Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

'Sekolah' buat Oma-Opa

Fasilitas bagi warga senior beraneka rupa. Aktivitas membuat lansia lebih bahagia, sehat, dan tak gampang pikun.

29 Mei 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sekelompok orang berusia 70-90-an tahun naik ke panggung. Ada yang dituntun, ada yang masih gagah naik sendiri. Sambil duduk membawa angklung, mereka tekun memperhatikan kode-kode tangan salah satu pendamping aliascaregivermereka di depan panggung. Kadang menggenggam, menunjukkan jempol ke bawah, atau telapak tangan terbuka ke atas.Tiap kode itu disambut dengan goyangan angklung. Guncangan bergantian itu menghasilkan irama lagu Jawa,Suwe Ora Jamu.

Instruksi berganti, oma-opa itu diminta menyanyi sambil menari. Lima oma langsung membuat formasi, yang lain tetap duduk di kursi. Sambil menyanyiCublak-Cublak Suweng dan Rek Ayo Rek,mereka menggoyangkan badan, tangan, dan kaki maju-mundur. "Rek, ayo, rek, mlaku-mlaku nang Tunjungan...."

Kegiatan pentas semacam ini rutin dilakukan tiap bulan di Senior Club Indonesia, klub bagi orang lanjut usia (lansia) di Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Bukan bermaksud mengerjai para lansia, justru kegiatan ini diadakan untuk mengasah otak mereka. "Agar mereka tak cepat pikun," kata Sanny Aurora, salah seorang pengurus Senior Club Indonesia, Senin pekan lalu.

Senior Club Indonesia bukan perkumpulan biasa. Klub ini khusus dibuka untuk membantu warga senior meningkatkan kualitas hidup dan kebahagiaannya di saat usia senja. Klub ini mematok biaya Rp 2,5-3,850 juta per bulan.

Kegiatannya bermacam-macam, dimulai pada pukul 08.00 sampai 16.00. Jika cuaca sedang bagus, para lansia tersebut memulai kegiatan dengan berolahraga ringan. Seusai olah tubuh, mereka mengaso menikmati teh sambil mengobrol dengan rekan-rekan. Baru setelah itu kegiatan hobi dilakukan, seperti menggambar, memasak, merangkai bunga, menyanyi, dan menari. Tiap hari kegiatannya berbeda. "Kami atur yang bisa melatih otak mereka, misalnya menggambar lingkaran dengan dua tangan sekaligus," ujar Sanny.

Ana Christina, warga senior yang sudah delapan tahun tinggal di sana, menyamakan kegiatan tersebut seperti sekolah. Tiap hari ia berangkat pagi dan pulang sore hari. Selama kegiatan, ia bisa belajar hal baru, bertemu dengan kawan-kawan dan mengerjakan tugas bersama, seperti menghafal kode-kode angklung tadi. "Pagi-pagi, kalau cucu saya berangkat sekolah, saya juga berangkat, biar pintar," kata perempuan 93 tahun ini.

Jasa pelayanan bagi para lansia juga ada di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Namanya Rukun Senior Living. Bedanya, oma dan opa bisa tinggal di sana dengan fasilitas hotel bintang empat, lengkap dengan kolam renang, jacuzzi, sauna, tempat joging, ruang bermain, teater, dan ruang karaoke. Juga tak ketinggalan pelayanan kesehatan buat mereka. "Kami memadukan konsep pelayananhospitalitydengan pelayanan warga senior yang menetap," kata Nindya Apriani, General Manager Rukun Senior Living.

Fasilitas ini membuat para lansia yang tinggal di sana lebih rileks dan menikmati masa tua. Seperti Than Tiam Bun alias Susanto, salah seorang anggota Rukun Senior Living, yang jadi bisa bergerak setelah serangan stroke. "Dulu saya datang ke sini dalam kondisi tidak bisa bergerak sama sekali. Namun, setelah lima bulan di sini, saya sudah bisa berjalan dan sekarang saya sedang belajar naik sepeda lagi," kata pria 65 tahun ini.

