Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJAK kecil, Obert Sharon Christian kepincut pada bentuk tubuh Arnold Schwarzenegger. Namun baru dua tahun ini ia serius berlatih untuk mewujudkan impiannya. Pria 22 tahun ini rela menghabiskan empat hari dalam sepekan di tempat kebugaran tubuh. Fokusnya: latihan beban untuk otot dada, tangan, punggung, dan lengan. Mahasiswa semester ketujuh Universitas Maranatha, Bandung, ini juga menerapkan diet ketat. Pagi hanya minum susu atau sereal, siang dan malam baru ketemu nasi. Dalam sehari, dia hanya punya jatah dua kali ngemil. Itu pun hanya camilan sehat, bukan gorengan.
Pengorbanan bungsu dari tiga bersaudara ini tak sia-sia. Sabtu dua pekan lalu, warga Setrasari Kulon, Bandung, ini menjadi pemenang kompetisi L-Men of the Year 2008. Kemampuannya berlenggok di catwalk dengan dada bidang dan perut six-pack—rata dengan lekuk seperti enam kotak simetris di bagian perut—memukau para juri, dan banyak perempuan. Pria berwajah manis dan imut ini menyisihkan 3.000 pesaingnya dalam kontes bodi indah itu.
Jumlah peserta kontes yang spektakuler ini sebenarnya bukti semakin banyak pria yang gandrung pada bentuk tubuh ideal. Salah satu kelompok yang ”wajib six-pack” adalah aktor. Mario Lawalata, 28 tahun, misalnya. Sejak duduk di sekolah menengah pertama, anak ketiga artis Reggy Lawalata itu sudah bersahabat dengan pusat kebugaran. Namun baru tiga tahun ini dia serius membentuk tubuhnya.
Setidaknya tiga hari dalam sepekan, sehabis latihan basket, ia bertandang ke My Gym di Senayan, Jakarta Selatan. Pilihan alatnya pun bervariasi. Ada yang untuk membentuk dada, tangan, dan kaki, serta latihan stamina. Presenter acara olahraga di televisi ini juga mengatur menu makanan sehari-hari. Karena menghindari karbohidrat, ia lebih sering bersantap di restoran mahal yang terjamin kebersihan dan kualitasnya. Tak lupa ia menelan multivitamin dan fat burner—pil pembakar lemak—setiap hari. Semua dilakoninya demi cita-cita ”ingin punya body Brad Pitt”.
Zaman berganti. Cara pandang orang tentang tubuh ideal pria pun berubah. Seperti dikemukakan A. Purba, dokter kesehatan olahraga Universitas Padjadjaran, Bandung, dulu yang jadi idola adalah pria berotot besar. Namun kini postur pria favorit adalah yang tak berotot tapi bertubuh padat dengan perut rata.
I Gusti Agung Kusuma Yudha Rai—lebih dikenal sebagai Ade Rai—menyatakan obsesi pria pada bentuk tubuh sebenarnya bukan hal baru. Seperti perempuan tertarik pada kecantikan, semua lelaki pasti mendambakan tubuh bagus. Soalnya, kata binaragawan yang juga instruktur kebugaran ini, pria tak didukung industri kecantikan. Perempuan yang tidak cantik masih bisa dipoles lewat rambut, kulit, dan pakaian bagus. Sedangkan pria tidak ada yang membantu kecuali bentuk badan bagus. ”Walaupun ganteng, kalau lelaki berperut gendut, kan, tidak bisa ditutupi,” ujar alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia ini.
Untungnya, kata Ade, belakangan ini jalan menuju six-pack terbentang. Pusat kebugaran makin banyak. Makanan dan minuman kesehatan juga tumpah-ruah di pasaran, dengan harga beragam, termasuk untuk kocek pas-pasan. Obert tahu benar hal itu. Dia bersiasat agar kantong tidak bolong. Misalnya, sumber protein hewani—seperti daging ayam—bisa diganti dengan protein nabati dari kedelai. ”Kita juga bisa memilih gym yang tidak terlalu mahal,” katanya.
Memang banyak cara menuju perut ”enam pak”. Ada yang melakukannya dengan benar melalui latihan dan pengaturan nutrisi. Tak sedikit yang memilih jalan pintas dengan suntik hormon anabolic steroid (lihat ”Superhormon, Superbahaya”).
Menurut Ade, doping macam ini bersifat sementara. Untuk jangka pendek mungkin bisa membentuk tubuh oke, tapi di masa mendatang justru menimbulkan penyakit. ”Kita tidak mau menghalalkan segala cara untuk mendapatkan tubuh bagus,” kata Ade, pria 38 tahun yang bulan depan akan menggelar Siswaraga—lomba binaraga untuk siswa se-Indonesia—di Balai Sarbini, Jakarta.
Istilah six-pack sendiri sebetulnya tak dikenal di dunia kesehatan. Menurut Purba, definisi bentuk badan sehat adalah yang proporsinya ideal. Caranya dengan diet dan olahraga. Bukan hanya menggenjot latihan pada bagian tubuh tertentu, seperti perut, apalagi kalau memilih cara instan.
Salah satu cara mendongkrak si otot adalah lewat minuman suplemen. Banyak merek susu yang diklaim bisa membuat tubuh six-pack. Salah satunya L-Men. Sejak susu ini diluncurkan di Indonesia pada 2001, konsumennya meningkat. ”Setiap tahun persentase penjualan kami selalu bertambah,” kata Jodie O’tania, Manajer Hubungan Masyarakat Nutrifood Indonesia, produsen susu ini.
Ade Rai tak mau ketinggalan di bisnis ini. Berkibar dengan dua bendera fitness center: Klub Ade Rai dan Gold’s Gym, Ade juga terjun ke industri suplemen kebugaran pria dengan label Rai Nutrition sejak 2005. Nama mantan atlet nasional ini ternyata cukup ampuh sebagai ”iklan berjalan”. Rai Nutrition bahkan kini sudah digandeng Nutrifood untuk dipasarkan pada Februari 2009 sebagai L-Men Rai Nutrition. Suplemen ini membidik para bodybuilder tingkat lanjutan, bukan pemula.
Tak pelak, bisnis six-pack ini memang ”seksi” dan menguntungkan. Padahal klaim yang kerap dijadikan jualan produsen susu semacam ini tak sepenuhnya betul. ”Tanpa olahraga, itu tidak baik,” kata Ade. Menurut pria Bali kelahiran Jakarta ini, minuman itu hanya suplemen alias tambahan. Yang utama adalah makanannya. Untuk membentuk tubuh, dibutuhkan protein tinggi.
Faktor yang lebih penting adalah latihan rutin. Proses untuk mendapatkan perut datar ”enam pak” sebenarnya mudah, asalkan tahu caranya. Menurut Purba, sebelum memasuki tahap pembentukan badan, pria mesti memiliki berat badan ideal dan otot yang kokoh. Untuk itu, yang pertama dilakukan adalah penurunan berat badan lewat aerobik, treadmill, jogging, dan renang.
Setelah lulus tahap ini, orang bisa melangkah ke weight training—melatih kekuatan otot agar tidak cedera saat mengangkat beban. Tahap terakhir barulah pembentukan otot. ”Semakin berat beban, semakin lentur ototnya,” ungkap dosen di Program Magister Ilmu Faal dan Kesehatan Olahraga Universitas Padjadjaran, Bandung, itu.
Tampaknya memang tak sulit. Namun, seperti dituturkan Ade Rai, dibutuhkan komitmen dan disiplin tinggi. Betapa tidak, selama masa latihan itu, pola hidup harus serba tertata. Makanan, olahraga, dan tidur, termasuk waktu bersantai, harus diatur ketat.
Perjuangan Obert, misalnya, bukan tanpa halangan. Selain harus menghalau rasa malas dan bosan yang kerap mendera, dia beberapa kali jatuh sakit. Saat diet ketat, tubuhnya rentan terhadap penyakit, seperti flu. ”Saya bahkan pernah kena demam berdarah,” katanya.
Obert membutuhkan tiga bulan latihan untuk mengubah ototnya menjadi lebih padat. ”Dengan pola makan dan latihan teratur, semakin hari bentuk otot semakin kelihatan,” katanya bangga. Tak cuma buat gagah-gagahan, perut ”enam pak” ini membuatnya merasa lebih segar dan percaya diri. Ia tak takut dianggap kewanita-wanitaan karena repot mengurusi bentuk badan. ”Penampilan sempurna kan bukan hak perempuan saja,” ujarnya.
Andari Karina Anom, Vennie Melyani, Adelheid Sidharta (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo