Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUNARTI dan sinusitis sudah seperti ”sahabat”. Sekitar setengah dari masa hidup perempuan 44 tahun itu dihabiskan bersama sinusitis. Ia sering kesulitan bernapas. ”Hidung rasanya buntu,” katanya. Ketika badan miring ke depan, Sunarti merasakan sakit hebat di sekitar wajah, yang kadang disertai sakit kepala, demam, dan batuk membandel. Mata dan jaringan di sekitarnya terasa membengkak. ”Jika pilek, cairan ingus berwarna hijau, kadang merah, seperti bercampur darah.”
Sunarti sudah sering minum obat antibiotik dan berbagai obat lain yang diberikan dokter. Toh, sinusitisnya tak sembuh. Saran dokter untuk fisioterapi dengan cara menghangatkan bagian wajah dan penguapan juga diikutinya. Cara tradisional, gurah—yang ampun, sungguh menyakitkan—memasukkan cairan campuran sirih dan herbal lewat hidung, pun dijalaninya. Namun leganya hanya sebentar. Kini kantong di dekat matanya malah terasa membengkak. Dokter menyarankannya untuk dioperasi segera. Namun Sunarti belum berani.
Bayangan seram selalu menggela-yuti pikirannya. Pasalnya, sinus merupakan sebuah rongga yang dibentuk oleh tulang dan dibatasi tulang, dan berada dalam struktur wajah. Nah, sinusitis adalah infeksi atau peradangan di daerah sinus tersebut. Ada lima tempat sinus di bagian muka: pipi, mata, hidung, dahi, dan di belakangnya. Gejala sinusitis tergantung daerah sinus yang terkena. Secara umum, pasien merasakan sakit kepala, muka berat, ingus kental kuning kehijauan, bahkan sampai merah, seperti yang dialami Sunarti.
Penyebab sinusitis umumnya akibat penyumbatan hidung yang berkepanjangan, infeksi virus atau bakteri, dan alergi berkepanjangan. Alergen seperti debu, spora jamur, bulu binatang, dan serbuk sari bunga, jika terhirup, menimbulkan reaksi alergi dan pembengkakan yang dapat berpengaruh pada timbulnya serangan sinusitis. ”Merokok atau sering menghirup zat kimia juga bisa menjadi penyebab yang merusakkan bulu-bulu atau lapisan penahan di dalam hidung,” kata dokter spesialis telinga hidung dan tenggorokan (THT) Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, Himawan W.H.
Pengobatan sinusitis, menurut dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada 1973 itu, tergantung penyebabnya. Tiga pekan pertama diberikan antibiotik untuk membunuh bakteri. Namun, bila penyebabnya virus, dan daya tahan tubuh penderita kuat, tak perlu diberi obat karena virus akan mati dengan sendirinya dalam tujuh hari.
Jika semua tahap sudah dilalui, termasuk fisioterapi, tetapi sinusitis bertambah akut—hingga terdapat nanah di kantong sinus itu—langkah berikutnya adalah operasi. Karena cairan tak bisa keluar sendiri, apalagi yang terletak di bawah mata seperti kantong, karena saluran amat kecil dan berada bagian atas mata.
Sebelum 1990, untuk kasus sinusitis berat, operasi dilakukan dengan memotong kulit di bawah bibir, dibuat semacam terowongan ke tempat cairan sinus. ”Memang sakit dan penyembuhannya cukup lama. Namun kini saya sudah tak melakukan lagi tindakan seperti itu,” ujarnya.
Sejak 1995, operasi sinusitis dilakukan dengan teknik endoskopi. Operasinya disebut bedah sinus endoskopi fungsional (functional endoscopy sinus surgery). Caranya, alat seperti besi seukuran sejengkal dimasukkan melalui hidung. Dokter melihat dari monitor, saat alat itu masuk memperbaiki sumbatan pada sinus-sinus yang terinfeksi. Spons sebesar jari digunakan untuk membersihkan cairan yang mengendap. Dibutuhkan waktu satu sampai tiga hari untuk pemulihan akibat tindakan tersebut.
Namun, sejak dua tahun lalu, dokter di Rumah Sakit Raffles Singapura menggunakan metode terbaru pengobatan sinusitis. Balloon sinuplasty namanya. Setahun belakangan ini lebih dari seratus pasien asal Indonesia, menurut dokter ahlinya, Stephen Lee Teck Soong, berobat dengan tindakan ini. ”Beberapa di antaranya anak-anak,” ujarnya.
Menurut dokter yang mengambil beberapa keahlian yang berkaitan dengan THT di Skotlandia, Kanada, Jepang, Malaysia, dan Singapura ini, metode tersebut baru ada sejak tiga tahun lalu. ”Teknik ini memang hebat, tak banyak perdarahan. Pasien bisa segera bernapas setelah tindakan, dan hanya dalam waktu singkat pasien sudah bisa bekerja seperti sediakala,” katanya.
Stephen Lee, yang belajar metode ini di Chicago, Amerika Serikat, menunjukkan cara kerja tindakan itu. Kabel seperti kateter dimasukkan ke tempat sinus yang bermasalah lewat lubang hidung. Ada dua teknik agar kateter bisa sampai ke sasaran, yaitu menggunakan radiologi untuk melihat masuknya kabel tersebut. Teknik lainnya dengan lampu di ujung kateter, yang akan membimbing ke arah sinus.
Lalu balon dimasukkan ke kabel kateter, dan balon akan ditempatkan di daerah saluran yang menyempit. Bila sudah mapan, balon dipompa hingga menggelembung sampai diameter 5-8 milimeter. Saluran yang tersumbat pun terbuka. Ini mirip dengan tindakan dokter bedah jantung membuka saluran darah yang tersumbat.
Nah, saat balon membuka, cairan dalam kantong sinus pun keluar. Dokter kemudian membersihkannya. ”Semua tindakan itu hanya membutuhkan waktu satu jam,” kata dokter yang sudah berpengalaman dalam bedah THT sejak 1984 itu.
Dokter Stephen Lee menjamin metode ini aman dan tidak merusak otak serta mata. ”Sembilan puluh persen sukses,” ujarnya. Seorang pasien yang tak mau disebutkan namanya, yang sudah menderita sinusitis delapan tahun, sembuh dan puas setelah ballooning. ”Memang ada sedikit ingus dan darah. Tetapi saya merasa dapat bernapas lega. Saya merasa mendapatkan udara dalam hidung saya. Menakjubkan,” katanya.
Pasien itu pernah dioperasi tiga tahun sebelumnya di Amerika Serikat, tapi sinusitisnya tak mau pergi. ”Saat itu memang belum ada teknik balon,” ujar pensiunan insinyur perminyakan perusahaan multinasional tersebut.
Menurut Stephen Lee, di seluruh dunia sekitar 30 ribu orang sudah menggunakan teknik balon untuk pengobatan sinus akut, dan sampai sekarang belum ada keluhan. Bahayanya, sinusitis jika tak segera diobati bisa merembet menjadi penyakit lain seperti darah tinggi, jantung, dan stroke.
Sayangnya, bedah balloon sinuplasty ini tidak murah. Tindakan seperti itu secara keseluruhan memakan biaya minimal S$ 9.000, jika dalam kurs rupiah sekitar Rp 70 juta. Harga balonnya saja Rp 20 juta. Bandingkan dengan bedah FESS di Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, yang biayanya Rp 4,5 juta sampai Rp 10 juta untuk pasien kelas tiga. Sinusitis di Amerika Serikat termasuk 10 besar penyakit termahal. Dua tahun lalu saja, biaya pengobatan untuk sinusitis US$ 3,5 miliar, lebih dari separuhnya untuk penderita sinusitis anak-anak di bawah usia 12 tahun.
Sunarti, yang suaminya hanya karyawan kelas menengah, tentu akan berpikir dua kali untuk mengobati sinusitisnya ke Singapura. ”Tapi, kalau saya punya duit, kenapa enggak berobat ke sana?” ujarnya. Ia berharap pengobatan dengan teknik balon ini segera mampir ke Indonesia, tentu dengan harga sesuai dengan kantong masyarakat Indonesia.
Ahmad Taufik (Singapura)
Penanganan dengan Balon
- Dengan melihat monitor, dokter memutar-mutar alat itu, sehingga balon yang sudah terletak pada saluran sinus tepat menuju daerah hidung yang menyempit.
- Dengan alat seperti pompa, balon mengembang.
- Cairan keluar lewat lubang tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo