah dari Rusia sehingga dia bisa dengan mudah menghajar barang di sini," tuturnya.
Kedua pelaku usaha tersebut berharap PGN mempertimbangkan kondisi itu dan membatalkan rencana kenaikan harga gas untuk industri. Para pelaku usaha tengah menanti pengumuman resmi ihwal penangguhan, khususnya setelah pemerintah angkat suara.
Gerilya Sejak Lama
FIPGB dan Inaplas sudah mengadu ke sana-kemari sejak mendengar kabar rencana kenaikan harga gas PGN pada akhir Juli lalu. Berdasarkan surat edaran PGN kepada konsumen, perubahan harga akan berlaku dengan kategori, yaitu Gold, Silver, dan Bronze. Sebagai contoh, tarif gas untuk pelanggan Gold akan naik dari US$ 9,16 menjadi US$ 11,89 per MMBTU.
Membaca surat tersebut, FIPGB dan Inaplas bersurat kepada Kementerian Perindustrian hingga Istana. Mereka meminta rencana kenaikan harga gas tersebut batal. Protes juga datang dari Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia yang kemudian melayangkan surat keberatan terharap kenaikan harga gas kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif.
Sejumlah pelaku usaha mengkritik pemerintah yang belum mampu memperluas akses gas murah. Berikut ini data perbandingan antara produksi gas bumi dan penyerapan gas domestik.
Mereka yang mengadu ke Kementerian Perindustrian diterima oleh Ignatius Warsito, Staf Ahli Bidang Penguatan Kemampuan Industri Dalam Negeri yang kala itu juga menjabat pelaksana tugas Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil, pada 7 Agustus 2023. Pertemuan tersebut ditindaklanjuti dengan Kementerian ESDM untuk mencari solusi karena kenaikan harga gas membutuhkan persetujuan dari Menteri Energi.
Pada 6 September lalu, PGN kembali melayangkan surat pemberitahuan kepada konsumen. Isinya menyatakan rencana kenaikan harga gas per 1 Oktober 2023. PGN juga meminta penyesuaian besaran nilai jaminan pembayaran pelanggan sekitar 15 persen.
Tak lama Menteri Energi Arifin Tasrif buka suara. Dia menyatakan tak memberi restu kepada PGN untuk menaikkan harga gas industri. "Tidak boleh naik karena hulunya tidak menaikkan," kata dia, kemarin. Menurut dia, biaya energi justru perlu dikurangi untuk membantu produktivitas industri.
Belum Resmi Naik
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama mengatakan rencana kenaikan harga gas untuk industri dipicu sejumlah faktor, dari sumber pasokan, harga pasokan, kontribusi volume masing-masing pasokan gas, hingga biaya di industri antara serta hilir infrastruktur gas bumi. Komersialisasi juga ditujukan untuk mendukung keberlanjutan PGN mendukung pengembangan infrastruktur gas bumi ke depan.
Dalam merancang kebijakannya, Rachmat memastikan PGN mempertimbangkan ketentuan perundang-undangan ihwal harga produksi gas yang diterbitkan pemerintah. "Terkait dengan hal tersebut, kami belum melaksanakan penyesuaian harga gas," tuturnya. Saat dimintai konfirmasi ihwal kepastian pembatalan rencana kenaikan per 1 Oktober mendatang, dia tak berkenan menjawab.
VINDRY FLORENTIN | MAJALAH TEMPO
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo