Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

ASI Eksklusif dari Ruang Kerja

Rendahnya pemberian ASI eksklusif di Indonesia akibat minimnya dukungan lingkungan pekerjaan. Ruang laktasi jadi kebutuhan.

9 Agustus 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Cakupan ASI eksklusif untuk bayi usia di bawah 6 bulan di Indonesia cuma 37,9 persen.

  • IDAI menunjuk rendahnya dukungan tempat kerja sebagai satu penyebab rendahnya cakupan ASI eksklusif.

  • IDAI mengkampanyekan pentingnya penyediaan ruang laktasi di tempat kerja.

Sejak anak perempuannya lahir pada 11 April 2020, Claudia Beatrix Mokoagow menjalani peran ganda sebagai ibu sekaligus pekerja. Bagi warga Bekasi itu, hal tersebut tidak mudah karena ia harus menyuguhkan air susu ibu atau ASI eksklusif demi kesehatan dan perkembangan buah hatinya di antara tumpukan tuntutan pekerjaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Saban hari, Claudia meluangkan waktu di tengah waktu kerjanya sebagai karyawan bank swasta di Cideng, Jakarta Pusat, untuk menambah persediaan ASI. “Setelah cuti melahirkan, masuk sambil tetap melakukan pumping (pemompaan ASI) di kantor,” kata dia di Bekasi, Senin, 7 Agustus 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Claudia tak putus pumping dua kali sehari, meski kantornya tak memiliki ruang laktasi. “Jadi, harus permisi menggunakan ruang arsip. Ngemper di lantai,” kata dia. Selanjutnya, dia kudu permisi ke atasan untuk mendinginkan ASI perahan itu di kulkas di ruang kerja bos supaya tak rusak saat diminum anaknya yang menunggu di rumah.

Ilustrasi penyimpanan Air Susu Ibu (ASI) di lemari pendingin. Shutterstock

Memberikan ASI eksklusif tokcer untuk memastikan tumbuh kembang bayi secara optimal sekaligus meningkatkan kesehatan ibu. Berbagai riset menyimpulkan menyusui dapat mencegah 20 ribu kematian dan kasus kanker serta mencegah 823 ribu kematian bayi setiap tahun. Zat anti-infeksi, juga nutrisi yang mendukung pertumbuhan, pada ASI tidak tergantikan oleh susu formula.

Masalahnya, tingkat pemberian ASI eksklusif di Indonesia tergolong rendah. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018, cakupan pemberian ASI eksklusif bagi bayi usia di bawah 6 bulan cuma 37,9 persen. 

“Satu penyebabnya adalah minimnya sarana dan dukungan keluarga, tenaga kesehatan, serta tempat kerja,” kata Naomi Esthernita, Ketua Satuan Tugas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dalam diskusi media IDAI untuk Pekan Menyusui Sedunia pada Senin, 7 Agustus lalu. Dokter spesialis anak ini mengatakan sebanyak 45 persen perempuan pekerja di Indonesia berhenti menyusui karena pekerjaan.

Naomi mengatakan lebih dari setengah miliar perempuan pekerja tidak mendapat dukungan seputar maternitas dari lingkungan kerja mereka. Di antara hal yang krusial adalah penyediaan ruang laktasi, mengingat pemerahan ASI perlu berlangsung di tempat yang terjaga higienitasnya.

Di Indonesia, Naomi melanjutkan, baru segelintir perusahaan yang menyadari pentingnya penyediaan fasilitas itu. “Ada laporan, ibu harus pumping di toilet karena tidak ada ruang laktasi di kantornya,” ujar dokter yang juga anggota American Breastfeeding Medicine ini.

Menurut Naomi, dukungan bagi ibu menyusui di tempat kerja merupakan hal penting, terlepas dari jenis dan lokasi pekerjaannya. Dia mengatakan ruang laktasi sedikitnya terdiri atas kursi yang nyaman, stop kontak untuk alat pompa ASI, meja, lampu dengan penerangan baik, kulkas penyimpanan ASI, tempat sampah, tisu, wastafel untuk cuci tangan, serta pintu yang dapat dikunci.

Di tingkat global, baru ada 42 negara yang mewajibkan perusahaan menyediakan fasilitas menyusui lewat aturan yang menjamin kesejahteraan ibu dan bayi. Indonesia belum termasuk. 

Pemerintah dan DPR baru akan menggodok Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) yang mengatur hak menyusui hingga cuti melahirkan paling sedikit enam bulan. RUU tersebut menjadi RUU inisiatif DPR pada 2022 dan Program Legislasi Nasional 2023. Diharapkan aturan ini dapat menjamin terpenuhinya hak kebutuhan dasar ibu dan anak dalam keluarga. “Karena perempuan tidak seharusnya memilih antara menyusui anaknya dan pekerjaan mereka,” kata Naomi.

Ilustrasi ibu menyusui. Shutterstock

Selain fasilitas laktasi, cuti merupakan hal yang dibutuhkan oleh ibu pekerja. Lama cuti melahirkan di Indonesia saat ini adalah tiga bulan, merujuk pada Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Menurut Naomi, kebijakan cuti melahirkan memberikan dampak positif pada inisiasi pemberian ASI eksklusif yang lebih lama.

Cuti juga dapat meningkatkan volume ASI. Fitra Sukrita Irsal, dokter konselor laktasi RS Pondok Indah, memaparkan adakalanya perempuan pekerja stres akibat pekerjaan kantor sehingga produksi ASI-nya menurun. “Payudara perlu dikosongkan untuk meningkatkan produksi susunya,” ujarnya.

Berbagai riset mendapati dukungan pemberian ASI eksklusif tidak merugikan perusahaan. Alih-alih merosot, produktivitas pekerja perempuan menyusui cenderung tinggi berkat terpenuhinya kebutuhan gizi anak yang membuat mereka tak perlu bolak-balik absen akibat mengantar anak ke dokter. Praktik ini juga terbukti menekan angka pengunduran diri karyawan. Di luar itu, perseroan mendapat citra bisnis yang baik karena menyokong kebutuhan esensial karyawan perempuannya. 

ILONA ESTERINA | ANTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus