Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

<font size=2 color=#FF9900>INFO HIDUP SEHAT</font><br />Tipe Baru Virus Kanker Serviks

10 Januari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBUNUH nomor satu di dunia kini adalah kanker serviks (mulut rahim). Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), 630 juta perempuan terjangkit penyakit ini. Setiap hari kanker serviks merenggut nyawa 600 wanita di dunia, dan menurut data Yayasan Kanker Indonesia, 20 perempuan Indonesia tewas tiap hari. Kanker ini menyerang 50 persen usia 35-55 tahun dan separuhnya di bawah 35 tahun. Setiap hari di Indonesia, menurut Yayasan Kanker, 41 wanita terdeteksi terkena kanker serviks. Negeri ini, menurut WHO, termasuk negara dengan insiden kanker serviks tertinggi di dunia, dengan peluang 66 persen meninggal.

Kanker ini memang bisa disembuhkan dan dideteksi sejak dini. Namun baru ada dua jenis vaksin yang bisa membunuh dua tipe pemicu human papillomavirus (HPV), penyebab kanker serviks. Padahal, dalam penelitian terbaru dari Catalan Institute of Oncology di Barcelona, Spanyol, diidentifikasi delapan tipe penyebab lebih dari 90 persen kanker serviks di dunia.

Penelitian yang dipimpin Silvia de Sanjose—dipublikasikan di Lancet Medical Journal awal Januari 2011—itu mempelajari 10 ribu lebih kasus kanker serviks di 38 negara dan menemukan tipe-tipe HPV: tipe 16, 18, 45, 33, 31, 52, 58, dan 35. Selama ini baru ada dua vaksin yang diproduksi GlaxoSmithKline (GSK) dan Merck & Co yang melindungi perempuan dari HPV tipe 16 dan 18. Selain itu, melalui pemeriksaan silang kedua vaksin ini dapat melindungi wanita dari HPV tipe 31 dan 45, meski tidak menyeluruh.

Banyak negara maju mewajibkan imunisasi HPV bagi anak perempuan sebelum menjadi pelaku seks aktif. Namun vaksin ini masih terlalu mahal bagi penduduk di negara berkembang, padahal 80 persen kasus kanker serviks terjadi di negara tersebut.

Penyakit ini, menurut penelitian Sanjose, terjadi akibat hubungan seksual berisiko tinggi. Terjadi penularan 118 tipe HPV yang sudah ditemukan, 40 tipe menginfeksi di sistem genital (alat kelamin), dan 12 tipe menyebabkan kanker, delapan di antaranya yang menjadi penyebab 90 persen pemicu kanker serviks.

Gejala seseorang terinfeksi HPV memang cenderung tidak terlihat. Cara paling mudah mendeteksinya adalah dengan pemeriksaan sitologis leher rahim. Pemeriksaan tersebut yang saat ini populer dengan nama Papanicolaou smear, terkenal dengan istilah Pap smear. Dokter menggunakan pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit contoh sel-sel serviks atau leher rahim, yang dianalisis di laboratorium.

Ada juga berbagai metode deteksi dini infeksi HPV dan kanker serviks, yaitu IVA: inspeksi visual dengan asam asetat, dengan mengoles leher rahim dengan asam asetat. Lalu diamati apakah ada kelainan, seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Cara ini dapat dilakukan di puskesmas dengan harga relatif murah.

Metode lain yang lebih akurat bernama Thin prep, yaitu memeriksa seluruh bagian serviks. Jika semua hasil tes pada metode sebelumnya menunjukkan adanya infeksi atau kejanggalan, prosedur lanjutan yang harus dilalui adalah kolposkopi, dengan alat yang dilengkapi lensa pembesar untuk mengamati bagian yang terinfeksi. Tujuannya untuk menentukan apakah ada lesi atau jaringan yang tidak normal pada leher rahim. Jika ada yang tak normal, diambil tindakan biopsi—pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh—lalu pengobatan kanker serviks segera dimulai.

Menurut ahli kanker dan pembuluh darah Rumah Sakit Dharmais, Jakarta, dokter Noorwati Sutandyo, untuk mencegahnya, dengan mengurangi risikonya, yaitu pola hidup sehat dan asupan yang baik. ”Mengkonsumsi makanan bergizi, membuat daya tahan tubuh meningkat, dan dapat mengusir HPV,” katanya. Kebiasaan merokok, perempuan yang aktif berhubungan seks sejak usia dini, dan sering berganti pasangan atau berhubungan dengan pria yang suka berganti pasangan merupakan faktor risiko terkena kanker serviks. Kurang asupan yang mengandung vitamin C, E, dan asam folat juga bisa memperlemah daya tahan tubuh terhadap virus tersebut.

Ahmad Taufik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus