Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Binge eating disorder (BED) ditandai gejala gangguan pola makan. Kondisi itu ketakmampuan seseorang mengontrol keinginan mengonsumsi makanan jumlah besar. Mengutip Eating Disorder Hope, diperkirakan sekitar 1 persen hingga 5 persen populasi di seluruh dunia mengalami gangguan makan ini. Merujuk American Psychological Association, gangguan makan ini juga kerap dibarengi munculnya perasaan bersalah, malu saat makan berlebihan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Istilah BED pertama kali disebut dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) edisi kedua pada 1987. Penelitian tentang gangguan pola makan ini, kemudian berkembang. Adapun dalam DSM edisi kelima tahun 2013 mengategorikan BED sebagai salah satu masalah kesehatan mental.
Penyebab binge eating disorder
Mengutip Healthline, BED biasanya dimulai pada ujung masa remaja atau mula usia dewasa. Orang yang mengalami gangguan pola makan ini menganggap, mengonsumsi makanan dalam porsi besar bisa menenangkan perasaan emosional untuk sesaat termasuk meredakan emosi, stres, depresi. Tapi kemudian, perasaan itu berubah menjadi penyesalan dan membenci diri sendiri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika tak lekas ditangani, BED bisa berakibat obesitas, diabtes, dan penyakit jantung. BED biasanya diobati dengan psikoterapi, konseling nutrisi, dan obat-obatan. Strategi pengendalian gaya hidup pun penting untuk mencegah kondisi BED. Mengutip Help Guide, ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyebab BED.
- Faktor biologis
Kelainan biologis bisa saja menyebabkan BED. Misalnya, hipotalamus (bagian otak yang mengontrol nafsu makan) yang tidak mengirimkan pesan tentang rasa lapar dan kenyang. Para peneliti juga menemukan mutasi genetik yang agaknya menyebabkan kecanduan makanan. Adapun bukti kadar serotonin kimia otak yang rendah memaksa kebiasaan makan.
- Faktor psikologis
Ketakpuasan terhadap kondisi tubuh, kepercayaan diri rendah, dan kesulitan mengatasi perasaan juga rentan menyebabkan BED. Banyak orang dengan gangguan makan berlebihan juga memiliki riwayat diet. Ketakmampuan menjaga rutinitas diet mendorong keinginan untuk makan berlebihan, terutama jika seseorang memiliki tingkat percaya diri rendah dan gejala depresi.
- Faktor risiko lingkungan sosial
Pengalaman traumatis seperti riwayat pelecehan fisik, seksual, atau pengabaian emosional juga rentan meningkatkan risiko makan berlebihan. Tekanan sosial untuk menjadi kurus yang biasanya dipengaruhi media memicu meningkatkan pola makan secara emosional. Lingkungan sosial yang kurang mendukung, misalnya terlalu banyaj kontrol dan konflik juga bisa saja mempengaruhi orang mengalami BED.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.