Untuk menikmati kenyamanan ini, Rukun Senor Living mematok harga Rp 750 ribu-1,2 juta per hari. Biaya ini sudah termasuk fasilitas kamar hotel, mengikuti program aktivitas, dan perawat.

Selain fasilitas untuk kalangan menengah ke atas seperti ini, warga senior bisa menikmati wahana yang harganya lebih terjangkau, bahkan gratis, di lingkungan sekitar. Menurut Direktur Centre for Ageing Studies Universitas Indonesia, Tri Budi Raharjo, para lansia dan keluarganya bisa mengikuti program bina keluarga lansia (BKL) yang ada di lingkungannya. "Ada 27 ribu bina keluarga lansia di Indonesia," katanya.

Kelompok-kelompok tersebut dibentuk atas insiatif warga. Jika ada 10 keluarga yang mempunyai lansia, mereka bisa membentuk komunitas tersebut dengan naungan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Subyek utama program tersebut adalah keluarga yang memiliki anggota sudah lansia. "Mereka harus tahu ngapain saja, bagaimana mereka memberdayakan lansia, memberikan pendampingan kepada lansia, dan lain-lain," ujar Tri.

Selain BKL, ada pos pembinaan terpadu (posbindu), yang dibina pusat kesehatan masyarakat. Pos ini mirip dengan posyandu, hanya subyeknya berbeda. Sementara posyandu melayani anak di bawah usia lima tahun, posbindu mengurusi lansia. Baik BKL maupun posbindu punya kegiatan yang bermacam-macam, seperti berkebun, senam, dan menyanyi bersama. Tujuannya menstimulasi otak lansia agar mereka tetap hidup sehat dan bahagia.

Salah satunya Posbindu Dahlia Senja diDepok, Jawa Barat, yang didirikan pada 2009.Menurut Ketua Posbindu Dahlia, Ratna Habsari Marsoedi, awalnya Dahlia hanya melayani pemeriksaan kesehatan, seperti pengukuran tekanan darah, kadar gula darah, dan kolesterol. Namun, lama-kelamaan, kegiatan mereka bertambah. Ada pembuatan kerajinan, kasidah, olah vokal, senam sehat lansia, juga sanggar tari anak, yang membuat kelompok ini beranggotakan tiga generasi.

Saban bulan mereka juga rutin makan bersama di taman. Berbagai jurus ini diyakini bisa mengusir kejenuhan para lansia. "Di usia senja, orang akan lebih sensitif, maka perlu cara-cara yang tepat untuk menghilangkan kejenuhan mereka, meski sekadar makan bersama seperti anak TK," ujarnya.

Ratusan kilometer dari Depok, di Dusun Blendhung, Sumbersari, Kecamatan Moyudan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, juga ada BKL Mugi Waras. Selain mendapat pelayanan dan pembinaan kesehatan, mereka rutin mengadakan pengajian, sembahyangan; pelatihan kerajinan tangan seperti merajut dan menjahit; serta pelatihan membuat makanan dan jajanan pasar. Juga berbagai kegiatan seni, misalnya gejog lesung, angklung, rondha thèkthèk, dan karawitan.

Khusus untuk memperlambat kepikunan, ada pula kegiatan senam otak. Para lansia melakukan gerakan yang disinkronkan dengan kata-kata untuk membantu daya ingat. "Semua pada hafal dan gerakan sesuai dengan kalimat dalam lagu," ujar Djumanah, 70 tahun, pegiat BKL Mugi Waras.

Selain melatih lansia, BKL tersebut memberi pelatihan merawat orang tua bagi para anggota keluarga. Misalnya cara memandikan, membersihkan kasur, dan memberikan makanan. Namun fokus mereka sama, yakni agar warga senior tetap sehat, bahagia, dan mandiri. "Lansia yang dulu tidak mau mandi sendiri sekarang semakin mandiri," ucapnya.

Nur Alfiyah, Sidik Permana (Bogor), Imam Hamdi (Depok), Muh Syaifullah (Sleman)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus